Chapter 4

1011 Words
Katanya mencintai adalah melihat dia bahagia, meski akhirnya bukan lagi kita pilihan hatinya. _Violet Violet menatap Rezky dengan seksama. Ia merasa terkejut dengan pernyataan dari Nahwa barusan, dan menyebutkan jika mereka adalah calon suami istri. Nahwa mengangguk semangat. "Iya, kita berdua memang akan menikah sebentar lagi" ucap Nahwa mantap. Violet bergeming dan melihat bagaimana keceriaan yang terpancar jelas pada wajah Nahwa, dan ia juga melihat senyum tipis pada Rezky. Jadi sebenarnya ia dipanggil ke tempat ini untuk apa? Apa berniat untuk mengenalkan calon istrinya? Rezky melihat raut kecewa pada wajah Violet. Ia tidak bisa berkutik apa pun, dan membuka waistbag yang masih terselempang pada bahunya itu. "Ini undangan dari kita berdua, untuk kamu," ucap Rezky seraya mengulurkan kertas berwarna merah muda, dengan tulisan yang bertinta emas. Violet diam melihat uluran undangan yang masih berada di dalam genggaman Rezky. Matanya mulia berkaca-kaca dan tak menyangka jika akhir dari kisahnya ini begitu menyakitkan. Ia menggelengkan kepala dan merasa hanya sebuah mimpi, tetapi lagi-lagi senyum keceriaan terpampang jelas pada wajah Nahwa saat ini. "Vi, apa kamu baik-baik aja?" tanya Nahwa saat melihat raut wajah Violet yang tidak bisa dideskripsikan. Sebenarnya ia tidak mengerti, apa yang terjadi dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini? Lama Violet bergeming, dan tidak menghiraukan uluran tangan Rezky. Mengambil satu tisu yang terletak pada meja, dan kemudian mengelap air mata yang hendak jatuh. "Apa kalian benar-benar .... akan menikah?" Violet ingin sekali rasanya berteriak dan marah di depan Rezky. Ia ingin mendengar penjelasan atau jika tidak menanyakan hal ini sungguh atau sebuah lelucon untuknya, tapi sangat tidak etis jika itu dilakukan dan alangkah baiknya hanya diam melihat mereka yang terpancar raut wajah bahagia. Rezky mengangguk mantap. "Iya, kami berdua akan menikah dan ini ... undangan untuk kamu." Kembali mengulurkan satu lembar kertas undangan di depan Violet, dan saat tidak ditanggapi sama sekail, ia hanya meletakkan di atas meja. Nahwa melihat Violet yang terlihat sangat kecewa. Sebagai perempuan ia bisa merasakan hal itu, hanya saja terlalu malas untuk menanyakan sebenarnya ada apa di sini. Violet membuang muka, dan memilih untuk melihat restoran yang begitu ramai. Banyak sekali pelayan yang hilir mudik dengan seragam putih hitamnya tengah membawakan nampan yang berisikan pesanan. "Aku lupa satu hal. Malam ini ada urusan lain, permisi," ucap Violet beranjak dari tempat duduknya dan melenggang pergi begitu saja tanpa melihat wajah Rezky atau juga Nahwa. Violet bergegas untuk pergi dari Rezky karena hatiinya sudah sangat sakit untuk menerima kenyataan yang seperti ini. Khayalannya terlalu tinggi untuk bisa bersanding dengan kekasihnya itu, tetapi malam ini semua hancur begitu saja. Nahwa melihat Rezky yang terlihat aneh sekali malam ini. "Violet kenapa? Kelihatannya seperti sangat kecewa, apa kamu mengenalnya dengan sangat baik?" tanya Nahwa pada Rezky. Rezky bergeming, dan menatap kepergian dari Violet. "Kita pulang sekarang juga. Ayo!" "Okey!" Violet duduk di atas motornya yang terpakir rapi di halaman restoran tersebut. Ia menangis di sana, sambil sesekali menarik napas juga tak lupa untuk mengelap air mata yang tumpah. Malam ini sangat buruk, dan tak percaya jika ini terjadi. Violet tidak perduli dengan sekeliling, area parkir saja kini mulai ramai dengan orang-orang yang mulai meletakkan atau juga mengambil kendaraannya itu. "Mba, kenapa nangis?" tanya seseorang wanita menepuk pundak Violet. Violet buru-buru untuk mengelap air matanya. Tersenyum tipis dan menengok ke belakang. "Aku tidak apa-apa kok, Mba! Ah, ini hanya sedang kelilipan saja," elak Violet cepat. "Syukurlah." "Iya, Mba." Violet segera saja menyalakan kendaraan roda duanya itu, untuk pergi dari restoran ini. Ia tidak ingin jika banyak orang mengetahui keadaannya yang tengah menangis, dan mendapatkan satu teguran tadi saja terasa begitu malu. Violet menatap kosong ke jalanan, dan tanpa konsentrasi sama sekali kala mengendarai. Ia tahu jika ini adalah bukan hal yang dibenarkan, tetapi pikirannya melayang begitu saja saat-saat melihat Rezky membawa seorang wanita yang katanya itu adalah calon istrinya. "Bahagia banget Ky, sama dia tadi. Sampe semua tentang aku kamu lupain gitu aja." "Aku hanya kaget dengan undangan itu, gak marah sama kamu kok. Tenang aja, hanya sedikit kecewa." Violet berbicara seorang diri di atas motornya. Ia menambah kecepatan agar bisa sampai di rumah, dan masuk ke dalam kamarnya. Apa kalian mengira ia akan menangisi semua yang terjadi ini? Ia rasa itu tidak akan terjadi, meski jujur hatinya terasa sakit. Violet berpikir. 'Jodoh sudah digariskan oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Mau sekeras apa pun ia mencoba untuk menggenggam, jika belum takdirnya pasti akan terlepas begitu saja.' "Assalamualaikum." Violet kini sudah sampai di halam rumahnya. Memarkirkan motornya dengan rapi, dan tidak lupa untuk dikunci stang sebagai antisipasi. Letak rumahnya tepat di depan jalan raya, dan itu sangat memudahkan jika Violet dan anggota keluarganya untuk pulang. Lisma menjawab salam dari anaknya--Violet. Ia mengerutkan keningnya, saat melihat sudah pulang saja. "Ketemuan sama Rezky tumben cepet banget. Kalian gak lagi ada masalah kan?" tanya Lisma menelisik. Violet menggeleng pelan. Ia langsung menghempaskan tubuhnya di atas kursi sofa, dan pandangan lurus ke depan. "Violet ngantuk dan mau pulang lebih cepat aja." "Anak Ibu kenapa lemes gini sih? Padahal pas waktu berangkat itu semangatnya luar biasa loh, coba cerita. Ada apa ini?" Lisma mengambil duduk di samping Violet. Violet menarik napasnya dalam-dalam. Ia kemudian menatap wajah Lisma, dan tersenyum tipis. Hatinya menjadi gamang, apa sebaiknya ia ceritakan saja pada ibunya ini? Lisma melihat wajah Violet yang terlihat sedang kebingungan dan penuh keraguan itu. Ada apa ini sebenarnya? Apa Rezky tadi sempat menyakiti Violet, hingga pulang-pulang dengan tubuh yang lesu seperti ini? "Ada apa, Violet? Apa Rezky menyakiti hati kamu tadi?" tanya Lisma khawatir. Violet menggeleng, dan mengulas senyum tipis. "Rezky bawa kabar yang sangat bahagia tad, Ibu." "Kabar apa itu? Apa ... kamu dan dia akan menikah?" Violet menggeleng lemah. Menarik napas dalam-dalam, dan kini tersenyum cerah. "Violet kasih tau kabar itu nanti pagi saja ya, Bu! Sekarang udah ngantuk banget soalnya," kilah Violet pada Lisma. Lisma mengernyitkan kening. "Kalau kabar bahagia, kenapa kamu gak kasih tau sama Ibu sekarang aja? Ini udah kepo banget loh padahal." "Si Ibu, gak baik kepo tuh. Nanti pagi-pagi Violet akan kasih tau apa kabar baik dan bahagianya. Sekarang mau ke kamar dulu, dan tidur. Selamat malam." "Selamat malam juga."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD