Chapter 4 - Don't Lie

1515 Words
Valentine berangkat ke kantor lebih pagi, karena dia harus membersihkan ruangan tuan muda menakutkan itu lagi. Kepala bagian, sudah mengingatkannya kemarin, dan dia tidak mau kehilangan pekerjaannya, hanya karena masalah kecil yang bisa menghancurkan cita-citanya untuk mengumpulkan uang dan bisa merasakan bangku kuliah nantinya. Tapi, dia tak pernah menyangka. Jika dirinya akan bertemu tuan mudanya lagi, dan kali ini malah dicurigai sebagai pencuri. “Aku tanya apa yang kau lakukan di sini, Pelayan!?” Valentine sedikit terperanjat. Nada bicara tuan mudanya meninggi. 180 derajat sangat berbeda dari kemarin. Hari ini, dia mengakui bagaimana menakutkannya pria yang sempat dia curigai usil. “Saya hanya menaruh be—“ “Don’t Lie!” potong Dave sambil mencengkeram lengan Valentine dengan begitu kuatnya dan menyentak tubuh Valentine mendekat, sampai-sampai membuat wanita itu meringis. “jangan pernah mencoba menipuku! Kau tidak akan pernah berhasil! Sekarang, angkat kaki dari perusahaanku, sebelum aku melaporkanmu!” kecam Dave begitu murka. Dia harus sangat berhati-hati dengan orang baru. Musuh berada di sekitarnya, dan bisa menyamar menjadi siapa saja. Valentine menggigit bibirnya kuat-kuat. Air matanya nyaris tumpah. Dia tidak pernah diperlakukan seperti ini seumur hidup. Dan sekarang? Dia dituduh atas sesuatu yang tidak dia perbuat. “Tuan bisa melihatnya sendiri. Saya tidak berbohong,” ucap Valentine membuat pembelaan. Sungguh, demi apa pun. Dia tidak mau kehilangan pekerjaan ini. Dave melepaskan cengkeramannya. Melihat bagaimana wajah ketakutan pelayan di depannya, membuatnya tersentuh. Sialan! Se umur hidup, baru kali ini dia membuat wanita ketakutan sampai nyaris menangis seperti itu. Ekor matanya melirik kantung plastik hitam yang berada di dalam lemari yang tidak sepenuhnya tertutup rapat. Dia pun penasaran dengan isi kantung plastik itu. Sudah menjadi nasihat ayahnya, jika dirinya tidak boleh memberi seseorang hukuman, tanpa ada bukti atas kejahatannya. Valentine menyatukan ke dua tangannya sambil menundukkan kepalanya, sedalam-dalamnya. Demi pekerjaan ini, dia akan tetap berjuang mempertahankannya. “Saya mohon, beri saya kesempatan untuk meyakinkan. Anda, Tuan.” Pintanya dengan melirih. Setidaknya dia sudah mencoba. Berusaha untuk meyakinkan tuannya, entah bagaimana hasil akhir dari keputusan tuannya itu. Yang ada, dia hanya bisa pasrah. “Saya akan dengan senang hati mengakui kejahatan saya di depan polisi jika saya memang bersalah.” Imbuh Valentine melihat jika tuannya tak sedikit pun memberi reaksi. Davio menutup wajahnya kilas. Apa yang harus dia lakukan saat situasinya malah seperti ini? Dia tak tega. Sungguh, melihat orang lain kesusahan atau pun kesakitan, ingin dia saja yang menggantikannya. Melihat tuan mudanya yang bernama Dave itu diam, Valentine sontak bergerak cepat mengambil kantung plastik hitam yang memang dia gunakan untuk membungkus bekalnya. “Tuan bisa lihat, jika saya tidak berbohong ‘kan?” ujarnya sambil membuka kotak bekalnya, dan menunjukkan isi di dalamnya yang berupa nasi goreng lengkap dengan telur dadar di atasnya. Dave memukul meja pantri dengan begitu kuat. Setelahnya, dia pergi dengan tergesa. Meninggalkan Valentine yang hanya bisa mengelus d**a. “Pria itu benar-benar menakutkan,” lirih Valentine kemudian menutup kotak bekalnya. *** Dave mengemudikan mobilnya sedikit cepat. Membelah jalanan kota, menuju jalanan sedikit sepi yang tak begitu ramai oleh penduduk. Hari ini, sebelum dia berangkat ke Italia, dia akan menemui dua wanita cantik kesayangannya dulu. Dia yakin, mereka pasti akan marah, mengingat dia tidak pulang ke rumah melainkan bermalam di perusahaan. Brrrrmmmm! Suara mobilnya menderu begitu Dave hentikan di bagasi rumah. Setelahnya dia lekas keluar, sebelum di sambut dengan wajah jengkel dan sebagainya. Tek! Belum sampai tangan Dave menyentuh gagang pintu, pintu di depannya sudah lebih dulu terbuka. Menampilkan dua wanita cantik yang menatapnya dengan pandangan ... menyelidik. Adik perempuannya, Angel. Dan bibinya, Anna. Sepertinya, akan menginterogasinya kali ini. “Kenapa baru pulang? Bukankah Kakak datang kemarin?” suara ketus Angel, membuat Dave tertawa tipis sambil mengusap sedikit tengkuknya. “Jangan bilang, kau bermalam di hotel bersama seorang wanita, Dave?” prasangka aneh selanjutnya, membuat Dave justru tertawa geli. “Astaga, bagaimana kabar kalian berdua?” ucap Dave sambil membawa dua wanita itu dalam perlukannya. “Jangan mengalihkan pembicaraan. Kakak dari mana saja?” ucap Angel sambil memukul sedikit punggung tegap kakaknya yang selalu menjadi tempatnya bersandar selama 3 tahun terakhir. Jika saja, tidak ada Dave yang sangat menyayanginya, entah bagaimana nasibnya sekarang. Dave melepaskan pelukannya. Dengan senyuman hangat, dia pun berkata, “Sebaiknya kita bicara di dalam. Itu pun jika kalian masih mengizinkan ku masuk.” “Menyebalkan. Tentu saja,” ejek Angelina kemudian menyeret tangan Dave masuk ke dalam rumah. “Bibi, mau menyiapkan sarapan dulu,” ucap Anna kemudian berlalu. Meninggalkan Dave dan Angel yang duduk berhadapan di ruang tamu. Angel meneliti wajah kakaknya. Dia tidak mungkin salah mengenali wajah Dave yang sepertinya terlihat gelisah. “Apa terjadi sesuatu? Kenapa Kakak terlihat gelisah?” Dave tersenyum kilas. Selama ini, dia tidak pernah membuat siapa pun mengetahui masalahnya. Tapi, Angel? Dia selalu peka. Bahkan hanya Angel yang mengetahui jika dia sering di ganggu oleh mimpi-mimpi buruk tentang Bella. “Bella masih hidup.” “Ya Tuhan.” Angel menutup mulutnya tak percaya. Bella? Setelah 10 tahun berlalu, sahabat kecilnya itu ternyata masih hidup? “Apa kalian sudah bertemu?” tanya Angel begitu penasaran. Wajahnya mendadak sumringah. Jika benar Bella masih hidup, itu artinya, Dave akan membuka hatinya lagi. Dave tidak akan menjadi pria sedingin dan tersentuh seperti beberapa tahun terakhir. Sampai-sampai ada yang mengira jika Dave bukanlah pria normal. Dave menggeleng pelan. “Belum. Keberadaannya masih belum aku ketahui, Angel. Itulah sebabnya, kedatanganku kemari ingin bertemu denganmu sekaligus berpamitan untuk kepergianku. Beberapa jam lagi, aku akan mengudara, ke ... Italia.” Ucapnya sembari menghela napasnya pelan. “Italia?” Angel menunduk dalam. Kenapa harus selalu negara itu yang menjadi sumber masalah dalam keluarganya? Dave mendekati Angel, dan membawa saudarinya itu ke dalam pelukannya. Dave tau apa yang sedang Angel pikirkan sekarang. “Jangan khawatir. Aku berjanji, akan pulang dengan selamat bersama ... Isabella.” Apa Dave yakin? Tentu saja tidak. Semuanya masih semu. Bisa saja, seseorang membuat konspirasi dengan memanfaatkan kematian Bella. Angel mengeratkan pelukannya. Entahlah, dia merasakan perasaan gelisah luar biasa. Seperti, akan ada yang selalu mengancam keselamatan Dave di Italia nantinya. “Berjanjilah untuk kembali, Kak. Karena Kakak masih memiliki hutang padaku,” ucap Angel dengan suara manjanya demi mengalihkan suasana sedih perpisahan mereka. Dave melepaskan pelukannya. Memandang satu-satunya adik tersayangnya itu dengan penuh bangga. Dia bahagia, melihat Angel yang sekarang. Angel yang tegar, mandiri dan periang. Demi apa pun, dia akan tetap kembali untuk melunasi hutangnya pada Angel. Yakni, menghukum Jim demi Angelina, dan memukuli Jim demi Angelica. “Mari sarapan ...” Suara lembut Anna tiba-tiba terdengar. Memecah keheningan yang tercipta di antara Dave dan Angelina. Anna tau, dan mendengar semuanya. Dia pun turut gelisah atas kepergian Dave yang akan menyambangi Italia demi mencari Isabella. Tunangan Dave yang dinyatakan meninggal 10 tahun silam. Semoga Tuhan selalu melindungimu, Dave. Batin Anna dengan pandangan berkaca-kaca. Sungguh, dia tidak mau terjadi sesuatu pada keponakan cerdiknya itu. Bagaimana pun, dan di mana pun, pasti akan selalu ada kejahatan yang mengintai petualangan Dave di sana. “Ayo, Bi.” Anna mengangguk kilas. Dia pun mengekori Dave dan Angel yang beriringan menuju ruang makan. Entahlah, semoga hanya perasaannya saja yang terlalu gelisah. Dia malah merasa, jika Dave tak akan bisa melindunginya dan Angelina lagi. Ya Tuhan, semoga tidak ada kesedihan lagi di masa ini. Mereka mulai menikmati sarapannya. Suasana sarapan yang biasanya ramai oleh celotehan Angel, hari ini justru senyap. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang saling bersahutan. Dan Dave pun tau. Jika Angel dan bibi Anna, gelisah akan kepergiannya ke Italia. Tapi, apa yang bisa dia lakukan untuk mereka? Tidak ada. Karena bagaimana pun dia berusaha untuk menghibur mereka, mereka tetap akan menaruh rasa khawatir yang berlebihan. “Aku sudah kenyang,” ucap Dave setelah menghabiskan makanannya. Lain dengan ke dua wanita itu. Bahkan makanan mereka hanya hancur di atas piring masing-masing. “di mana Putriku? Aku juga ingin berpamitan.” Lanjutnya membuat Angel menggerakkan tangannya menunjuk lantai atas, tanpa mengeluarkan suara berisik seperti biasa. Dave bangkit dari duduknya. Dia tidak mau berlama-lama berada di suasana tak mengenakan seperti ini. Dia akan memberi waktu. Membiarkan ke dua wanita itu menumpahkan kegelisahannya, akan lebih baik untuk dirinya. Jadi, selama itu berlangsung, dia akan menemui bidadari kecilnya yang pasti sudah menunggu untuk dia peluk. Langkah lebarnya menuju ke sebuah kamar ber cat warna biru muda yang indah. Hasil dekorasinya dan Angel yang sempat bersikukuh untuk memberi warna hitam. Dia tau, dulu Angel membenci kehadirannya. Tapi, sekarang? Justru malaikat kecil itulah yang membuat hari-hari mereka berwarna. “Daddy?” Belum sempat, Davio memberi gadis kecil itu pelukan, gadis kecil itu sudah lebih dulu mengetahui kehadirannya. Dave tersenyum lebar. Tangannya terulur mengangkat gadis kecil berusia 3 tahun itu ke dalam pelukannya yang besar. Rasa bersalah, selalu menghantam dadanya, kala dia mengingat pernah mengatakan gadis kecil itu adalah aib bagi keluarganya. Nyatanya, gadis kecil itu adalah anugerah besar yang selalu dia syukuri sudah hadir ke dunia dan membuat dunia hitamnya mendapatkan setitik cahaya terang. “Freya? Bagaimana kabarmu?” Dave memang seperti itu. Menanyakan Freya ini itu, meski gadis kecil itu belum bisa di ajak berbicara dengan benar layaknya bocah berusia 5 tahun. Freya, gadis kecil hasil perbuatan b***t Jim yang sempat dia perintahkan Angel untuk menggugurkannya. Beruntung, Angel tidak mau meski membenci kehadirannya. Bayi itu tumbuh dengan begitu sempurna. Benar, Freya adalah Angel kecil ke dua yang sangat cantik meski menuruni mata Jim yang selalu memiliki sorot mata tajam. Angelica Freya D’orion. Nama itu, Davio sendiri lah yang membuatnya. Bukan tanpa alasan. Dia ingin tau, bagaimana reaksi Jim suatu hari nanti, saat bertemu dengan gadis bernama Angel yang sangat mirip dengan Angel yang sudah dia sakiti. .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD