bc

Rumpang

book_age18+
1.4K
FOLLOW
13.9K
READ
possessive
second chance
dominant
goodgirl
drama
sweet
bxg
office/work place
wife
husband
like
intro-logo
Blurb

Spin Off Seistimewa Yogyakarta

Cerita mbak Mikayla Hadiningrat dan mas Alistair El Fatih Pradipta

Mikayla dan Alistair di pertemukan di saat mereka sama-sama terluka. Mikayla yang masih sakit hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan dan Alistair masih berduka atas kehilangan orang yang paling dia cintai.

Keduanya sama-sama mencoba mengisi celah kosong yang ada di antara mereka namun saat mereka mulai melangkah jauh bahkan sudah sampai di langkah terakhir mencapai puncak dari sebuah hubungan, saat itu mereka mulai menyadari banyak hal rumpang yang ada di antara mereka, keduanya menyadari bahwa mereka masih dua orang asing yang masih belum membuka diri sepenuhnya, mereka masih memiliki begitu banyak rahasia.

Bagaimana akhir kisah keduanya? Apakah mereka bisa menutupi segala kerumpangan-kerumpangan itu menjadi sesuatu yang utuh dan saling menyatu?

Cover by: Camoondesign

chap-preview
Free preview
Bab 1: Hati yang Patah
*** Tidak ada patah hati yang menyenangkan tapi apapun yang terjadi hidup harus tetap berjalan dan semua hal akan menjadi sebuah pelajaran *** Hal paling nekat yang pernah Mikayla lakukan adalah menyatakan cinta duluan kepada Bhanu Winata, pria yang dia cintai namun kemudian dia harus menelan pahit sebuah penolakan tapi bukannya menyerah akan kenyataan dia justru memilih berharap dan terus bertahan dengan apa yang dia inginkan, bahkan hal nekat lain yang dia lakukan adalah hampir mengahacurkan hubungan Bhanu dan pacarnya, Rindu Hafshayu. Mikayla tahu dia begitu bodoh, tapi saat itu dia berpikir bahwa tidak ada salahnya berjuang, dia hanya sedang memperjuangkan nasib hatinya namun Mikayla tidak menyangka, perjuangannya akan membuat dua orang lainnya merasa sakit hati. Mikayla jelas merasa bersalah atas semua yang terjadi, dia memilih mencoba sekali lagi kemudian mengambil sebuah keputusan. Bisa bersama dengan Bhanu Winata adalah harapannya namun jika Bhanu menolaknya lagi, Mikayla akan memilih melepaskan. Udara malam kota Bandung terasa begitu menusuk tulang, dua orang itu masih saling diam menatap langit pekat yang terbentang di hadapan mereka dengan secangkir kopi hangat di tangan masing-masing. Mikayla kini berada di balkon kamar hotel Bhanu, menikmati malam dan kedamaian kota Bandung dari lantai 10 tempat mereka menginap. Mikayla sangat bersyukur ketika Bhanu tidak menolaknya ketika mengajak bebicara bersama walau sekarang sudah malam dan sudah waktunya beristirahat setelah mereka bekerja sepanjang hari. Mereka berada di Bandung memang karena alasan pekerjaan. “Gue nggak nyangka, sekarang gue dan lo bukan lagi remaja baru puber yang masih labil akan banyak hal walau gue yang selalu merepotkan lo sejak dulu dan masih merepotkan sampai sekarang,” ucap Mikayla, gadis itu meniup kopinya lalu menyeruputnya secara perlahan dengan tatapan yang tertuju pada langit pekat di hadapannya. “Hal yang nggak bisa gue tolak sama sekali sih, lo memang semerepotkan itu,” ucap Bhanu. Mikayla terkekeh pelan, kemudian merubah posisinya menjadi menghadap ke arah Bhanu. Mikayla memperhatikan setiap jengkal pahatan sempurna wajah pria itu. Tampan, pria itu adalah definisi tampan yang sesungguhnya walau Bhanu tidak memiliki mata hanzel dengan biasan kehijauan seperti Alistair tapi pria itu memiliki mata hangat yang selalu berhasil membuat siapa saja merasa nyaman. Walau Bhanu tidak memiliki kulit seputih Alistair tapi Bhanu memiliki kulit kecoklatan yang membuat pria itu terlihat semakin menarik di mata Mikayla. “Bhanu,” panggil Mikayla. Gadis itu tidak melepaskan tatapannya sedikitpun dari Bhanu. Mikayla mencoba dengan begitu keras menguatkan pertahanan dirinya. Semuanya harus selesai malam ini walau dia akan berantakan. “Kenapa?” tanya Bhanu, pria itu kini juga mentap ke arah Mikayla. “Lo memang nggak bisa ya, Nu—“ Mikayla menjeda ucapannya ketika Bhanu menatapnya dengan lekat. Walau ini bukan pertama kalinya Bhanu menatapnya seperti ini dan walau ini bukan pertama kalinya mereka berada di tempat seprivasi ini hanya berdua tapi baru kali ini Mikayla merasa udara di sekitarnya mendadak menipis. “Nggak bisa apa?” tanya Bhanu, kerutan di kening pria itu semakin dalam, jantung Mikayla semakin bertalu-talu. Entah kenapa dia harus merasa segugup ini padahal saat mengungkapkan perasaanya waktu itu pada Bhanu di mobil, di parkiran Plaza Indonesia, Mikayla baik-baik saja. “Lo nggak bisa memberi gue kesempatan sedikit pun—?” Suara Mikayla lagi-lagi tercekat, suara Mikayla memelan di ujung kalimatnya. Apalagi ketika melihat Bhanu yang kini menatapnya dengan santai seolah menngguh kalimat selanjutnya yang akan dia katakan. “Gue sayang sama lo, Nu. Gue cinta sama lo, kesempatan buat gue benar-benar nggak ada, ya?” tanya Mikayla. Rasa sesak kini menyelimuti rongga dadanya, matanya perlahan berkabut. Mikayla pasti terlihat semakin jahat karena berusaha kembali masuk di antara Bhanu dan pacarnya, Rindu Hafshayu tapi sungguh Mikayla ingin berjuang sekali lagi untuk hatinya. Bhanu terlihat meneguk sisa kopi terakhirnya lalu meletakkan cangkir di atas meja kecil yang ada di dekat tempat mereka berdiri saat ini. “Gue pikir dulu gue adalah satu-satunya. Lo baik, lo selalu perhatian, lo selalu membantu gue bahkan lo rela menemani gue keliling mal seharian penuh. Gue pikir gue nggak sendirian, gue pikir lo juga merasakan apa yang gue rasakan selama ini tapi sepertinya gue salah mengartikan semua yang lo lakukan selama ini. Gue memang nggak pernah sedikitpun ya, Nu menduduki posisi spesial di hati lo?” tanya Mikayla. Mata gadis itu memerah dan perlahan tapi pasti, apa yang dia tahan sejak tadi sudah memeleh di pipinya, Mikayla mendongak dan tatapanya bertemu dengan tatapan hangat milik Bhanu. “Gue sakit, Nu, mengetahui bahwa lo sudah tidak sendiri lagi. Gue nggak bisa melihat lo sama yang lain. Gue cinta lo, gue mohon kasih gue kesempatan untuk membuktikan bahwa gue juga layak untuk lo cintai,” ucap Mikayla, pertahanan Mikayla sekarang benar-benar sudah hancur, melihat Bhanu yang tetap diam membuat Mikayla tertunduk. “Mika,” panggil Bhanu. Mikayla bisa mendengar langkah kaki Bhanu mendekat ke arahnya namun sekarang Mikayla merasa tidak sangguh untuk menatap wajah Bhanu lagi, ketika dia merasakan puncak kepalanya bertemu dengan d**a bidang Bhanu, di saat itu tangis Mikayla pecah, dia menangis sejadi-jadinya di sana, isakan Mikayla terdengar pilu dan menyayat hati. Bhanu terlihat diam di sana, tetap berdiri tegap, kedua tangan pria itu ada di sisi tubuhnya. Bhanu seolah sekarang sedang membiarkan Mikayla meluapkan segala rasa sakit yang gadis itu rasakan bahkan ketika Mikayla memukul d**a Bhanu berkali-kali, memakinya dengan kalimat yang tidak seharusnya namun Bhanu tidak melakukan penolakan apa-apa. Butuh waktu hampir tiga puluh menit untuk Mikayla sampai akhirnya kembali tenang walau napas gadis itu masih tersenggal-senggal. Bhanu kini menatap Mikayla dengan lamat-lamat, menggenggam sebelah tangan gadis itu dengan erat. Mikayla yang merasakan itu hanya diam, dia memilih pasrah akan semua kenyataan yang akan dia dengar. “Sebelum gue mengatakan semuanya, gue mau minta maaf dulu sama lo, mungkin selama ini gue sudah menyakiti lo terlalu dalam tanpa gue sadari dan sekarang gue minta maaf lagi—“ Bhanu membantu Mikayla menghapus sisa-sisa air mata gadis itu dengan ibu jadinya, “maaf Mika, gue nggak bisa memberikan kesempatan untuk lo, gue nggak bisa membalas perasaan lo. Walau seorang yang begitu gue harapkan tidak ada di sisi gue saat ini tapi gue sangat yakin bahwa suatu hari nanti gue akan di pertemukan lagi dengan dia. “ Mikayla bisa melihat Bhanu meraup udara di sekitarnya dengan rakus, raut sedih tergambar nyata di wajah pria itu, Mikayla sangat tahu alasannya siapa yang membuat Bhanu seperti itu, jelas saja gadis yang di cintai pria itu yaitu Rindu Hafshayu, Mikayla rasanya ingin berteriak dengan begitu keras bahwa dia merasa sangat iri, namun apa yang bisa dia lakukan sekarang selain menerima kenyataan, “gue nggak mau lo berharap apapun lagi sama gue karena gue nggak akan pernah bisa memberikan balasan yang setimpal pada lo. Gue nggak bisa memberikan rasa sayang sebesar apa yang lo berikan pada gue, i am truly sorry but thanks you for loving me, Mikayla.” Mata Mikayla kembali berkaca-kaca tapi gadis itu tidak lagi menangis. Senyumnya perlahan terbit. Mikayla malam ini menemukan jawaban. Sudah saatnya dia menyerah. Sudah saatnya dia melangkah mudur kemudian balik kanan dan meninggalkan Bhanu Winata, bukan meninggalkan dalam artian sesungguhnya, Mikayla harus melupakan perasaanya pada Bhanu. Pria itu bukan takdirnya walau akan sangat sulit sekali. “And thank to you Bhanu, thanks for coming to my world, thanks for being my friend to this day,” ucap Mikayla dengan tulus. Bhanu membalas senyum itu. Dia membuka kedua tangannya lebar. “You can hug me as a gift for being such a good girl ,” ucap Bhanu. Mikayla terkekeh kemudian memeluk Bhanu dengan erat, mendekap untuk kemudian saling melepaskan. Setelah mendapatkan jawaban dan membuat sebuah keputusan Mikayla tidak benar-benar kembali ke kamarnya, gadis itu melangkah dan memilih turun ke lantai bawah, air matanya kembali mengalir tanpa di minta ketika lift yang kebetulan hanya ada dirinya membawanya ke lantai bawah tempat di mana jejeran restoran dan kafe berada. Mikayla tidak bisa jauh-jauh dari makanan ketika sedang patah hati seperti ini, dia butuh pelampiasan. Mikayla melangkah, dia mengusap air matanya ketika mendorong pintu coffe shop yang ada di dekat hotel. Gadis itu memesan Variasi Latte, Caffe Americano, dan frappucino serta beberapa cemilan sebelum memilih duduk di meja yang ada di paling pojok. Dia mengucapkan terimakasih ketika makanan pesanannya datang, waiters coffe shop itu sempat menatap ke arahnya dengan penuh tanya tapi Mikayla tersenyum kemudian kembali menangis tersedu-sedu ketika waiters itu berlalu. Mikayla menyedot frappucino-nya walau air matanya terus menangalir, sesekali gadis itu menyuapkan cheese cake ke dalam mulutnya. Siapapun yang melihat Mikayla malam ini pasti akan sangat prihatin, gadis itu benar-benar berantakan. “Gue baru tahu lo segila ini.” Suara berat, dingin dan seksi itu membuat Mikayla mendongak dengan pipi yang basah oleh air mata dan mulut yang penuh oleh cheese cake favoritnya. Matanya membola ketika melihat siapa yang kini duduk di hadapanya dengan secangkir espresso. Ketika pria itu meneguk esspreso-nya bahkan Mikayla berdecak dalam hati, Alistair benar-benar gila! Pria itu tampan luar biasa dengan lengan kemeja yang di gelung sampai siku, rambutnya yang kecoklatan terlihat berantakan, bulu-bulu halus memenuhi rahang pria itu. Mikayla tidak membalas ucapan Alistair sama sekali, gadis itu beralih pada variasi late-nya, memakan cheese cake-nya dengan rakus dan terus terisak dengan wajah tertunduk. Mikayla pikir Alistair akan pergi ketika kopi pria itu sudah habis namun Alistair tidak beranjak sedikitpun setelah cangkir kopinya kosong sejak sepuluh menit yang lalu. Mikayla bahkan sudah menghabiskan dua cup kopinya saat tangannya bergerak untuk menarik cup kopi terakhirnya, Alistair menahannya dengan tatapan setajam sembilu namun Mikayla memilih mengabaikan walau sebenarnya dia mengerdik ngeri melihat tatapan setajam itu. Mikayla masih berusaha meraih kopi miliknya namun Alistair tetap menahan cup kopinya, Mikayla merengut namun Alistair justru mengabaikannya. “Kembaliin americano gue, kalau lo mau, lo bisa pesan sendiri,” ucap Mikayla, dia tidak peduli sekacau apapun wajahnya saat ini di hadapan Alistair, Mikayla tidak peduli Alistair akan memiliki penilaian yang jelek padanya nanti. Mikayla hanya butuh kopi terakhirnya. “Lo bisa sekarat dengan menghabiskan kopi terakhir lo.” Alistair memanggil seorang waiters, memberikan cup kopi Mikayla pada waiters tersebut dan pria itu meminta segelas air putih hangat. Mikayla benar-benar seperti orang gila. “Gue lagi patah hati, mas Kutub!” seru Mikayla, dia kembali menangis Alistair dibuat tercengang. Ini untuk pertama kalinya Alistair terlibat secara pribadi dengan Mikayla, biasanya hanya karena pekerjaan karena mereka sama-sama berprofesi sebagai arsitek PT Maju Sukses. “Patah hati bukan berarti lo harus bunuh diri, sekarang minum!” seru Alistair sambil mendorong segelas air putih hangat ke arah Mikayla. Mikayla mengerjabkan matanya berkali-kali, menatap tidak percaya pada Alistair. “Lo beneran Alistair yang itu, kan?” tanya Mikayla setelah meneguk air putih hangat yang berhasil menghangatkan tenggorokan dan perutnya. “Yang itu?” tanya Alistair dengan satu alis terangkat dan sialnya pria itu benar-benar terlihat tampan namun tak bisa sedikitpun mengobati hati Mikayla yang berantakan. “Ya yang itu, dingin dan bawaanya pengin gue ajak berjemur di pantai biar cair itu wajah lo!” seru Mikayla kemudian mereka melangkah beriringan ke luar dari coffe shop. Menikmati udara dingin kota Bandung dengan perasaan yang mungkin sama hancurnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
97.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.0K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook