1. Qeenan dan Gadis Berambut Sebahu

1922 Words
Satu tempat yang menjadi favorit Caca dan Qeenan ialah di bawah pohon rindang taman belakang sekolah. Di taman belakang sekolah, tak banyak tanaman bunga seperti yang ada di taman depan, di sini lebih banya tumbuh pepohonan besar, tiga pohon besar yang rindang tumbuh subur dengan tanaman bonsai di sekitarnya. Sisanya pohon-pohon dengan batang yang masih kecil. Ada juga pepohonan yang baru di tanam dengan empat kayu penopang dahannya. Luas taman belakang sekolah seluas setengah lapangan sepak bola, cukup luas untuk membuat dua gedung kelas baru. Namun, agaknya sekolah Caca belum membutuhkan gedung yang baru. Spot favorit Caca dan Qeenan adalah pohon rindang yang terletak paling sudut. Di sana ada bangku taman dengan meja yang terbuat dari semen setinggi betis. Dan tempat itu sekarang malah terisi oleh orang lain. Caca mendengus tak suka, saat ia baru saja tiba di taman belakang tepat lima menit setelah bel pulang berdering dan mendapati Qeenan bersama gadis lain. Matanya menyipit, menukik tajam dengan kerutan yang tampak di sudut-sudutnya. Ia perlahan mendekat, bukan ke arah mereka tentunya. Tapi, ke sudut lain pohon besar yang pertama yang paling dekat dengannya dan berjalan di belakang pohon itu sampai tepat berada di pohon besar yang ke dua tepat di sebelah pohon paling ujung, lalu Caca bersandar dan memastikan tubuhnya tertutupi tanaman bonsai setinggi perut seraya memasang mata elang. Di pohon besar paling sudut jelas sekali ia lihat Qeenan berdua dengan seorang gadis berambut sebahu yang akhir-akhir ini sering Caca lihat mengintili Qeenan kemanapun cowok itu pergi di lingkungan sekolah. Caca tak suka? Tentu saja. Yang Caca tahu Qeenan itu miliknya. Sekali miliknya akan tetap menjadi miliknya. Egois kah? Siapa yang peduli. Toh, ini kehidupan Caca. Suka-suka si pemilik kekuatan saja menjalaninya seperti apa. Sepuluh menit berlalu Caca masih memantau pergerakan gadis berambut sebahu itu yang belum beranjak juga dari sisi Qeenan. Apa bokongnya terkena lem sehingga betah berlama-lama duduk di sana? Sialan sekali! Caca mulai lelah berdiri seperti ini, ia lalu mulai memasang wajah pura-pura senyum, kemudian melangkah mendekati Qeenan yang tampak tertawa bersama gadis berambut sebahu itu. Jujur, rasanya ia tertampar kenyataan, Qeenan tampak nyaman dengan gadis itu sampai cowok itu tertawa lebar. Menarik napas dengan sesak yang semakin mencekik, Caca mempertahankan logikanya. Sekali miliknya tetap miliknya. Dengan nada suara tinggi yang dibuat-buat supaya terdengar lebih ceria, Caca menyapa, "Qee jadi pulang bareng 'kan?" Caca tersenyum manis seraya memeluk lengan Qeenan erat dan memaksa cowok itu berdiri dari duduknya.. Qeenan terkejut. Begitu juga gadis berambut sebahu itu. Namun, Caca tak peduli. Persetan jika Caca disebut sebagai pengganggu di sini. Siapa suruh mengganggu hak miliknya? Lalu tanpa babibu lagi setelah Qeenan berdiri, Caca langsung menyeret cowok itu menjauh. Tanpa menghiraukan panggilan si gadis berambut sebahu. Caca tak suka. Caca cemburu! Sungguh. "Kamu apa-apaan sih Ca!" seru Qeenan marah sembari melepas rangkulan di lengannya paksa. Cowok itu menghela napas, tak habis pikir dengan apa yang telah Caca lakukan. "Dia siapa sih? Ngintilin kamu terus. Aku gak suka!" balas Caca marah. Tanpa sadar suasana di sekitarnya perlahan menggelap mengikuti suasana hati Caca sekarang. Sudut-sudut matanya mulai berair sebab emosi yang sudah tak bisa ia tahan lagi, Caca mendongak menatap lekat Qeenan. "Dia pacar kamu? Kamu suka dia?" Qeenan kontan menggeleng. Dia hanya anak baru yang duduk di kursi depannya dan mengajaknya berteman. Hanya itu. Tidak ada yang namanya suatu hubungan spesial seperti yang Caca bilang. "Bukan. Dia anak baru, belum punya temen. Makanya tiap kemana-mana sama aku." Dan juga gadis berambut sebahu itu ternyata menyukai game online yang sama dengan game yang Qeenan sukai. Tentunya mereka cenderung menjadi lebih dekat karna game itu. "Harus gitu berdua terus? Udah kayak orang pacaran tau gak!" seru Caca kesal. Caca mengerucutkan bibirnya sebal, memalingkan muka enggan menatap Qeenan. "Emang dia gak bisa nyari temen cewek gitu? Dia udah masuk dua hari kan? Masa belum punya temen, apa perlu aku yang nyariin?" Qeenan menggeleng terlihat merasa bersalah saat ia menangkap mata Caca yang berair. "Lagipula kan aku gak ada hubungan apa-apa sama dia. Udahlah kamu jangan cemburuan gini." "Emang gak boleh aku cemburu?" Caca meneguk susah payah saliva yang membuatnya tercekat. Ia mengerjapkan kelopak mata berkali-kali menahan panas di sana. "Oiya, kita kan gak ada hubungan apa-apa ya? Jadi gak ada hak aku buat cemburu, buat larang-larang kamu jangan deket-deket sama temen kamu itu." Caca menunduk, ia sudah tidak kuat menahan rasa panas di matanya. Genangan itu tumpah tanpa bisa dicegah, dan isakan kecil pun keluar. "Maaf, aku lupa lagi, sama hubungan kita yang gak ada apa-apanya." Realita benar-benar sudah menampar Caca. Caca mengenal Qeenan sudah lama. Sejak mereka baru bisa merangkak Caca sudah selalu bersama Qeenan. Bagi Caca Qeenan itu segalanya, apa-apa Qeenan, sedikit-sedikit Qeenan. Makanya sejak ia bisa menghapal alfabet, Caca sudah mendeklarasikan kalau Qeenan itu hanya miliknya. Ia mengusap kasar ke dua pipinya yang basah, mendongak menatap Qeenan lekat. "Oke mulai sekarang gak ada yang bakal marah-marah tiap kamu deket sama cewek lain, maaf kalau aku ganggu dan bikin kamu gak nyaman. Aku pulang dulu." Caca memilih pergi, dalam sekejap ia sudah tak ada di hadapan Qeenan lagi. ** Rafka mengaduh dan sesekali mengumpat kesal seraya menimpuk lawan mainnya dengan stik ps. Sejak tadi ia selalu kalah, melawan Samuel. Cowok manis lebih cenderung imut yang merupakan kesayangan dari Caca itu mengaduh dan mengusap puncak kepalanya dan membalas menimpuk stik ps ke kepala Rafka lalu bangkit berdiri, berkelit dari Rafka yang berancang membalas kembali. Cowok itu lalu berlari keluar kamar Rafka, menuruni anak tangga dan hampir saja menabrak Caca kalau saja refleks berhentinya sedang macet. Ia mendapati Caca di undakan tangga pertama sedang menunduk memandangi layar ponselnya yang menampilkan potret gadis itu bersama seorang cowok berpipi chubby yang kalau Samuel tidak salah ingat bernama Qeenan. "Kenapa Ca?" Caca mendongak dan tanpa aba-aba ia memeluk Samuel lalu mulai terisak. Di tengah isakannya terbata-bata ia mengadu. "Qen jahat Kak." Caca sama sekali tidak mengubris gerakan Samuel yang ingin melepaskan pelukannya, ia malah eemakin memeluk erat Samuel. Bukannya Samuel tidak ingin dipeluk, hanya saja ia takut kalau nanti Rafka melihat dan menuduhnya berbuat yang tidak-tidak pada Caca karna situasinya di sini Caca sedang menangis dalam pelukannya. Tahu sendirilah, bagaimana posesifnya Rafka terhadap Caca. Sekali mendekat bacok! Itulah slogan yang Rafka umumkan sejak pertama kali Caca masuk sekolah menengah pertama yang sama dengannya saat Rafka masih kelas tiga di sekolah itu. Membuat semua cowok takut untuk mendekati Caca. Makanya cewek itu hanya dekat dengan satu cowok saja, itu pun Qeenan yang notabenenya teman kecil Caca. Apa dirinya juga termasuk cowok yang dekat dengan Caca? Entahlah, Sam pun tidak tahu. Namun sejauh ini, urusan antar-mengantar Caca kalau Rafka sedang sibuk kegiatan kampus dilimpahkan kepadanya. Tapi, belum cukup alasan kalau ia tetap tertangkap basah sedang berpelukan dengan Caca. Bisa habis dirinya nanti. Oleh karena itu, ia menyeret Caca keluar, masuk ke dalam mobilnya dan melaju menjauh dari rumah Caca. Setidaknya Rafka tidak melihat adegan pelukan barusan. Caca mengerjap, ia mengusap sisa air matanya lalu menatap heran sekelilngnya, baru saja beberapa menit yang lalu ia masih di rumah sedang bergalau ria sembari melihat potret Qeenan bersamanya di dalam ponsel dan sekarang sudah berada di dalam mobil di tengah keramaian kendaraan berlalu lalang. "Loh Kak Sam ngapain? Kita mau kemana? Caca belum pamit sama Bang Rafka, nanti kalau Kakak di marahin Bang Rafka gimana?" Samuel menoleh sebentar lalu kembali fokus menyetir. "Kakak juga gak tau mau kemana." Ia menepikan mobilnya di sisi jalan kemudian membenarkan duduknya menghadap dan menaruh penuh atensi pada Caca. "Kamu kenapa nangis tadi? Makanya Kakak bawa keluar dari rumah takutnya Rafka liat kita pelukan dan mikir yang enggak-enggak." Caca melotot tak percaya, dia kira Samuel membawanya keluar untuk pergi ke taman bermain atau kemanapun untuk menghibur dirinya. Ternyata? Tidak. "Kak Sam balik lagi ke rumah, kalau Kakak belum izin sama Bang Rafka bawa aku keluar juga sama aja boong." Dengan terpaksa Samuel menuruti, membelokkan mobilnya dan kembali ke rumah Caca. Ia mulai merapal alasan apa yang akan ia tujukan untuk Rafka karna telah membawa kabur Caca tanpa izin. Mati sudah dirinya. ** Setelah Caca menghilang dari hadapannya, Qeenan baru benar-benar merasa bersalah. Gadis itu lenyap dalam sekejap mata dari hadapannya. Terkadang dengan kekuatan yang Caca miliki Qeenan merasa kesulitan di saat-saat seperti ini. Kalau Caca manusia biasa ia bisa mengejarnya, lalu menahan gadis itu untuk meminta maaf karna telah membuatnya menangis. Kalau seperti ini, opsi tadi sama sekali tidak berguna. Sebelumnya Qeenan menyempatkan diri membeli sebuket bunga dan sekotak coklat sepulang sekolah tadi. Ia masih memakai seragamnya dan duduk di dalam mobil yang ia parkir di dekat rumah Caca. Ia sengaja tidak turun sebab ragu memberikannya sekarang. Ia masih memikirkan waktu yang tepat. Bukan ingin Qeenan juga kalau Caca menangis seperti tadi. Ia tahu betul Caca akan marah jika ia dekat-dekat dengan si anak baru itu. Tapi, ini semua juga untuk kebaikan Caca. Karna, bagaimana pun dia dan Caca tidak harus selalu bersama. Ah, mengingat kembali hal itu membuat Qeenan sedih. Toh, ini juga sering terjadi. Tiap kali Caca cemburu dan menangis pasti tidak lama mereka akan berbaikan lagi, begitu pula sebaliknya jika Qeenan cemburu pada Caca dan marah dengan gadis itu pasti hanya sebentar dan akan berbaikan lagi seperti semula. Namun, agaknya hari ini Qeenan belum beruntung. Ditambah sejak pergi membeli bunga, perasaannya sudah tak nyaman, tapi ia tetap saja bersikeras dan ingin hari ini ia harus meminta maaf pada Caca. Insting Qeenan itu kuat. Dia bisa merasakan suatu hal yang tidak nyaman akan terjadi beberapa saat lagi. Tapi, entah kenapa hari ini ia malah meragukan instingnya sendiri. Dan saat ia melihat Caca keluar dari mobil bersama laki-laki lain dan mendapati keakraban mereka, Qeenan rasa Caca terlalu cepat balas dendam, kalau memang itu yang Caca lakukan. Sial sekali instingnya terbukti benar. Dan ia menyesal. Andai saja ia tak ke sini untuk meminta maaf. Tapi, sudah terlanjur bukan? Rasanya ia ingin berteriak marah saat ia harus melihat Caca tertawa bersama orang itu. Jadi ini yang Caca rasakan tadi, ya? Rasa kesal dan marah yang membua sesak. Wah, Qeenan saja rasanya sudah ingin meninju laki-laki itu. Menyebalkan sekali. "Siapa sih tuh orang, deket-deket Caca!" serunya kesal sendiri sembari memukul-mukul stir mobil. "Ngapa lo?" Tiba-tiba saja ada suara. "Astaga!"seru Qeenan kaget, ia sampai tersandar dan mepet ke kaca mobil sebelah kanannya karna terkejut mendapati kepala Rafka yang melongok ke dalam mobilnya dari kaca sebelah kanan yang terbuka lebar. Padahal sejak tadi Qeenan tak membuka kaca mobilnya dan tiba-tiba saja kaca itu terbuka lebar dengan kepala Rafka yang bisa masuk ke dalam mobilnya, namun ia segera paham sebab yang melakukan hal itu adalah Rafka, Kakaknya Caca. "Kaget gue Bang," ujar Qeenan, sembari mengusap d**a. Rafka tertawa ngakak. Sampai wajahnya memerah sebab puas tertawa. "Sorry sorry, itu lo kenapa sampe mukul-mukul stir gitu, lagi kesel lo?" tanya Rafka, lalu ia tanpa permisi membuka pintu mobil dan duduk di kursi penumpang, Qeenan buru-buru menyelamatkan buket bunga serta sekotak coklat ke jok belakang. "Abis dari mana lo Bang? Gak ngampus?" tanyanya saat melihat Rafka tampak santai dengan setelan rumahan. "Ah ini, gue abis dari minimarket, biasa jajan. Hari ini gue pulang cepet," balasnya sembari mengangkat sekantung belanjaannya. “Terus lo abis dari mana dan mau kemana?” Rafka balik bertanya. Ah, Qeenan ingat tujuan awalnya. Ia lalu menujuk Caca dengan seorang laki-laki tadi yang sedang bicara di depan mobil depan rumah Caca dari balik kaca mobilnya. "Mau ketemu Caca Bang, abis dari sekolah. Itu yang bareng Caca siapa Bang?" Rafka mengikuti arah telunjuk Qeenan, ia mengernyit heran kenapa Caca ada di sana, ya? Apa sudah jam pulang sekolah? Lalu ia melirik Qeenan lagi kemudian memekik. "AAA ASTAGA GUE LUPA JEMPUT CACA!!" **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD