bc

Penulis Bayangan

book_age12+
65
FOLLOW
1K
READ
others
tragedy
no-couple
scary
genius
ambitious
lucky dog
male lead
realistic earth
crime
like
intro-logo
Blurb

Roni adalah pria perjaka berumur 20 tahun yang bekerja sebagai "Penulis bayangan". Dengan kualitas penulisan di atas rata-rata, dia bekerja menulis cerpen atau bahkan novel untuk orang lain. Banyak cerita yang dia tulis menjadi best seller, tetapi bukan namanya yang terlampir di bagian sampul buku.

Sampai akhirnya ada salah satu klien yang meminta Roni untuk menulis cerita bertema dunia gelap dengan bayaran yang sangat tinggi. Roni adalah penulis yang ulet dan realistis, dia tidak akan menulis sesuatu sebelum dia merasakan sendiri kejadian tersebut. Atau setidaknya mewawancarai seseorang yang mempunyai pengalaman sama seperti nasib tokoh yang ingin dia tulis. Menjelajahi dunia gelap seperti g**g Mafia, obat haram, bahkan penjualan manusia satu persatu Roni datangi demi pekerjaannya yang harus profesional.

****

Cover by: STARY

chap-preview
Free preview
Penulis Bayangan, Roni
Suara ketikan keyboard laptop dari dalam ruang kerja seorang pria perjaka berumur dua puluh tahun terdengar. Dia mengetik kata demi kata sampai sempurna dan sama dengan apa yang ada di pikirannya. Cahaya berwarna orange yang masuk ke dalam ruangan kerjanya melewati jendela ruangan membuat suasana menjadi lebih damai dan nikmat. Secangkir kopi hitam terletak di samping laptop, terlihat kopi itu sudah menjadi dingin karena lama didiamkan peminumnya. Tak lama ketukan pintu terdengar, membuat pria yang fokus menulis tadi berhenti dari aktivitasnya dan menoleh ke belakang. "Ya?" Pintu terbuka begitu dia bertanya demikian, kemudian masuk pria dengan kaus oblong berwarna putih dengan celana berwarna cokelat selutut. "Ron, masih sibuk?" Tanya pria itu kepada Roni yang tadi menulis. "Ya, sedikit lagi. Besok tenggat waktunya, mungkin jam sepuluh malam nanti selesai," Jawab Roni, kemudian kembali fokus menatap layar laptop-nya. Setelah Roni menjawab demikian, tidak ada lagi suara pria yang tadi masuk. Roni kembali menoleh ke belakang, kemudian kedua sudut alisnya bertaut saat melihat sahabatnya terdiam sembari menatapnya. "Gli, kenapa?" Sagli menggeleng pelan, kemudian tersenyum tipis dan menjawab,"Mau sampai kapan kamu jadi penulis bayangan gini?" Roni menghela napas diam-diam saat mendengar pertanyaan Sagli, ini sudah kesekian kalinya sahabatnya menanyakan pertanyaan yang sama. Dengan kedua bahu yang diangkat acuh, Roni menjawab,"Sampai aku kaya." Kemudian dia kembali menatap ke layar laptop. Sagli tertawa kecil. "Miris gue ngeliat mereka yang menghubungi kamu cuma buat minta dibikinin novel yang bukan hasil jerih payah mereka sendiri." "Ya...tapi mereka bayar, Gli. Aku 'kan cuma mau ngebantu mereka," Balas Roni, kemudian tersenyum tipis sembari menggeleng pelan. "Ngebantu itu kalau kamu ngajarin caranya nulis ke mereka, itu baru ngebantu. Bukan kamu yang justru nulis novel buat mereka. Lagi pula, semahal apapun mereka ngebayar kamu, tetap saja salah! Kalau gak bisa nulis ya, belajar. Kalau malas, mending gak usah nulis. Dari pada dia mengambil alih hak cipta orang," Ujar Sagli. "Ya...ya...aku sudah sering dengar ceramah kamu yang ini, kok. Btw, tolong bikin aku kopi baru, dong. Kopi milikku yang ini sudah dingin." Kemudian kedua mata Roni melirik ke arah gelas kopi yang ada di samping laptopnya. Sagli menghela napas saat melihat sifat dan jawaban sahabatnya yang masih tetap sama walaupun dia sudah menceramahi ribuan kali. Dengan malas Sagli mengambil cangkir kopi Roni, kemudian berjalan keluar sambil berkata,"Satu gelas seratus ribu." "Kalau begitu lebih baik aku minum di Starbucks," Balas Roni tanpa menoleh, dia tahu Sagli hanya bercanda. Roni kembali fokus menulis, saat sudah mencapai paragraf terakhir yang telah sangat dekat dengan ending cerita, tiba-tiba suara dering telepon dari smartphone genggam bisnisnya terdengar. Roni menggerutu kesal, dia paling tidak suka diganggu saat sedang menulis ending. Karena menurutnya, ending adalah salah satu bagian yang sangat terpenting dalam sebuah cerpen atau novel. Dengan malas Roni mengambil smartphone-nya, kemudian mengangkat telepon. Saat melihat nomor tak dikenal, Roni segera tahu bahwa nomor itu adalah milik klien barunya. Ya, bertambah lagi penulis yang malas menulis. "Hallo, selamat sore," Sapa Roni sopan saat mengangkat telepon. Bertepatan dengan itu, Sagli kembali dan masuk ke dalam ruangan kerjanya sembari membawa dua cangkir kopi hitam panas. Sagli meletakkan cangkir kopi milik Roni di samping laptop pria itu, kemudian berjalan mundur dan menarik bangku yang berada tak jauh dari belakang pintu. Roni mengangkat cangkir kopinya, kemudian melemparkan kode terimakasih kepada Sagli. Sagli mengangguk sebagai balasan. "Novel? Bisa saja, genre apa yang anda mau?" Tanya Roni kepada klien barunya. "Dunia gelap? Maksud anda seperti berandalan seram di luar sana?" Tanya Roni, kemudian menyeruput kopinya santai. "Tuan, lebih baik aku mengambil yang Action dari pada Romance. Ya, benar. Aku tidak punya pengalaman," Ucap Roni jujur, kemudian dia tertawa renyah bersama klien yang menelponnya di seberang sana. "Pengalaman di dunia gelap? Tentu saja tidak ada. Tetapi, jika anda mau cerita yang hidup dan luar biasa tentang dunia gelap, saya berani menerobos risiko. Asal, bayarannya serupa," Ujar Roni, kemudian dia kembali menyeruput kopinya. "Lima puluh juta?" Tanya Roni dengan nada bicara biasa saja, seolah nominal itu adalah angka kecil. "Tidak bisa, aku butuh lebih. Tuan, jika anda sepakat di dua ratus juta, itu hal bagus. Jika tidak, silahkan cari jasa orang lain. Saya tidak berminat membantu," Ucap Roni, kedua alisnya bertaut serta tatapan matanya berubah dingin. "Hei, Bung. Dua ratus juta untuk ongkos-ku pergi ke tempat yang ingin diamati, kemudian belum juga untuk makan dan minumku selama bekerja. Dan lagi, bagaimana jika aku terkena cedera berat saat bekerja?" "Baiklah-baiklah, seratus lima puluh juta. Sepakat?" Sagli mengamati ekspresi dan percakapan klien baru dan sahabatnya. Seratus lima puluh juta? Astaga! "Baik, kalau begitu saya akan mengirim nomor rekeningku. Saya akan mulai bekerja setelah anda mengirimkan uangnya, sepakat?" "Baik, terimakasih. Semoga hari anda menyenangkan, Bung." Tutt...tutt... Roni menaruh kembali smartphone-nya di atas meja, kemudian menyenderkan punggungnya ke kursi komputer dan menghela napas. Dengan santai dan senyum ringan dia menyeruput kopi panasnya. "Kali ini siapa?" Tanya Sagli, kemudian dia berjalan ke arah jendela dan membuka jendela tersebut. "Entah, dia klien baru. Namun, sepertinya bukan orang main-main, karena dia berani membayar ku seratus lima puluh juta," Balas Roni. "Apa novel yang dia inginkan?" Tanya Sagli dengan alis kiri yang sedikit naik. "Bergenre Action. Dia memesan tentang geng Mafia, n*****a, atau mungkin jika aku beruntung dan mendapatkan kesempatan khusus mereview aku akan pergi ke tempat penjualan manusia. Gli, bukankah ini terdengar hebat?" Jawab Roni, kemudian tersenyum penuh semangat. "Bukan hal hebat lagi, Ron. Tetapi hal gila," Balas Sagli, kemudian pria itu menghela napas dan berjalan keluar. Sagli merasa, Roni semakin gila. Mengunjungi tempat terlarang dan mengerikan, itu bukan hal yang sepele. Roni tidak peduli, dia hanya mengangkat bahunya acuh saat melihat Sagli pergi. Kemudian, Roni kembali fokus untuk kembali menulis paragraf akhir ceritanya. Keesokan harinya, setelah bangun dari tidur nyenyak karena bermimpi tentang uang seratus lima puluh juta, Roni tersenyum cerah. Ketika pria itu menyalakan layar smartphone miliknya, notifikasi tentang transferan uang seratus lima puluh juta muncul. Dengan semangat yang menggebu-gebu, Roni melempar smartphone-nya ke atas kasur, kemudian berlari ke kamar mandi untuk memberishkan diri. Setengah jam kemudian, Roni sudah siap dengan pakaian setelan kemeja, khas seperti pejabat atau pembisnis sukses. Roni berjalan menuju ruang makan, kemudian menyapa Sagli seperti biasa, yang membedakan hanya lah, senyumnya hari ini terlihat lebih cerah dan lebar. “Wih…tumben rapih, Ron,” Ucap Sagli sembari mengunyah roti tawar miliknya. Roni mengangguk, kemudian kedua alisnya terangkat. Dengan nada bicara penuh semangat dia berkata,”Tentu saja, hari ini aku mau menjelajahi ‘dunia gelap’.” Kemudian Roni tertawa. Sagli menggeleng pelan. “Kamu serius, Ron? Sudah tahu ‘kan konsekuensinya?” Roni mengerutkan keningnya, matanya menatap kesal ke arah Sagli. “Jangan mencoba untuk mengubah hariku jadi terasa buruk, Gli. Aku tahu, berada di tempat para kriminal seperti mereka adalah suatu bahaya besar. Namun, ini adalah pekerjaanku. Lagi pula, aku hanya akan mewawancarai mereka. Sekiranya cukup dan aku puas, pasti aku akan langsung kembali.” Sagli tertawa renyah, kepalanya sedikit menggeleng, kemudian berkata,"Kamu terlalu menganggap enteng itu semua, Ron. Kamu tidak tahu apa-apa tentang mereka. Ron, sekali kamu melangkah masuk, maka sulit untuk mengambil langkah keluar. Bisa jadi kamu terjebak di dalamnya?" "Ah, kamu terlalu banyak menonton film, Gli!" Kemudian mengambil roti tawar dan segelas s**u yang sudah Sagli siapkan. Ya, Sagli seperti ibu-ibu, dia selalu cerewet. Walaupun begitu, Roni tahu bahwa Sagli adalah teman yang baik. Dua puluh menit Roni menghabiskan waktu untuk sarapan serta mengobrol sebentar dengan Sagli, kemudian pria itu langsung pamit pergi sembari menenteng kunci mobil. Mobil berwarna hitam dengan merek Aston Martin One-77 itu terparkir apik di garasi rumahnya. Jangan tanya berapa harganya, intinya itu adalah hasil jerih payah Roni sendiri. Roni masuk ke dalam mobilnya, kemudian menyalahkan mesin dan mulai menancapkan gas. Sebenarnya dia tidak yakin untuk membawa mobil mewahnya ke Kasino judi, namun dia tidak punya pilihan lain. Jika tidak naik ini, dia naik apa? Taxi? Tidak, Roni tidak suka dengan bau AC-nya. Entahlah, Roni tidak suka bau AC Taxi. Dia lebih cocok dan menyukai bau AC mobilnya sendiri. Roni memiliki keanehan dan keunikan tersendiri dalam mencari pengharum AC mobil. Dia paling tidak cocok dengan salah satu pengharum AC yang memiliki logo pinguin dan memilki rasa jeruk. Oke, lupakan itu. Sekarang, Roni sedang fokus mengemudi. Mobilnya terus berjalan membelah jalanan Ibu kota yang mulai padat karena sekarang adalah jam kerja. Banyak orang-orang kantor berdasi dengan perut buncit terburu-buru menuju kantor mereka. "Hallo, Diandra?" Roni meletakkan smartphone miliknya di telinga kirinya. "Kau di mana? Sudah ada di lokasi?" Tanya Roni kepada perempuan yang bernama Diandra tadi. "Oh...baiklah, aku akan segera sampai. Lima menit lagi, tunggu sebentar," Ujar Roni, kemudian setelah itu dia mempercepat laju mobilnya, membuat orang-orang terkejut dan mengerenyitkan dahinya kesal ke arah mobil Roni. Roni tidak peduli, karena sedikit lagi dia akan terlambat. Lagi pula, yang bekerja bukan hanya mereka. Saat sampai di tempat tujuan, mobil Roni masuk ke dalam basement gedung tempat parkir mobil. Setelah memarkirkan mobilnya, Roni segera mematikan mesin, kemudian mencabut kunci mobilnya dan berjalan keluar. Saat Roni hendak berjalan menuju ruangan lift, tiba-tiba dari arah belakangnya terdengar suara sepatu high heels serta suara wanita yang berkata,"Kamu terlambat dua menit, Roni. Jika aku jahat, aku benar-benar akan melupakan perjanjian kita."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K
bc

PLAYDATE

read
118.8K
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.6K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.2K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook