BAB 2

1755 Words
Suara dentuman musik terasa memekakkan telinga orang-orang yang ada di dalam ruangan dengan penerangan minim. Banyak laki-laki dan wanita yang berkumpul di tengah ruangan sambil menggerakkan badan di bawah lampu disko yang berkelap-kelip. Tiga orang laki-laki tengah duduk di sofa yang terletak di sudut ruangan, jauh dari hingar-bingar suara musik dan teriakan orang-orang yang sedang menari. Mereka bertiga menyeruput minuman di gelas masing-masing yang baru saja diantarkan seorang pelayan ke tempat mereka. "Gue mau lo datang ke acara Reuni SMA kita, Mar," ucap salah satu laki-laki yang berpenampilan paling urakan di antara mereka bertiga. Damar, laki-laki yang disebutkan namanya tadi, hanya berdecak menatap laki-laki yang duduk di hadapannya. "Gue nggak tertarik buat datang ke acara seperti itu, Fin," ucap Damar, melemparkan undangan Reuni SMA yang sebelumnya diberikan oleh Alfin. Damar sudah membaca undangan itu. Acara Reuni SMA Pelita Buana akan dilaksanakan minggu depan di sebuah ballroom hotel milik Alfin. "Kenapa lo nggak mau datang ke acara Reuni SMA, Mar? Kalau diingat-ingat, sejak kita lulus sekolah, baru tiga kali lo datang ke acara itu," ujar laki-laki yang duduk di sofa sebelah Damar. "Nggak ada alasan khusus, Ger. Gue cuma malas ketemu orang-orang yang selalu pamer kesuksesan dan kekayaan mereka setelah lulus sekolah," jelas Damar, menatap Geri, salah satu sahabatnya. "Itu hal yang wajar, Mar. Mereka hanya ingin membuktikan pada teman-teman lamanya bahwa mereka bisa sukses dan kaya karena usaha mereka sendiri," ujar Geri. "Betul itu. Mereka bukan elo yang nggak perlu pamer kekayaan karena semua orang sudah tahu betapa kayanya elo sejak lahir," kata Alfin, menimpali. Damar berdecak. "Yang kaya itu orang tua gue, bukan gue. Lagi pula gue tetap berjuang dari nol untuk membangun usaha gue sendiri," ujarnya tak terima. "Iya. Gue tahu. Nggak akan ada orang yang meragukan kemampuan Damar Wira Atmaja sebagai CEO PT. Wira Karya Mandiri," kata Geri, menyombongkan jabatan Damar saat ini. "Nggak usah lebay, Ger. Kemampuan gue masih nggak sebanding dengan kemampuan Papa di usia mudanya dulu," kata Damar, merendah. Damar Wira Atmaja, anak dari Wiryawan Atmaja, pengusaha sukses nomor lima di Indonesia ini membangun perusahaan sendiri setelah ia lulus kuliah. Bakat yang diturunkan dari sang Papa serta ilmu yang Damar miliki sewaktu kuliah membuat ia memberanikan diri membuka usahanya sendiri. Damar berjuang dari nol untuk mengembangkan perusahaannya hingga sekarang perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan besar yang ada di Kota Jakarta. "Tetap saja lo berhasil membangun perusahaan itu dengan tangan lo sendiri, Mar. Sementara kita hanya mewarisi perusahaan orang tua. Benar nggak, Fin?" ujar Geri, meminta dukungan Alfin. "Benar banget, Ger," timpal Alfin, mengacungkan kedua ibu jari tangannya. "Intinya tahun ini gue mau lo datang ke acara Reuni SMA kita, Mar." "Iya, Mar. Tahun ini lo harus datang karena acara Reuni SMA kali ini akan dihadiri beberapa angkatan," kata Geri, setuju. "Siapa tahu lo bisa cari gebetan di sana, Mar. Biar elo nggak jomblo terus," tambahnya sambil terkekeh. Alfin ikut terkekeh. "Benar banget, Ger. Di antara kita bertiga cuma elo yang betah menjomblo sejak dulu, Mar. Memang lo nggak bosan selalu sendirian ke mana pun lo pergi?" tanya Alfin, menatap Damar. "Gue menikmati kesendirian gue selama ini, Fin. Lagi pula gue bukan kalian yang selalu gonta-ganti pasangan setiap pergi ke suatu acara," timpal Damar. "Baiklah. Terserah lo aja, Mar. Yang penting lo harus datang ke acara Reuni SMA kali ini. Entah sendiri atau lo mau bawa pasangan buat dikenalkan sama kita," ujar Alfin. "Iya. Gue setuju sama Alfin," timpal Geri. "Tahun ini lo wajib datang ke acara Reuni SMA, Mar." Damar berdecak. Dia tidak menolak ataupun mengiyakan permintaan sahabat-sahabatnya. Biarlah waktu yang menjawab apakah Damar akan datang ke acara Reuni SMA Pelita Buana atau tidak.   oOo   Damar menghembuskan napas panjang sambil meletakkan handphone di atas meja kerjanya. Dia baru saja membaca chat yang masuk ke handphone-nya dari Alfin. Alfin baru saja memberi kabar kalau persiapan acara Reuni SMA Pelita Buana di ballroom hotel miliknya telah mencapai progres sembilan puluh persen. Dia mengingatkan Damar agar tidak lupa datang ke acara tersebut yang tinggal dua hari lagi dilaksanakan. Alfin bahkan meminta Damar untuk datang ke hotelnya untuk mengecek persiapan acara Reuni SMA mereka. Damar tentu saja menolak tawaran Alfin dengan tegas. Dia masih memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan daripada sekadar mengecek persiapan acara Reuni SMA Pelita Buana. Damar tidak mempunyai kepentingan untuk melakukan hal itu karena dia bukan panitia acara. Damar menyandarkan tubuh pada kursi kebesarannya. Sejak pertemuan Damar dengan Alfin dan Geri di klub malam beberapa hari yang lalu, kedua sahabat Damar itu selalu mengirim chat kepadanya untuk mengingatkan acara Reuni SMA yang tinggal menghitung hari lagi. Mereka berdua ingin memastikan kalau Damar tidak melupakan acara tersebut dan meluangkan waktu untuk datang ke sana.  Damar sudah berulang kali menolak datang ke acara Reuni SMA Pelita Buana. Berbagai alasan telah ia sampaikan kepada Alfin dan Geri. Namun, mereka berdua tidak mau menerima semua alasan yang disampaikan Damar. Alfin dan Geri tetap memaksa Damar untuk menghadiri acara Reuni SMA Pelita Buana. Mereka berdua bahkan berniat menyeret Damar untuk datang ke acara Reuni SMA itu jika dia mangkir dari acara tersebut. Damar merasa heran kepada Alfin dan Geri. Dia sudah biasa tidak hadir di acara Reuni SMA Pelita Buana setiap tahunnya. Namun, untuk tahun ini kedua sahabat Damar sangat memaksa dirinya untuk hadir ke acara tersebut. Entah ada alasan apa yang membuat Alfin dan Geri sangat menginginkan Damar hadir di acara Reuni SMA mereka. Suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar mengalihkan pikiran Damar. "Masuk." Damar memberi perintah kepada seseorang yang berada di luar ruangan untuk masuk ke dalam. Dia segera membetulkan posisi duduknya agar terlihat lebih berwibawa. Di kantor ini, Damar dikenal sebagai bos yang berwibawa dan perfectionist. Dia sangat menjunjung tinggi kedisiplinan dan profesionalitas dalam bekerja. Setiap pekerjaan harus selesai tepat waktu dan sempurna. Saat jam kerja, maka para karyawan harus bekerja semaksimal mungkin. Jika ingin mengobrol atau bercanda, mereka bisa melakukannya saat jam istirahat nanti. Seorang wanita berpenampilan seksi dengan mengenakan kemeja kotak-kotak yang membentuk lekukan tubuhnya dan rok pendek di atas lutut berjalan memasuki ruangan Damar. Postur tubuh wanita itu cukup tinggi dengan wajah khas Indonesia yang dibalut makeup tebal. Suara high heels setinggi tujuh sentimeter yang dia pakai menggema memenuhi ruangan kantor. Wanita itu menghentikan langkah kakinya ketika tiba di depan meja kerja Damar. "Ada apa, Sis?" tanya Damar, memandang Siska, sekretaris yang sudah bekerja selama satu tahun dengannya. Sebenarnya Damar tidak menyukai penampilan Siska yang terlalu seksi ketika di kantor. Tapi hasil kerjanya yang bagus membuat Damar tetap mempertahankan wanita itu di sampingnya. "Sebentar lagi Bapak ada rapat dengan klien dari perusahaan Axelindo, Pak," kata Siska, mengingatkan. Damar memandang jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Jarum jam sudah menunjukkan angka 10.45 WIB. Damar ingat kalau pukul sebelas dia ada rapat dengan Direktur perusahaan Axelindo untuk membahas kerja sama perusahaan mereka. "Iya, saya ingqt. Apa mereka sudah datang?" jawab dan tanya Damar, kembali memandang Siska. "Belum, Pak. Sekretaris Pak Rusdi mengatakan kalau mereka sekarang dalam perjalanan menuju ke sini," ujar Siska, memberi tahu. "Baiklah. Kalau begitu sepuluh menit lagi saya akan datang ke ruang rapat. Tolong kamu siapkan semua berkas-berkas yang harus saya bawa saat rapat nanti," kata Damar, memberi perintah. "Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi dulu," pamit Siska yang diangguki oleh Damar. Damar membiarkan Siska pergi meninggalkan ruangannya. Setelah pintu ruang kantornya tertutup kembali, dia mulai bersiap-siap untuk menghadiri rapat. Damar merapikan dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja, lalu menumpuknya menjadi satu di ujung meja. Dia akan mempelajari semua dokumen itu kembali setelah selesai rapat nanti.   oOo   Tasya menghembuskan napas lelah setelah berhasil menyelesaikan pekerjaannya hari ini. Sejak pagi dia tidak beranjak dari tempat duduknya karena harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah di kejar deadline. Bahkan ketika jam istirahat tiba, Tasya hanya melaksanakan salat lalu memesan makanan lewat online. Dia benar-benar diburu waktu karena bos besar sudah menagih hasil pekerjaannya. Tasya memandang jam dinding yang terpasang di ruang kerjanya. Jarum jam yang pendek sudah berada di angka enam. Dia tidak sadar kalau jam kerjanya telah lama berakhir. Teman-teman satu ruangan Tasya sudah pulang sejak tadi. Kini hanya tinggal dirinya yang berada di ruangan. Tasya sudah terbiasa ditinggal sendirian di ruangan ini, jadi dia tidak takut lagi jika harus pulang malam karena lembur bekerja. Tasya segera merapikan meja kerjanya yang dipenuhi dokumen-dokumen kantor. Dia sudah mengirim email pekerjaan yang telah ia selesaikan kepada sang manajer. Tasya mematikan komputer yang sudah tidak digunakan lagi, lalu mengambil tas kerja yang ia letakkan di laci. Setelah memastikan meja kerjanya rapi dan tidak ada barang yang tertinggal, Tasya berjalan keluar ruangan. Suasana kantor tampak sepi karena jam pulang kantor sudah terlewat sejak pukul lima sore tadi. Hanya ada beberapa orang saja yang masih lembur menyelesaikan pekerjaan mereka. Tasya berjalan ke arah lift yang terletak di ujung ruangan. Dia memencet tombol lift, lalu menunggu selama beberapa menit hingga pintu lift di hadapannya terbuka. Tasya masuk ke dalam lift dan memencet tombol basemen yang menjadi tempat tujuannya. Tasya melangkahkan kaki menuju mobilnya yang terparkir di basemen kantor. Dia mengurungkan niat untuk masuk ke dalam mobil saat mendengar suara deringan handphone di dalam tas. Tasya membuka tas kerja yang tersampir di lengan, lalu merogoh isinya untuk mengambil handphone. Tasya melihat nama Amel tertera di layar handphone. Dia segera mengangkat panggilan telepon itu, lalu menempelkan handphone miliknya ke telinga kiri. "Halo, Mel," sapa Tasya, membuka pintu mobil, lalu masuk ke dalam. "Halo, Sya. Lo lagi di mana?" tanya Amel dari seberang telepon. "Gue masih di kantor. Ini baru mau pulang. Ada apa, Mel?" jawab dan tanya Tasya. "Enggak apa-apa, Sya. Gue cuma mau mengingatkan elo untuk datang ke acara Reuni SMA kita dua hari lagi," ujar Amel, menyampaikan maksud dirinya menelepon. Tasya berdecak. "Iya. Gue ingat, Mel. Lo nggak perlu mengingatkan gue berulang kali." "Baguslah kalau begitu. Tapi lo jangan hanya mengingatnya saja, Sya. Pastikan juga lo hadir di acara itu," ujar Amel lagi. "Iya. Iya. Gue akan datang ke acara Reuni SMA kita, Mel. Puas lo?" ucap Tasya dengan nada kesal. "Gue akan sangat puas kalau melihat elo ada di acara Reuni SMA kita nanti, Sya," timpal Amel. "Terserah lo aja, Mel. Gue tutup dulu teleponnya," ujar Tasya, ingin mengakhiri obrolan mereka di telepon. "Baiklah. Bye, Sya. Hati-hati di jalan," pesan Amel, sebelum mengakhiri panggilan telepon mereka. Tasya menghembuskan napas panjang setelah panggilan teleponnya dan Amel berakhir. Sejak memberikan undangan Reuni SMA Pelita Buana satu minggu yang lalu, Amel selalu menelepon untuk mengingatkan Tasya agar datang ke acara tersebut. Tasya sampai kesal karena Amel terus menelepon untuk mengingatkan hal yang sama. Tasya ingin acara Reuni SMA itu segera terlaksana agar dia tidak mendapatkan teror terus-menerus dari sang sahabat.   oOo
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD