MOM & DAD

1826 Words
Keesokan paginya...    "Nih, kata wali kelasku tolong sampaikan ke orang tua!" Ucapku seraya memberikan sebuah surat pada Mama yang tengah sarapan. Aku dengan langkah santai segera duduk di salah satu kursi meja makan di samping Vikar dan tepat disebrang lelaki b******k itu. "Surat panggilan?!!" Gertak Mama ketika membuka surat yang tadi kuberikan.    "Kenapa ini? Kamu bikin masalah lagi??" Tanya Mama.    "Dateng aja ke sekolah, nanti juga dijelasin."    "Mama minta kamu jelasin ke Mama sekarang!"    Aku mendecak kesal, lalu menatap sinis Mama dengan tatapan silet khasku. Aku menghela napas panjang, karena tak ingin kemarahan ini berlanjut, aku pun beranjak berdiri dan mengambil selembar roti tawar, lantas menjepitnya dengan bibirku, lalu berjalan pergi.    "Key? Kamu nggak mau Papa anter sekolah sekalian berangkat bareng sama Vikar??" Teriak lelaki b******k itu di tengah langkahku.    "No, thanks!" Balasku ketus, bahkan tak sedikitpun menoleh. ***    Aku menapakkan kaki di halaman sekolahku yang luas ini. Sekolahku bisa dibilang sungguh megah karena di dalam sekolahku ini, semua tingkatan pelajar ada, mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, juga Sekolah Menengah Atas. Selain itu, tempat di mana aku bersekolah ini juga berbasis Internasional, jadi tidak mungkin bisa dibilang kecil. Dengan seragam putih abu-abu, dan tas yang aku gantung di salah satu sisi pundakku, aku pun berjalan memasuki area sekolah dan menuju kelasku di lantai dua. Di tengah perjalananku menuju kelas, tak sedikit murid laki-laki yang berlalu lalang melihatku seraya menyapa. Aku membalas seluruh sapaan itu dengan senyuman. Ini hal biasa bagiku. Aku adalah salah satu murid wanita yang famous di SMA bahkan di sekolah ini. Tak sedikit dari seluruh murid di sekolah ini adalah penggemarku. Mata hazel, hidung mancung, kulit putih, dan paras cantik menjadi alasan mengapa aku famous di sini. Setiap hari, seperti inilah hal awal yang harus kujalani, menemui mereka dan mendengar mereka menyapa sudah hal lumrah di hidupku, meski terkadang pipiku lelah untuk melekuk senyum. *** 09.00 WIB    Kini, jam istirahat di sekolahku telah tiba. Seisi kelasku memilih keluar dan pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang mungkin sudah lapar karena telah mengikuti jam pelajaran sejak tadi. Namun, aku lebih memilih diam di kelas, tidur di kursiku dengan kepala beralaskan tas di atas meja sembari mendengarkan sebuah lagu lewat earphone di kedua telingaku. Hey mom, hey dad when did this end? When did you lose your happiness? I'm here alone inside of this Broken Home. I'ts broken home.    Aku membiarkan lagu berjudul Broken Home itu terngiang begitu saja di telingaku bahkan hingga hinggap di otak. Untungnya, aku sendirian di kelas ini sekarang. Seluruh teman sekelasku memilih pergi keluar, jadi ini menjadi kesempatan besar untuk diriku agar tidak diganggu. Tak! Tak! Tak!    "Key?!!"    Ditengah ketenanganku, aku mendengar suara lirih gertakan meja yang aku tiduri dan panggilan namaku. Aku mendongak, membuka kedua earphone di telingaku, lalu menatap orang yang menggertak mejaku secara brutal itu. "Apaan sih, Rin?" Ternyata dia Arin, teman sekelasku.    "Adek lo berantem tuhh di halaman belakang," balasnya.    Aku mengernyit. "Adek gue?" Tanyaku. "Iya si Jackson. Dia berantem tuh di halaman belakang. Lo mendingan cepet samperin dia deh!" Perintah Arin.    Aku memutar kedua bola mataku dan menghela napas bersamaan. Lantas, karena paksaan, aku pun beranjak berdiri dan mengikuti Arin yang berjalan lebih dulu di depanku. Sebenarnya aku malas menuruti perintah penggemar adikku itu. Ya, Arin adalah salah satu dari sekian banyak siswi di sekolah ini yang menyukai Jackson, yang hanya bisa memuja ketampanan adikku itu. Sesampainya di halaman belakang sekolah, aku cukup terkejut, ternyata ada banyak orang di sini yang lebih dominan oleh para siswi penggemar adikku, tapi tak ada satupun dari mereka yang berani melerai Jackson dan temannya. "Tuhh, Key!" Ujar Arin seraya menunjuk kearah Jackson yang tengah adu mulut dengan temannya.  Aku terdiam tak menggubris ucapan Arin yang terlihat lebih cemas daripada aku. Aku menyilangkan kedua tanganku ke depan d**a seraya menatap Jackson dan temannya itu.    "Key, cepetan pisahin!!" Perintah Arin seraya sedikit mendorong tubuhku.    Aku mendecit kesal. "Iya iya!"    Aku pun berjalan menerobos gerombolan murid dan menghampiri Jackson, namun aku tak langsung melerainya. "Jackson!" Panggilku santai, membuat Jackason tak sadar akan keberadaanku.    "Jackson! Stop!" Ujarku lagi.    Untuk yang kedua kalinya, Jackson masih juga belum mendengarku. Aku pun lagi-lagi terdiam melihatnya yang masih adu mulut dengan temannya itu. Untuk beberapa saat, hanya kata-k********r yang aku dengar dari pertengkaran mereka. Namun, di saat yang sama ketika aku tengah santai menonton pertengkaran itu, Jackson dengan sengaja menghantam wajah temannya itu dengan pukulan keras. Mataku pun terbelalak lebar menatap adikku melakukan k*******n semacam itu. Wajah Jackson yang memerah kesal pun menatap tajam temannya itu yang sudut bibirnya kini terluka akibat pukulan adikku. "Jackson! Please, stop!!!" Teriakku. Namun, Jackson masih melawan temannya itu dan sama sekali tak menggubrisku. Aku pun menghela napas dalam-dalam, lalu berdiri tepat di tengah pertengkaran itu, lalu menampar pipi Jackson kasar.    "Can you hear my voice? Just stop it!" Bentakku.    Seluruh orang yang berada di sini menatap kami terdiam. Teman Jackson yang tadi ia pukul pun tiba-tiba mundur sesaat setelah mendengar bentakkan kasar juga tamparan dariku untuk Jackson.    "Kalian berdua!"    Suara tegas seorang wanita membuat amarahku tertunda untuk Jackson. Seluruh murid di sini kini terlihat ketakutan, aku dan Jackson pun menatap seorang wanita di depan gerombolan para murid yang menyilangkan tangannya ke depan d**a.    "Oh my god, guru BP!" Gumamku.    Bu Ratna, guru Bimbingan Penyuluhan (BP) di sekolah ini. Yang terkenal ketus, galak, dan garang, juga guru yang paling ditakuti para murid di sekolah ini. Kini, guru berkacamata itu menghampiriku dan juga Jackson, ia lalu menatap kami tajam, dan mendengus kesal. "Ikut ke ruangan saya!" Perintahnya.    Jackson terlihat mendengus kesal, lalu remaja kelas tiga SMP itu menatap temannya yang tadi ia pukul. "f**k!" Gumamnya.  Aku menghela napas panjang. Gara-gara Jackson aku jadi kena masalah lagi. s****n! ***    "Kenapa kalian bertengkar di halaman sekolah?" Tanya Bu Ratna ketika aku dan Jackson tiba di ruang BP.    "Saya nggak salah, Bu!" Ujarku.    "Lalu, kenapa tadi saya lihat kamu menampar Jackson?" Tanyanya lagi.    Aku mendecit kesal. Ingin rasanya aku jujut tentang semuanya pada Bu Ratna, namun itu bisa berakibat buruk untuk adikku. Tak mungkin kulakukan. Sebenarnya, Bu Ratna salah paham, niatku hanya ingin melerai adikku yang sok jagoan itu, namun sepertinya yang ia lihat benar-benar menjadi bukti kuat untuk masalah ini. Bu Ratna layaknya diktator. "Keyrina, masalahmu yang kemarin belum selesai, sekarang kamu buat masalah baru lagi?!" Bentak Bu Ratna yang duduk di sebrang kami berbatas meja guru.    Aku dan Jackson terdiam.    "Sebentar lagi orang tua kalian akan datang!" Perjelas Bu Ratna.    Hening sejenak. Lalu kemudian Tok! Tok! Tok! Clak!    Sesaat setelah diketuk, pintu ruangan senyap ini terbuka begitu saja. "Permisi," ujar seseorang yang baru datang itu. Aku menoleh. Aku memutar bola mataku dan segera memalingkan pandanganku dari seseorang yang baru saja kulihat itu. Mama. Ya, dia orang yang mengetuk pintu tadi. Sabar saja, sebentar lagi aku akan mendapat ocehan panjang darinya. "Selamat datang.  Silahkan duduk di sini, Bu," sapa Bu Ratna pada Mama dan menyuruhnya duduk di kursi di sebelahku. Clak!    Pintu berwarna coklat tanah itu lagi-lagi terbuka. Kini, nampak seorang lelaki tampan yang mengenakan kemeja putih berbalut jas hitam dengan dasi yang melingkar di lehernya juga celana dan ikat pinggang dengan warna senada. Napasku tercekat, mataku lagi-lagi terbelalak lebar. Melihat lelaki itu yang kini berjalan dan duduk disebelah Jackson. Aku menatap Mama yang duduk disebelahku, Mama terlihat gugup dan senantiasa membuang muka dari pandangan lelaki itu. "Saya orang tua Jackson," ujar lelaki itu pada Bu Ratna.    Kau tau? Rasanya aku ingin segera menghampiri lelaki itu, lalu memeluk tubuhnya erat sembari menangis. Daddy. Batinku memanggilnya.    "Baiklah, saya akan menjelaskan permasalahan anak Bapak dan Ibu," ujar Bu Ratna saat kami sudah berkumpul. "Tadi, Jackson dan Keyrina bertengkar di halaman belakang sekolah. Saya juga melihat Keyrina menampar Jackson," perjelas Bu Ratna.    "Apa? Anak saya ditampar?" Pekik lelaki itu dengan nada suara lumayan keras.    Aku menatapnya kini. Semoga dia tak marah. Hatiku terus berdoa seperti itu. Dan kini aku melihat lelaki itu mendengus kesal, lalu ia menatap wajah Jackson dan memeriksanya. "Are you okay?" Terdengar lelaki itu bertanya lirih pada Jackson.    Aku hanya bisa tertunduk kini. Jika aku menatap cermin sekarang, mungkin aku sudah melihat jelas bahwa mataku sudah berkaca-kaca. Air mataku hanya tinggal menetes saja, namun aku terus berusaha menyekanya. "Lalu, Jackson buat masalah apalagi, Bu?" Tanya lelaki itu pada Bu Ratna. "Tidak ada. Hanya itu. Dan saya harap, Jackson diberi pelajaran agar tidak mengulangi lagi tindakan pertengkaran semacam itu. Tolong diberi pelajaran ya, Pak," balas Bu Ratna.    "Iya, Jackson akan saya beri pelajaran."    "Baiklah, Bapak dan Jakcson boleh pergi."    Jackson dan lelaki itu berdiri dari kursinya, lalu lelaki itu menggenggam pergelangan tangan Jackson dan menuntunnya keluar. Aku menatap kedua orang itu hingga mereka keluar ruangan ini. Tanpa kusadari, air mataku sudah menetes melihat Jackson dan lelaki itu. Lelaki itu benar-benar tak peduli padaku, ia bersikap seakan aku memang bukan orang yang ia kenal. Kini, aku melihat jelas lelaki itu menutup pintu ruang inu perlahan, dan di saat yang sama dirinya pun tak terlihat. He is not my daddy anymore. Batinku kembali bergumam.    "Keyrina!" Gertakan Bu Ratna membuyarkan lamunanku. Aku pun segera menoleh dan kembali menatapnya. "Anak saya buat masalah apa lagi, Bu?" Tanya Mama. Bu Ratna kemudian menghela napas.    "Keyrina buat banyak masalah di sekolah ini. Wali kelasnya bahkan senantiasa protes dan minta tolong sama saya untuk memberi Keyrina pelajaran agar ia bisa menjadi murid baik," keluh Bu Ratna.    "Anak saya bukan murid baik?" Tanya Mama.    Bu Ratna menggeleng.    "Keyrina benar-benar pembuat onar di sekolah ini. Banyak sekali masalah yang diperbuatnya. Guru bahasa inggris bilang pada saya bahwa Key sering membolos ketika jam pelajarannya, dia juga pernah menjahili kepala sekolah yang sedang tidur di ruangannya, dan dia pernah berteriak-teriak dan membuat rusuh saat upacara hari Ibu waktu itu."    Aku tak bisa berbuat apa-apa sekarang di tengah dua orang yang tak memihakku. Aku hanya bisa tertunduk dan masih membayangkan tentang lelaki itu.    "Maaf soal Keyrina, Bu," ujar Mama. *** Beberapa waktu kemudian...    Kini, pembicaraan panjang dan membosankan antara Mama dan Bu Ratna sudah selesai. Aku pun akhirnya bisa keluar dari ruang BP yang kupikir lebih terasa seperti neraka.    "Kamu kenapa sih bersikap buruk kayak gitu?" Tanya Mama di luar ruangan.    Aku tak menjawab.    "Kamu bikin Mama malu di depan guru tadi!" Bentak Mama.    Aku masih tak menjawab. Tiba-tiba saja, handphone di dalam saku bajuku bergetar dan berdering menandakan ada panggilan yang belum terjawab. Aku pun segera mengeluarkan handphone itu dan melihatnya. Incoming call Kak Nathan    Begitu tulisan yang tertera di layar handphoneku. Aku lantas terkejut.    Is this real?. Batinku.    Aku hampir menekan ikon berwarna hijau dan ingin menerima panggilan itu. Namun... Prang!    Handphone itu lebih dulu dirampas Mama dan dibantingnya ke lantai.    "Saat kaya gini kamu masih berani main handphone? Hah?" Bentak Mama.    "Mama bener-bener kecewa sama kamu!" Sambungnya.    Aku tak mempedulikan Mama yang marah bahkan kecewa padaku. Kini, pikiranku hanya tertuju pada handphone Iphone 6 yang tergeletak tak berdaya di atas lantai. Aku mengambilnya dan mencoba menyalakannya. Namun, handphone itu tak beraksi, hanya menunjukkan layar hitam polos dan sedikit ada bayangan wajahku yang samar. Handphoneku rusak!    "Ahh, s**t!" Keluhku. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD