Bagian 2

1150 Words
September, 2018 Musim gugur. “Kau yakin akan tinggal di sini sendirian?” Jin Woo kembali bertanya untuk ketiga kalinya. Laki-laki itu sedang membantu Yeri menata barang-barangnya. Hari ini Yeri resmi pindah ke apartemen. Yeri kembali mengangguk. Ia memang memutuskan untuk keluar dari rumah dan tinggal sendirian. “Kau tak kasihan pada ibumu?” “Kenapa?” “Dia tinggal sendirian.” “Ibu tidak akan kesepian.” Yeri meletakkan beberapa buku yang baru ia keluarkan dari dalam kardus ke sebuah rak buku berwarna putih di ruang tengah. “Kau bisa sering-sering mengunjungi ibuku. Rumahmu dekat dari sana, itu juga jika ibu ada di rumah.” Yeri memilih keluar dari rumah dan tinggal sendiri bukan hanya untuk belajar hidup dengan mandiri, tapi karena wanita itu merasa rumah bukan lagi tempat yang nyaman. Setelah kematian ayahnya 4 bulan lalu, Yeri merasa rumahnya menjadi sangat sepi. Sang ibu sibuk mengurus restoran yang dikelolanya, membuat Yeri merasa sangat kesepian. Seolah dia tinggal sendiri di rumah itu. Entahlah, mungkin ibunya sengaja menyibukkan diri agar tak teringat mendiang ayahnya. Sejujurnya Yeri juga begitu. Wanita itu sudah berusaha menyibukkan dirinya agar tak teringat mendiang ayahnya, tapi setiap kali pulang ke rumah, saat ia membuka pintu, Yeri melihat bayangan ayahnya yang tersenyum menyambut kedatangannya. Terlalu banyak kenangan tentang ayahnya di rumah itu, dan itu membuat Yeri merasa tersiksa. Rasanya sangat menyakitkan setiap kali ia mengingat kenangan bersama ayahnya di rumah itu. “Lalu kenapa harus di sini? Ada banyak apartemen lain di luar sana.” Yeri yang sedang menata buku di rak, menoleh pada Jin Woo. Ada rasa tak suka di raut wajah laki-laki itu. Yeri tahu betul penyebabnya, karena ia memilih tinggal di apartemen ini. “Sayang saja jika tidak ditinggali, lagi pula aku membayar mahal untuk membeli apartemen ini. Ayah Ha Joon juga mengizinkanku tinggal di sini,” jawab Yeri lalu kembali menata buku di rak buku. “Kau gila? Aku tahu kau juga ikut membeli apartemen ini, tapi untuk apa kau tinggal di sini? Kau masih belum bisa melupakan b******n itu?” Yeri mematung. Benar mungkin dia sudah gila. Awalnya ia dan Ha Joon membeli apartemen ini untuk mereka tinggali setelah resmi menikah. Tapi pernikahan itu gagal karena Ha Joon yang menghilang tanpa kabar meninggalkannya di hari pernikahan mereka. Jika Yeri masih waras, ia tak mungkin menempati apartemen ini. “Jika tidak ditempati, sayang apartemen ini dibiarkan kosong,” ucap Yeri dengan tenang. “Kau masih berharap dia kembali dan menemukanmu di sini?” Yeri terdiam. Ingin menyangkal tuduhan Jin Woo, tapi jauh di dalam hatinya Yeri memang berharap Ha Joon kembali dan itu salah satu alasan kenapa Yeri memilih tinggal di sini. “Han Yeri! Sadarkan dirimu!” ucap Jin Woo dengan suara agak tinggi. Laki-laki itu terlihat hampir putus asa. 6 bulan berlalu setelah Ha Joon meninggalkannya dan Yeri masih belum bisa melupakan laki-laki b******k itu. Yeri membalikkan badannya setelah selesai menata buku di rak. Wanita itu lantas menatap Jin Woo yang juga sedang berdiri menatapnya. Yeri tersenyum. Seolah menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja. Padahal mungkin ia sangat hancur jauh di dalam dirinya. “Aku sadar, sepenuhnya sadar.” “Lalu kenapa harus tinggal di sini? Aku bisa mencarikan tempat tinggal yang lain untukmu.” “Jin Woo-ya, sudah berapa kali kita berdebat tentang tempat ini? Dan keputusanku juga akan tetap sama. Jadi kumohon berhenti. Ibuku juga sama sekali tak masalah aku tinggal di sini.” Jin Woo menghela napas kasar lalu membuang muka ke arah lain. Harusnya dia sadar jika Yeri sangat keras kepala. Wanita itu pasti tak akan mendengarkan ucapannya. “Oke, aku akan berhenti,” ucap Jin Woo yang akhirnya menyerah. Laki-laki itu sadar percuma ia berdebat dengan Yeri yang keras kepala karena wanita itu tak akan mendengarkan perkataannya. “Bisa kau jelaskan kenapa kau keluar dari perusahaan? Kau berhenti menari balet?” Yeri tampak terkejut ketika Jin Woo tahu bahwa dirinya keluar dari perusahaan. Ia sama sekali belum mengatakan tentang hal itu pada Jin Woo, bahkan ibunya saja belum tahu. “Kau tahu dari mana?” “Tak penting aku tahu dari mana, sekarang jelaskan apa kau berhenti menari balet.” “Bisa dibilang begitu,” jelas Yeri singkat. Jin Woo menatap Yeri tak percaya. Bagaimana bisa wanita itu berhenti menari balet, hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan Yeri sejak kecil? “Kau gila? Bukannya kau sangat menyukai balet? Kenapa berhenti? Apa ibumu tahu? Kau bisa bayangkan betapa terkejutnya beliau saat tahu kau berhenti?” Rentetan pertanyaan itu keluar dengan cepat dari mulut Jin Woo. Dari pada bertanya, Jin Woo lebih mirip seorang ibu yang sedang mengomeli anaknya yang ketahuan berbuat nakal. “Aku memang menyukai balet, tapi sudah tidak seperti dulu lagi. Rasanya balet tidak terlalu menyenangkan seperti dulu,” jawab Yeri. Wanita itu lalu kembali membongkar barang-barangnya yang masih berada dalam kardus, seolah tak peduli pada Jin Woo yang sedang menatapnya dengan raut wajah tidak percaya. Balet sudah menjadi bagian dari hidup Yeri sejak usianya 8 tahun. Yeri adalah penari balet berbakat dan ia tergabung dalam salah satu perusahaan balet besar di Korea Selatan. Namanya juga cukup di kenal publik sebagai salah satu dari penari balet berbakat di negeri ginseng ini. Namun, sejak kematian ayahnya Yeri kehilangan gairahnya terhadap balet dan karena itu Yeri memutuskan untuk berhenti. “Aku tidak sepenuhnya berhenti, sekarang aku mengajar di sekolah balet,” jelas Yeri. Ia memang tidak sepenuhnya berhenti dari balet. Ia hanya berhenti menari di atas panggung, tapi tak benar-benar meninggalkan balet yang telah menjadi bagian hidupnya selama ini. “Sekolah balet?” Yeri mengangguk. “Jadi jangan mengajakku berdebat lagi, aku lelah.” Jin Woo kembali menghela napas. Jika Yeri sudah seperti itu, artinya dia memang tidak ingin berdebat lagi dan Jin Woo tak bisa berbuat apa-apa selain menerima keputusan Yeri untuk berhenti menari balet. Walau keputusan temannya itu sangat disayangkan, karena Yeri adalah penari yang berbakat. Jin Woo yakin, Yeri bisa lebih sukses dari sekarang sebagai seorang penari balet. **** Malam itu Yeri masih sibuk mengeluarkan dan menata barang-barangnya. Jin Woo sudah pulang sore tadi karena harus bertemu dengan seorang klien, katanya. Tangan Yeri terhenti ketika ia memegang sebuah pigura. Sebuah foto lama terbingkai di sana. Itu foto dirinya 10 tahun yang lalu, saat ia menarikan swan lake dalam sebuah kompetisi balet. Yeri membalik pigura itu, untuk mengeluarkan foto di dalamnya. Ada sebuah tulisan tangan di bagian belakang foto itu. Yeri ingat siapa yang menulisnya, Ha Joon. Hadiah untukmu, karena tarianmu sangat indah. -Lee Ha Joon- Yeri menatap lekat foto lama itu. Kenangan saat pertama kali ia bertemu dengan Ha Joon di depan gerbang sekolahnya kembali berputar di depan mata Yeri. Sebenarnya sangat sulit bagiku untuk berhenti. Balet adalah bagian dari hidupku sejak lama. Aku ingat perkataanmu waktu itu, “tarianmu sangat indah.” Waktu itu jantungku berdebar dengan cepat saat kau memuji tarianku. Dan sejak saat itu, aku memutuskan akan menjadi penari balet yang hebat. Tapi kepergianmu, meninggalkan luka membuatku pada akhirnya memilih berhenti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD