Satu

377 Words
Keluarga Atmojo tidak pernah membiarkan anak-anaknya kekurangan pendidikan. Tapi tidak dengan malam ini di mana ketika seorang kepala rumah tangga duduk termenung sambil menatap ke taman belakang rumahnya. Di belakangnya sudah berdiri seorang laki-laki yang menjadi tutor bagi anak bungsunya itu terlihat keheranan. "Sudahi saja, Mas Radit. Toh Senja sudah dewasa dan cara belajarnya tidak lelet seperti dulu." Atmojo menjeda seraya mengembuskan napasnya. Keputusan ini harus ia ambil untuk menutupi aib anaknya. "Senja akan saya kirim ke rumah Mbahnya di Sragen sana." Laki-laki itu menunduk. Diam dengan perasaan bingung dan heran. Tidak biasanya Atmojo mengambil jalan secepat ini. Mau sebesar apa pun anak-anaknya, seingat Radit, Atmojo tidak pernah melepas pembelajaran bagi anak-anaknya. "Kok mendadak, Pak?" Radit bertanya. Raut bingung campur penasarannya masih kentara terlihat. Radit ingat, putri ketiga Keluarga Atmojo yang sedang mengemban S2 di Jerman bahkan di kirimkan tutor terbaik dari Semarang. Lalu kini? "Senja bentar lagi ujian pertengahan semester. Apa ndak sebaiknya tak selesaikan dulu tutornya." "Ndak usah! Ndak penting juga bocah itu mau sukses apa ndak." Penawaran Radit di tolak. Begitulah Atmojo jika sudah mengambil keputusan; A tetaplah A. Radit masih kebingungan, tentu saja. Kedua alisnya bertaut. Seingatnya, ia tidak pernah melanggar kontrak yang sesuai di ajukan Atmojo ketika awal mengajar Senja. Namun tiba-tiba perjanjian itu batal di tengah jalan sebelum Ujian Tengah Semester berlangsung. Aneh, kan? "Semuanya sudah beres ya, Mas. Gajimu sama pesangon sesuai perjanjian sudah saya transfer. Tugasmu sampai di sini saja. Suwun." Setelah kata-kata itu terlontar, cepat-cepat Radit menyingkir. Kedua kakinya bergerak menjauh dari kediaman Atmojo dan keluar menuju pintu samping. Aneh. Sekali lagi kalimat itu berdengung di pikiran Radit. Sepanjang perjalanan otaknya terus menerka apa-apa saja kesalahannya yang sudah di perbuat sehingga Atmojo menghentikan dirinya. Menjadi tutor tidaklah mudah. Tapi hasil mengajarnya cukup untuk dirinya pakai membiayai kuliah. Di tambah bonus yang lumayan, Radit bisa menyongsong hidupnya di Semarang. Sudah satu setengah tahun ini Radit menjadi tutor untuk Keluarga Atmojo. Dan baru hari ini ia melihat gelagat aneh dari lelaki paruh baya itu. Radit enggan berpikiran terlalu jauh. Ia malas kepo dengan masalah orang lain. Bukan ingin bersikap terlalu acuh, hanya saja ada batasan-batasan di mana ia harus menjadi penengah dan lepas tangan. Termasuk pemberhentian dirinya hari ini. Radit ingin legowo saja. Ke depannya, jika ada rejeki yang lebih baik lagi dari hari ini, Radit ingin mencoba lebih tekun dalam mengajar. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD