Mimpi Buruk

1361 Words
Kay memegangi lututnya yang lemas, ketakutan menyergap. Tak ada jalan keluar. Haruskah Kay pasrah? Tidak! Lebih baik mati dari pada menyerah di bawah kendali Aksa. Laki-laki terkutuk yang ingin Kay hempaskan ke laut Antartika atau setidaknya Kay lenyapkan dari kehidupannya. Melihat tubuh telanjang Aksa, membuat Kay jijik setengah mati dan ingin muntah. Bayang-bayang pergulatan panas antara Aksa dan Nadira terus berputar di otaknya seperti kaset rusak. Kay tak tahu kenapa pria itu masih terobsesi padanya, padahal jelas-jelas Aksa yang mencampakkan dirinya. "Aksa ... jangan," cicit Kay, ketika Aksa merangkak ke atas ranjang. "Kenapa? Bukankah kamu selalu mendambakan sentuhanku," kata Aksa dengan percaya diri. Mendambakan? Kay mendecih, menyesali kebodohannya dulu. Memang ia akui Kay pernah sangat mendambakan Aksa, tapi sekarang ... melihat Aksa saja dadanya nyeri. Wajah yang pernah Kay damba karena ketampanannya, namun justru kini terlihat menyeramkan seperti Valak Firaun! "Kamu tahu, aku selalu menantikan saat-saat ini. Harusnya waktu itu aku tidak pulang. Harusnya kita lakukan saat itu, jadi kamu gak bisa kabur dariku." Kay menggelengkan kepalanya, panik saat Aksa mengusap betisnya. Kay tersentak karena Aksa langsung menarik kakinya, membuat Kay jatuh terlentang. "Aksa, sadar! Kamu sudah punya istri! Kenapa kamu lakukan ini sama aku!" Tangis Kay pecah seketika. "Karena aku hanya mencintaimu———" "Lalu Nadira? Kenapa kamu berselingkuh kalo kamu mencintaiku!!!" teriak Kay selantang yang ia mampu. "Aku muak ... sangat muak melihatmu," lirih Kay, frustasi dengan keadaan. Kenapa keadaan selalu menjerumuskannya, memasukkan dirinya ke lubang penyesalan. Apa kesalahan semalam tidak cukup membuatnya menyesal? Bahkan Kay hampir gila memikirkannya. Lalu, kali ini justru datang malapetaka yang ingin menyeretnya lebih jauh masuk ke lubang penyesalan. Apa takdir sekejam itu? Why? "Nadira hanya kesalahan, aku bahkan tak mencintainya. Aku menikahinya karena dia hamil. Aku mabuk Kay, tapi kamu ...?" Aksa menatap sekujur tubuh Kay yang penuh kissmark. Membuat ia semakin mantap ingin menghapusnya. "Kamu malah melampiaskan kemarahanmu dengan tidur besama laki-laki lain. Why? Harusnya kamu lampiaskan itu bersamaku. Aku gak suka ada jejak laki-laki lain di tubuhmu!" Dengan sekali hentakan, Aksa mampu menyeret Kay lebih dekat. Dia melebarkan kaki Kay, siap menerjang. Seberusaha apa pun Kay berontak, tak sebanding dengan tenaga Aksa yang lebih kuat. Detik-detik menegangkan, ketika Aksa bersiap menjebol pertahanan Kay. Rasanya Kay sudah mati rasa, bibirnya pun kelu saat Aksa meraupnya dengan rakus. Tak ada sentuhan manis yang selalu ia damba, semua Aksa lakukan dengan kasar. "Siap, honey. Aku gak akan menyakitimu," bisik Aksa. "Jangaaaannn!!!" Kay terbangun dengan napas memburu, keringat bercucuran di dahi. Bola mata Kay terbuka lebar, degup jantungnya masih berpacu dengan cepat. "Lo mimpi buruk lagi?" Suara Laras menginterupsi, wanita itu berjalan masuk ke kamarnya. Meletakkan nampan yang dibawa ke atas nakas, lalu duduk di tepi ranjang. "Arrgg ... kepalaku sakit." Kay memegangi kepalanya yang berdenyut serasa dibor. "Lo pasti gak minum obatnya." Laras langsung membuka laci nakas, mengambil obat milik Kay dan langsung menyuruh Kay meminumnya. "Udah mendingan?" Kay mengangguk, memberikan gelas kosong ke Laras. "Lo mau pergi?" tanya Kay, melihat tampilan Laras yang sudah rapi. "Iya. Kan gue semalem udah bilang mau ke luar kota. Bos nyuruh gue tangani proyek di sana." Kay mengangguk, mengerti. "Lo sarapan dulu, gue udah beli bubur. Jangan lupa nanti jam 09.00 ada interview. Dandan yang cantik, mengerti." Lagi-lagi Kay mengangguk. Selepas kepergian Laras, Kay hanya diam termenung. Sudah setahun berlalu, tapi mimpi buruk itu masih menghantui. Meski waktu itu Aksa tak berhasil melakukannya karena kemunculan Nadira, tetap saja Kay merasa ketakutan setiap bayang-bayang Aksa muncul di otaknya. "Sejauh apa pun gue lari, lo selalu jadi momok mengerikan dalam hidup gue," gumam Kay, meremas selimut melampiaskan kegusarannya. ————— "Apa interviewnya udah mulai?" tanya seorang pria yang duduk di belakang kemudi. "Sepertinya sudah," jawab pria yang tengah fokus menyetir. Pria di belakang kemudi pun menyalakan monitor di depannya. Ia tersenyum tipis ketika melihat interview wanita yang selalu ia dambakan. "Apa dia sangat cantik, Pak Arsen?" tanya pria di depan, melirik sekilas bosnya lewat kaca spion di atasnya. "Iya." Jawaban singkat dari Arsen. Arsen Bagaskara, ceo muda perusahaan properti. Pewaris kekayaan Bagaskara group. Pria berusia 27 tahun yang masih betah melajang. Karena obsesinya pada wanita satu malam, berhasil membuat Arsen hampir gila selama setahun mencari keberadaan wanita itu. Tapi malam itu, Arsen menemukannya. Berlian yang ia cari-cari selama ini. Bayang-bayang malam itu kembali berkeliaran di otak Arsen. Arsen hanya duduk termenung, di bawah hingar-bingar lampu disko. Reuni yang sangat membosankan. Sementara teman-temannya, sudah bergerilya mencari mangsa. Arsen terdiam sejenak, ketika netranya tak sengaja melihat wanita cantik duduk sendirian. Gaun berbelahan d**a sangat rendah dengan punggung terbuka, berhasil membuat Arsen terpikat. "Akhirnya gue nemuin lo, Kayra." Arsen memakai topengnya, dia tak ingin mengejutkan Kayra lalu berjalan mendekati Kay. "Hai," sapa Arsen, Kay yang terkejut hanya mengulas senyum tipisnya. "Sendiri?" "Sama temen," jawab Kay sembari menunjuk Laras yang sedang bersama temannya, Arya. Suatu kebetulan yang sangat bagus. Senyum Arsen mengembang, menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Mau dansa?" ajak Arsen, mengulurkan tangannya ke depan Kay. "Aku gak bisa dansa." Kay menolak dengan halus. Kay tidak berbohong, Kay memang tidak bisa berdansa. Tapi alasan menolak tawaran pria itu karena Kay tidak mengenalnya. Kay belum terbiasa berinteraksi dengan  pria setelah hampir satu tahun menutup akses interaksinya dengan kaum pria. "Kamu hanya perlu ikuti gerakan kakiku dan aku akan menuntunmu bergerak." Arsen terus membujuk Kayra. Awalnya Kay ragu, tapi duduk saja membuatnya jenuh. Tak ada salahnya menerima, hanya berdansa kan? Tak akan membuatnya rugi. Kay dan Arsen bergerak lambat, mengikuti alunan musik. Kay memegang pundak Arsen, sementara Arsen menahan pinggang Kay. Keduanya larut dalam gerakan dansa. Arsen yang tak bisa menahan gelora di d**a, langsung mencium Kay. Bibir yang begitu menggoda, memberikan sensasi berbeda saat Arsen menyesapnya. Seketika kehebohan terjadi, semua orang memperhatikan keduanya. Bahkan sorot lampu tertuju di atas Kay dan Arsen. Kay yang menyadari hal itu, segera mendorong d**a Arsen dan berlari meninggalkan  tempat itu. Lagi-lagi Kay pergi tanpa pamit. Arsen hanya diam memandangi punggung Kay yang bergerak menjauh. "Gue gak bakal lepasin lo kali ini," gumam Arsen. Waktu itu Arsen menyuruh Arya teman sekaligus asistennya untuk memberikan kartu namanya ke Laras. Sepertinya rencana Arsen berhasil, terbukti saat ini Kay tengah interview di perusahaannya. "Suruh dia ke ruangan saya nanti," ucap Arsen pada Arya. "Siap boskuh," jawab Arya, tersenyum tipis karena tahu apa yang akan Arsen lakukan. "Dasar fakboi!" gumam Arya setelah Arsen keluar dari mobil. ————— Setahun menjadi pengangguran dan berkelana ke berbagai tempat, membuat Kay jatuh miskin. Semua hartanya habis, termasuk apartemen dan mobil yang ia jual untuk memenuhi kebutuhan  hidupnya selama dalam pelarian. Akhirnya Kay menyerah, beruntung Laras mau menampungnya. Tapi Kay juga tidak bisa selamanya bergantung dengan temannya itu. Ketika Laras menawarkan pekerjaan di tempatnya bekerja, Kay langsung menerima. Dan di sinilah dia, berdiri di depan pintu ruangan Ceo. Kay menarik napas kuat, tangannya cukup gemetar untuk menarik knop pintu. Jantungnya Kay berdegup kencang saking gugupnya. Dia tidak tahu bos macam apa yang akan dihadapinya, semoga saja pria baik hati dan tidak b***t seperti Aksa. "Lo bisa Kay," gumam Kay, mensugesti diri sendiri. Kay masuk setelah mendapat sahutan dari dalam. Ia berjalan  menuju meja atasannya. Pria itu tampak memunggungi Kay, menatap keluar gedung berdinding kaca. "Siang Pak, saya Kayra. Sekretaris Bapak yang baru." Kay mulai memperkenalkan diri, meski gugup Kay berusaha tenang dan tetap profesional. "Duduk." Kay pun duduk, dia sangat grogi sampai meremas ujung roknya. Kay sedikit merutuki pakainya yang serba minim. Dia tak sempat membeli pakaian baru yang lebih sopan. Bahkan kemeja yang ia kenakan terasa sesak dan membuatnya gerah. Meski ruangan ini ber-AC, entah kenapa Kay merasa begitu panas. "Kamu sudah tanda tangan kontraknya?" Suara bosnya menginterupsi Kay. "Iya. Sudah Pak." Kay menyeka keringat di dahi, suara bosnya terdengar begitu seksi. Astaga ada apa dengan otaknya? Kay sadar! "Bagus." Pria itu memutar kursinya, menghadap Kay. "Selamat datang Kayra, saya harap kita akan jadi pasangan yang cocok." Kay terdiam, bukan karena kata-kata bosnya yang terdengar ambigu. Melainkan karena wajah bosnya yang terlihat tidak begitu asing baginya. Mungkinkah dia ...? "Akhirnya kita bertemu lagi," lanjut pria itu. Kay membatu, terdiam. Bibirnya tiba-tiba kelu, ditambah tubuhnya yang menegang. Kay tak menyangka jika ia akan bertemu dengan pria yang jadi kesalahan terbesarnya di masa lalu. Pria satu malam yang merenggut keperawanannya. Satu-satunya pria yang berhasil menyentuhnya. Arsen! Astaga! Kenapa takdir tak pernah berpihak padanya!!! Haruskah Kay lari dari kenyataan ini? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD