Bab.2

787 Words
Resepsi berjalan lancar hingga pukul 9 malam, Rista terpaksa harus ikut Dinda dan Dimas ke rumah baru mereka. Rista sibuk menatap jalanan dari samping kaca mobilnya, keadaan jalanan yang macet membuatnya bisa melihat aktivitas orang-orang di luar sana. Seperti anak-anak yang sibuk meminta-minta dari satu mobil ke mobil yang lain, membuatnya merasa miris. Ia sangat bersyukur hidup dari keluarga yang bercukupan, entah bagaimana jadinya jika ia lahir dari keluarga yang serba kekurangan. Rista membuka Sling bag miliknya, kemudian mengeluarkan dua lembar seratus ribu. Gadis itu menurunkan kaca mobil, lalu memanggil seorang anak jalanan. "Dek-dek sini.." dua orang bocah yang terlihat Kumal menghampirinya. Gadis itu menyerahkan uang tersebut ke tangan bocah perempuan, yang terlihat gembira menerimanya. "Makasih banyak kak" ucapnya dengan mata berkaca-kaca, keduanya menyalami tangan Rista di sertai ucapan terima kasih. "Ya, bagi-bagi sama teman-teman yang lain." Keduanya mengangguk, dan mobil pun kembali berjalan. Semua itu tidak lepas dari pengamatan Dinda dan Dimas. Dinda dengan rasa bangganya, sedangkan Dimas dengan tatapan yang sulit di artikan. "Kamu nanti tidur di kamar tamu nggak apa-apa kan, dek.?" Tanya Dinda pada Rista, yang duduk di kursi belakang mobilnya. "Nggak apa-apa kok mbak" balas Rista yang sesekali menguap karena mengantuk. Dinda tersenyum saat melihat dari kaca spion di depannya, wajah Rista yang mati-matian menahan kantuk. "Kamu tidur aja dek, nanti kalo udah sampe mbak bangunin" ***** Rista terbangun di ruangan yang gelap. Ia yakin sekarang dirinya sudah berada di dalam kamar, dan tidur di atas kasur yang empuk. Tapi, siapa yang sudah memindahkannya ke dalam? Seingatnya ia mengantuk dan tertidur di mobil. Apa mungkin kakaknya yang memindahkannya atau... kakak iparnya? Itu jelas tidak mungkin. Rista buru-buru menggeleng. Ekhmm.. rasanya tenggorokan Rista begitu kering dan gatal, jika di rumahnya sendiri Rista biasa meletakkan gelas berisi air putih di nakas samping ranjang, namun Rista  teringat jika ini bukan di rumahnya maupun di dalam kamar kesayangannya. Ia pun memutuskan untuk mengambil air putih di dapur. Kakinya berjalan perlahan keluar kamar, Rista kebingungan mencari letak dapur karena rumah yang cukup besar dan gelap. Karena lampu yang di matikan. "Euuunnngghh..." "Uugggh.. uggghh.." "Pelaaanhh.. hahh.. pelllaaantthh maassshh" "Yessshh babbyy.." Kedua alis Rista menyerngit, mendengar suara-suara yang menurutnya aneh itu dari dalam sebuah kamar yang sedikit terbuka. Seperti suara kakak dan kakak iparnya, apa yang mereka lakukan malam-malam? Kenapa mereka belum tidur? Di dorong rasa penasaran, gadis itu perlahan mendekati pintu kamar, matanya terbelalak dan secara refleks ia menutupi wajahnya. Terlihat tubuh Dimas yang sedang menindih tubuh kakaknya, tubuh keduanya bergerak berlawanan dengan peluh yang membasahi tubuh mereka. Suara lenguhan juga desahan keduanya memenuhi kamar, membuat kamar terasa panas karena api gairah dari pasangan pengantin baru tersebut. Cukup lama Rista menyaksikan pergulatan panas kakak, juga kakak iparnya namun kemudian ia memilih  mundur, lalu memutar tubuhnya ke arah lain dengan wajah merah. ***** Adinda terlihat kelelahan karena aktivitasnya dengan Dimas. Wajahnya memerah dan Bibirnya melengkung membentuk senyuman, akhirnya dia sudah menjadi milik Dimas seutuhnya begitupun sebaliknya. Dimas tersenyum melihat wajah cantik gadisnya, tidak. Istrinya ini sudah tidak gadis lagi, karena beberapa saat yang lalu ia telah mengambilnya. "Kamu lelah?" tanya Dimas lembut "Hmm" balas Dinda sekenanya, ia sangat lelah dan mengantuk. "Yasudah, kamu tidur saja. Mas mau ambil minum" terang Dimas yang menyelimuti tubuh polos istrinya, lalu mencium keningnya penuh cinta. "Good night baby" ucapnya dan tersenyum saat melihat Dinda yang sudah terlelap. Dimas memunguti celananya yang tercecer, lalu memakainya tanpa repot-repot mengenakan pakaiannya kembali. ***** Duuukk.. Bruukkk... "Aduh" Rista mengaduh, karena jalannya yang terburu-buru kakinya pun jadi terhantuk kaki meja. Tubuh gadis itu tersungkur ke depan. "Kamu sedang apa di sini?" Walau gelap, Rista tau bahwa itu suara Dimas. "Aaaa--ak-kuh.." pipi Rista merona, karena mengingat kejadian beberapa saat yang lalu. Gadis itu mengangkat wajahnya dan untuk sekian kalinya wajah Rista memerah saat melihat Dimas tanpa pakaian. "Ekhmm, aku mau minum." Jawab Rista seadanya karena tiba-tiba ia merasa suhu ruangan terasa panas. Gadis itu dengan susah payah bangkit sesekali meringis menahan sakit, namun lelaki di depannya hanya menatapnya datar. "Dapur di sebelah sana" tunjuk Dimas lalu pergi begitu saja tanpa membantu Rista, dengan tertatih-tatih gadis itu berjalan kearah dapur. Rista mengambil air putih yang ada di dalam kulkas, gadis itu mengipas wajahnya yang terasa panas. Jantungnya terasa berdebar, seperti maling yang takut ketahuan. "oleskan pakai ini untuk mengobati kakimu" kata Dimas datar seraya mengulurkan bungkusan botol obat. Rista memperhatikan Dimas yang sudah berpakaian lengkap. Huft syukurlah.. "Iya, makasih kak." Rista mengambil obat dari tangan Dimas dan pamit pergi. Sesampainya di dalam kamar, Rista tidak bisa memejamkan matanya. Ia teringat dengan kegiatan yang di lakukan Dimas bersama Dinda. Di tutup wajahnya dengan selimut, wajahnya tiba-tiba terasa panas. Ia memang terkenal nakal, tapi Rista tidak pernah berbuat yang aneh-aneh atau melebihi batas kenakalannya. Menonton video porno saja belum sempat menonton, ia sudah di pergoki Dinda dan terkena ceramahannya juga kedua orang tuanya. Apes benar memang.. Dan tubuh sixpack Dimas kembali berseliweran di pikirannya. "Astagfirullah!Dasar otak m***m" rutuknya memukul pelan kepalanya dengan kepalan tangannya yang kecil. Rista pun kembali berusaha memejamkan matanya, dan kali ini ia berhasil berkelana ke alam mimpi.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD