bc

Fall Down

book_age16+
1
FOLLOW
1K
READ
revenge
love-triangle
independent
brave
confident
CEO
drama
bxg
city
betrayal
like
intro-logo
Blurb

Han Yeri.

Yeri berarti keceriaan. Ayahnya memberi nama itu dengan harapan Yeri akan tumbuh menjadi wanita ceria dan membawa keceriaan pada orang-orang di sekitarnya. Ya, dulu memang seperti itu, tapi sekarang Yeri lebih mirip bunga layu yang hampir mati. Semua karena pengkhianatan yang dilakukan sang kekasih dan sahabatnya.

Ditinggalkan begitu saja di hari pernikahannya, membuat Yeri harus menanggung malu dan rasa sakit yang teramat dalam. Hingga suatu ketika wanita itu tahu jika selama ini sang kekasih yang ia pikir setia padanya ternyata bermain api dengan sahabatnya.

Yeri akhirnya berniat membalas dendam. Membuat Sae Ri, sahabatnya merasakan hal yang sama. Bagaimana rasa sakit dari sebuah pengkhianatan yang ia rasakan selama ini. Yeri ingin menyeret Sae Ri masuk ke dalam neraka bernama kehancuran seperti dirinya.

Hingga akhirnya dalam rencana balas dendamnya, Yeri berakhir jatuh cinta pada tunangan Sae Ri. Bisakah Yeri menyelesaikan balas dendamnya? Atau ia akan berakhir dengan merelakan segalanya?

chap-preview
Free preview
Bagian 1
21 Maret, 2018 Musim Semi Hari ini Yeri dan Ha Joon akan melangsungkan pernikahan mereka. Yeri tampak begitu cantik dan anggun dalam balutan gaun pengantin berwarna putih. Riasan wajah yang tidak berlebihan membuat wanita berusia 27 tahun itu jauh lebih cantik. Yeri adalah wanita paling bahagia hari ini, 10 menit lagi ia dan sang kekasih akan mengucapkan janji suci pernikahan di depan pendeta dan para tamu undangan. “Apa kau gugup?” tanya Aeri, ibu Yeri yang juga berada di dalam ruang tunggu untuk menemani Yeri. Sementara suaminya berada di depan untuk menyambut para tamu undangan yang datang. Yeri mengangguk. Tentu saja ia merasa gugup, 10 menit lagi ia akan resmi menjadi istri Ha Joon dan melepaskan statusnya sebagai wanita lajang. Yeri sungguh tak menyangka, ia dan Ha Joon akhirnya akan menikah setelah hampir 10 tahun menjalin hubungan. Ia dan Ha Joon pertama kali bertemu saat keduanya masih SMA, mereka menjadi dekat dan memutuskan untuk berkencan. Lalu pada akhirnya hari ini mereka akan menikah. Yeri merasa kisah cintanya dengan Ha Joon benar-benar romantis. Cinta pertamanya akan menjadi suaminya sekarang. Bukankah, itu terdengar romantis? Aeri meraih tangan Yeri lalu mengusapnya pelan. Tangan putrinya itu terasa sangat dingin seperti es. “Tenanglah, semua akan berjalan dengan lancar. Kau hanya perlu berjalan dengan anggun menuju altar dan mengucap janji pernikahan dengan baik. Setelah itu semuanya akan selesai, kau hanya tinggal hidup bahagia bersama Ha Joon.” Dengan mata berkaca-kaca Yeri menatap ibunya. Wanita yang telah melahirkannya itu selalu bisa menenangkan dirinya hanya dengan sebuah kata-kata. “Oh...oh...oh... jangan menangis, riasanmu akan terlihat buruk nanti,” ucap Aeri buru-buru menyeka sudut mata Yeri yang berair. “Aku hanya merasa terharu, kata-kata yang ibu ucapkan selalu bisa membuatku merasa jauh lebih baik.” Aeri tersenyum menatap Yeri sembari mengelus pelan pipi wanita itu. Wanita paruh baya itu sama sekali tidak menyangka putri semata wayangnya akan menikah hari ini. Aeri merasa seperti baru kemarin ia melihat Yeri pertama kali masuk TK, tapi hari ini putrinya hari sudah akan menjadi istri orang. Waktu berlalu begitu cepat, itulah alasan kenapa manusia juga menua dengan begitu cepat. Brakk!!! Yeri dan ibunya menoleh ke arah pintu. Jin Woo, sahabat Yeri masuk ke dalam ruang tunggu itu dengan napas memburu. Yeri mengerutkan dahinya menatap Jin Woo yang terlihat seperti habis berlari. Yang dia tahu Jin Woo ada di depan bersama ayahnya untuk menyambut tamu undangan yang datang. “Ada apa?” tanya Yeri masih dengan mengerutkan dahinya. “Ha... Joon...” jawab Jin Woo dengan napas tersengal. Laki-laki itu kemudian menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. “Ha Joon menghilang.” “Apa?” Kedua mata Yeri membulat mendengar jawaban dari Jin Woo. Menghilang apa maksudnya? “Bukankah dia sudah datang tadi? Dia bahkan menemuiku saat aku masih dirias?” Yeri sama sekali tidak percaya jika Ha Joon tiba-tiba menghilang. Pagi tadi kekasihnya itu datang ke ruang tunggu untuk melihat dirinya dirias, tapi apa yang baru didengarnya, Ha Joon menghilang? “Aku tahu. Setelah itu ia pamit untuk pergi ke suatu tempat sebentar, tapi Ha Joon tidak kembali dan tidak bisa dihubungi. Aku sudah pergi ke rumahnya dan dia tidak ada di sana,” jelas Jin Woo. Buk... Buket mawar putih yang sejak tadi Yeri genggam jatuh ke lantai. Kepala wanita itu mendadak pusing setelah mendengar penjelasan Jin Woo. Ha Joon tiba-tiba menghilang di hari pernikahan mereka? Wanita itu sama sekali tidak mengerti dengan situasi yang terjadi padanya sekarang. Yeri merasa pandangannya mengabur. Kata-kata Jin Woo tentang Ha Joon yang menghilang terngiang-ngiang di kepalanya. Wanita itu merasa akan jatuh pingsan sebentar lagi, tapi Yeri lebih dulu mendengar suara seseorang terjatuh. Itu ibunya. Dengan pandangan kosong Yeri menatap ibunya yang jatuh pingsan serta Jin Woo yang berteriak meminta tolong pada orang di luar. Hari itu aku bertanya pada diriku sendiri. Apa kesalahanku sampai kau tiba-tiba meninggalkanku? Kenapa kau tiba-tiba menghilang? Apa kau tak mencintaiku? Apa aku berbuat dosa yang begitu besar sampai Tuhan melakukan ini semua padaku? Tapi dosa apa yang aku perbuat sampai membuatku kehilangan seperti ini? Kenapa takdir begitu kejam? Setelah membuatku terbang setinggi langit, dia menjatuhkanku hingga ke dasar neraka. *** 30 Mei, 2018 Musim panas Yeri menatap kosong pada lantai kayu di bawah kakinya. Takdir sepertinya sedang mempermainkan hidupnya. Setelah Ha Joon yang tiba-tiba menghilang di hari pernikahan mereka dan membuat kedua orang tuanya menanggung rasa malu serta sakit hati. Hari ini Yeri harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya harus pergi meninggalkannya untuk selamanya. Satu jam yang lalu, Yeri mendapati ayahnya jatuh pingsan di ruang tamu. Saat ia membawa ayahnya ke rumah sakit, dokter bilang pria paruh baya itu telah meninggal dunia karena serangan jantung. Yeri sama sekali tidak mengerti dengan apa yang coba Tuhan rencanakan dengan hidupnya. Setelah membuatnya kehilangan Ha Joon, sekarang ia juga harus kehilangan ayahnya. Yeri menatap iba pada sang ibu yang jatuh tersungkur di depan peti tempat tubuh ayahnya di semayamkan sambil menangis. Wanita itu kemudian berjongkok dan memeluk sang ibu. Yeri tidak mengatakan apa pun, yang dia lakukan hanya mengusap pelan punggung ibunya. Ia tahu kata penghiburan apa pun tak akan membuat ibunya merasa lebih baik, karena ia juga merasa begitu. Bagi Yeri ucapan para pelayat yang datang ke pemakaman ayahnya sama sekali tak dapat menghiburnya. Kata-kata yang menyuruhnya sabar dan tabah itu hanya seperti angin lalu bagi Yeri. Mata Yeri menangkap dua orang yang baru saja masuk ke dalam rumah duka. Raut wajah kedua orang itu tampak begitu suram, antara sedih dan juga bersalah. Kedua orang itu kemudian berjalan menghampiri Yeri dan membungkukkan badan padanya. Yeri menatap kedua orang itu dengan tatapan kosong sementara sang ibu langsung bangkit dan menatap nyalang pada kedua orang yang saat ini berdiri di depan mereka. Dua orang itu adalah Lee Dong Hwan dan Choi Kang Hee, kedua orang tua Ha Joon. “Semua gara-gara putra kalian,” hardik ibu Yeri pada kedua orang tua Ha Joon. “Jika putramu tidak menghilang dan meninggalkan putriku, ayah Yeri pasti masih hidup sekarang.” “Ibu, cukup.” Yeri memegang kedua bahu ibunya untuk menenangkan wanita paruh baya itu. Baginya menyalahkan kedua orang tua Ha Joon adalah hal percuma. Mereka sama sekali tidak ada hubungannya dengan peristiwa menghilangnya Ha Joon. “Saya benar-benar minta maaf,” ucap Dong Hwan sambil membungkukkan badannya. Yeri tidak tahu sudah yang ke berapa kalinya pria paruh baya itu membungkuk sambil meminta maaf pada dirinya dan juga orang tuanya. “Paman tidak perlu minta maaf, ini sama sekali bukan salah paman.” Yeri membantu Dong Hwan untuk kembali berdiri tegak. Mengenal kedua orang tua Ha Joon selama hampir 10 tahun, membuat Yeri menganggap Dong Hwan dan Kang Hee seperti orang tuannya sendiri. Mereka berdua pun juga menganggapnya seperti putri mereka sendiri, dan Yeri tidak tega melihat kedua orang itu harus membungkuk dan meminta maaf padanya atas perbuatan putra mereka. Setelah memberikan penghormatan pada mendiang ayahnya, kedua orang tua Ha Joon segera meninggalkan rumah. Yeri yang menyuruh mereka untuk segera pergi. Tak sopan memang, karena ia terlihat seperti mengusir keduanya, tapi Yeri takut ibunya akan kembali mengamuk dan menyalahkan kedua orang tua Ha Joon atas kematian ayahnya. *** Yeri berdiri di belakang pagar pembatas roof top di atas rumah duka. Salah satu dari keluarga sang ayah menggantikannya untuk menyapa para pelayat yang datang. Sementara sang ibu yang kembali pingsan untuk ketiga kalinya harus beristirahat di salah satu ruangan, bibi dari pihak ayahnya yang menjaga sang ibu. Yeri menatap kosong ke arah langit yang tampak mendung sore itu. Seolah langit itu ikut bersedih atas kepergian sang ayah. Wanita itu kemudian memegang pagar pembatas di depannya lalu melihat ke arah jalanan di bawah sana. Yeri membayangkan, apa dengan melompat dari sini, bisa membuatnya langsung bertemu dengan malaikat maut ketika kepalanya membentur aspal di bawah sana. “Kau tak berniat melompat ke bawah sana, bukan?” Yeri menoleh ke sumber suara, Jin Woo dengan setelan jas berwarna hitam berjalan ke arahnya. Jin Woo yang membantunya mengurus upacara pemakaman ayahnya. Harus Yeri akui jika sebagai teman, Jin Woo sangat bisa diandalkan. “Aku hanya membayangkan apa aku akan langsung bertemu malaikat maut jika melompat dari sini,” jawab Yeri. Memang itu yang sedang ia pikirkan. Jin Woo berdecap lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. Pria itu kemudian melirik ke arah Yeri yang berdiri di sampingnya. “Kalau kau mati sekarang, aku harus berteman dengan siapa?” Sebelah sudut Yeri terangkat mendengar ocehan temannya. “Tenang saja, aku sudah janji untuk hidup lebih lama dari ibuku.” “Kau baik-baik saja?” Yeri menoleh sekilas pada Jin Woo. Hanya Jin Woo yang bertanya apakah ia baik-baik saja. Sejak tadi, semua orang yang datang melayat, entah itu anggota keluarga atau teman-temannya, mereka hanya menyuruhnya untuk tabah dan menerima kenyataan. Tak ada satu pun yang menanyakan keadaannya. “Apa ada yang baik-baik saja saat ayahnya baru saja meninggal?” Yeri balik bertanya sambil menatap kosong pada deretan gedung pencakar langit di depannya. “Kau sama sekali tidak menangis, jadi aku pikir ada yang salah.” “Untuk menunjukkan kesedihan, tidak perlu harus menangis.” Itu hanya kata-kata yang dikatakan Yeri dengan asal. Ia sendiri tidak mengerti kenapa tak bisa menangis walau sebenarnya merasa sangat terpukul atas kematian yang ayah. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam dadanya, hingga Yeri sama sekali tak bisa meneteskan air mata. Yeri hanya merasa sesuatu yang penting dalam hidupnya tiba-tiba menghilang dan membuatnya merasa kosong.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook