9. Pertemuan Rutin

1364 Words
Yudha terpaksa harus datang ke acara pertemuan rutin bulanan. Tatapan ketidaksukaan warga jelas ditujukan untuk suami Laras itu. Hanya saja, mereka tidak menyindir atau mengatakan hal apa pun. Pertemuan ini terasa sangat menyiksa bagi Yudha bahkan terasa sangat lama. Tidak ada tetangga Yudha yang menyapa laki-laki yang kedapatan tidak memakai selembar benang pun bersama dengan sang mantan istri tadi siang. Warga merasa sangat jijik dengan laki-laki anggota TNI berpangkat Letnan Satu itu. Padahal, Yudha punya istri yang cantik dan baik seperti Laras. Secara alami, Laras lebih cantik dibandingkan dengan Nadira. "Jadi, kita akan menggunakan uang kas ini untuk acara gebyar sembako murah ya? Kita prioritaskan untuk warga yang kurang mampu untuk membelinya. Nanti bisa dipikirkan di mana kita akan mengadakan acara itu," kata Pak Andra yang kini menjabat sebagai anggota Polri berpangkat Kapten itu. "Acara itu bisa saja sebagai lahan korupsi. Uang segitu banyak, bisa saja disalah gunakan. Apalagi istri Pak Andra buka warung," kata Yudha membuat banyak pasang mata menatap ke arahnya saat ini. "Wah ... masukan yang bagus, Pak Yudha. Uang itu jumlahnya sekitar lima puluh juta ditambah dengan ada salah satu donatur yang tidak mau disebutkan namanya. Saya dan istri mencatat untuk setiap pengeluaran. Biar Pak Yudha yakin, akan saya perlihatkan. Saya, sepeser pun tidak akan mengambilnya jika bukan hak saya," kata Pak Andra lalu menyalakan monitor di ruang pertemuan itu. Pak Andra langsung menyalakan lcd agar semua warga bisa melihat uang masuk dan uang keluar. Semua terperinci dengan jelas. Siapa yang belum bayar juga ada tertera di sana. Yudha tersenyum kecut saat melihat foto sebuah cek tertera nominal lima juta rupiah atas nama seseorang yang tidak ingin disebutkan. "Bagaimana Pak Yudha? Apakah sudah yakin?" Pertanyaan itu membuat Yudha kali ini kelabakan. "Semua uang yang masuk apakah sudah sesuai? Mohon maaf, saya terpaksa menampilkan beberapa yang belum bayar," kata Pak Andra yang merasa tidak enak pada warga yang belum membayar iuran bulanan. "Sudah, Pak. Orang dari dulu selalu terbuka juga. Ngapain nggak percaya sama Pak Andra. Kita semua juga nanti ikut belanja. Semua warga akan ikut belanja Pak Yudha. Atau, Anda saya yang belanja?" tanya Pak Samsul yang duduk tepat di sebelah kiri Yudha. Yudha hanya diam saat mendengar ucapan Pak Samsul. Ia masih merasa kesal dengan ulah Pak Andra tadi. Bisa-bisanya sosok polisi itu memergokinya saat sedang berhubungan intim dengan Nadira. Yudha tidak tahu jika warga sudah lama mengintainya. "Pak, saya ingin menyampaikan keluh kesah, ya." Kali ini Pak Edo mengangkat tangan karena ingin mengeluarkan pendapatnya. "Bagaimana kalo kita menindak tegas pelaku perzinahan. Kita arak keliling kampung saja. Anda adalah seorang penegak hukum. Apakah Anda mendukung tindakan asusila seperti kemarin siang itu?" tanya sosok purnawirawan perwira polisi berpangkat jenderal bintang dua itu. Napas Yudha mendadak sesak saat ini. Pertanyaan Pak Edo sebenarnya sangatlah mudah untuk dijawab oleh Pak Andra. Sosok ketua RT itu kini terdiam. Jawaban dari pertanyaan Pak Edo harus dipikirkan matang-matang. "Saya kemarin khilaf, Pak. Mohon maaf, saya tidak tahu bagaimana bisa hal itu bisa terjadi. Ini bukan sebuah kebiasaan saya. Saya juga seorang anggota TNI. Saya jelas paham bagaimana tentang aturan itu. Mantan istri saya memang sering datang. Itu juga seizin Laras. Kalo tidak diizinkan Laras, saya juga tidak akan berani menerima tamu meski itu ibu dari kedua anak saya. Mohon maaf, atas kekhilafan saya," kata Yudha yang saat ini menyela obrolan dua laki-laki beda generasi itu. Suasana pertemuan rutin bulanan kali ini hening. Pak Andra berulang kali mengembuskan napas panjang. Akan banyak yang menuduhnya jika tidak tegas pada Yudha. Apa lagi, Pak Edo sudah angkat bicara. "Saya ingin untuk ke depannya kita saling menjaga. Tidak ada yang bertamu ketika hanya ada istri atau suami saja di rumah. Fitnah dan kenyataan itu bedanya hanya tipis. Kita semua tahu jika Pak Yudha kemarin melakukan hal yang sangat tercela. Anda tentunya paham bagaimana aturan menjadi seorang anggota dan apa sanksinya saat melakukan hal itu jika ada yang melapor pada kesatuan Anda." Andra saat ini mengatakan dengan tegas aturan baru yang mendadak tercetus dalam otaknya itu. "Saya akan buat penjagaan ketat di depan sana. Biar kita semua tahu siapa yang datang berkunjung. Untuk beberapa waktu ini, saya melarang kedatangan mantan istri Anda, Pak Yudha," kata Pak Andra dengan tegas. Banyak warga yang berkasak-kusuk saat ini. Mereka tidak peduli jika Yudha marah saat ini. Tindakan suami Laras itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun. Apa kabar jika ulah Yudha sampai keluar hingga atasannya di kesatuan tempatnya bertugas. "Kami setuju!" Suara kompak itu membuat Yudha terkejut saat ini. "Kita tidak mentolerir hal tercela, judi, perzinahan, miras, dan perbuatan lainnya," kata salah satu warga yang memang tidak menyukai sifat Yudha yang sangat arogan. Yudha kini terdiam dan tidak berani berkata-kata sama sekali. Sikap arogan yang selama ini dipakai untuk mengintimidasi warga hilang seketika. Mereka juga tahu, jika Yudha juga seorang anak purnawirawan TNI yang saat ini hendak mencalonkan diri sebagai wali kota. Semoga saja tidak terpilih karena sikap yang tidak beda jauh dengan Yudha--arogan. Yudha pulang dengan langkah gontai. Ia kesal sekaligus marah dengan warga. Lucu, siapa yang berbuat siapa pula yang marah. Sesampainya di depan rumah, tampak lampu ruang tamu menyala dan ada banyak sandal dan sepatu di luar. Gegas, laki-laki yang baru saja mendapat teguran keras dari warga itu masuk ke dalam rumah. "Ini ada apa?" tanya Yudha membuat semua teman Laras menoleh. "Oh, Mas Yudha, mereka datang untuk memberikan suprise saya. Saya ulang tahun hari ini." Laras menjawab enteng pertanyaan sang suami. "Mereka habis makan bersama di sini. Tenang, mereka bawa sendiri kok makanannya. Kebetulan, Mbak Ana itu orang tuanya punya warung makan," kata Laras membuat perasaan Yudha semakin tidak nyaman. "Oh, lanjutkan saja," kata Yudha yang memang tidak ikut bergabung dengan teman-teman Laras saat ini. Untuk hal sepele--ulang tahun Laras saja, Yudha lupa. Entahlah, masalah kehamilan Nadira membuat Yudha tidak bisa fokus sama sekali. Ia bahkan sering melalukan banyak kesalahan saat di kantor. Atasan Yudha--Akbar berusaha memaklumi tindakan sang adik letting. Pukul sepuluh malam, semua teman-teman Laras pulang. Wanita yang sedang hamil muda itu membereskan semua bekas makan dan minum semua temannya. Ia memasukkan semua sampah ke dalam kantung plastik hitam besar. Yudha hanya memperhatikan sang istri dari ruang makan. "Si Arkan nggak datang, Ras?" Laras mendongak menatap Yudha dengan tatapan aneh. "Mas Arkan? Nggak perhatikan malahan. Nggak harus datang juga semua temanku," kata Laras dengan santai karena baru menyadari jika laki-laki yang diminta merahasiakan kehamilannya itu tidak datang. "Oh. Kok tumben dia nggak datang? Biasanya akan jadi orang yang paling perhatian sama kamu." Yudha menyindir Laras saat ini. "Dia pasti akan malakukan apa pun demi kamu," sindir Yudha seolah sudah menjadi laki-laki baik. "Benar. Mas Arkan memang akan menolong siapa saja yang jadi temannya. Lagian, udah diwakilkan sama Ana. Ya, salah satu saja yang datang," jawab Laras dengan santai. "Dari awal, aku udah curiga jika si Arkan itu ada rasa sama kamu. Eh, nggak tahunya bener. Kamu sering berdua sama dia. Aku sering liat kalian berdua duduk bareng saat makan siang di supermarket," kata Yudha membuat langkah Laras terhenti seketika. Yudha selalu melampiaskan kekesalan pada Laras. Ia jelas kesal karena dipermalukan oleh warga. Akan tetapi, tetap saja suami Laras itu merasa tidak bersalah sama sekali. Ia akan mencari kambing hitam untuk semua masalah yang menimpanya. "Yang aku rasa sejak pertama ketemu Mas Arkan biasa saja. Seperti seorang kakak pada adiknya. Tapi, kalo sikap Mas Arkan pada Ana itu memang beda sejak awal. Mereka ternyata punya hubungan sejak awal. Insyaa Allah, akhir tahun ini mereka akan melangsungkan akad. Beda cerita kalo diam-diam aku menjalin hubungan dengan Mas Arkan atau laki-laki lain. Kalo Mas Yudha nggak percaya, bisa tanya sama Ana dan Mas Arkan secara langsung. Lagi pula, aku paling benci dengan perselingkuhan." Ucapan Laras lagi dan lagi sukses membuat Yudha terdiam seketika. "Jangan pernah menuduhku ada affair dengan Mas Arkan, itu namanya fitnah. Aku sangat berkomitmen dalam pernikahan," sindir Laras tepat pada sasaran. Yudha tidak pernah sadar jika Laras adalah sosok wanita cerdas meski tidak pernah duduk di bangku kuliah. Laras wanita yang sangat beradab dan tidak pernah ketergantungan pada laki-laki. Ia memutuskan hal itu karena sadar, Yudha pasti akan mengutamakan kedua anaknya. Laras tidak mempermasalahkan hal itu. "Ras, kalo aku minta kamu berhenti bekerja, apa kamu keberatan?" Laras menekan rasa ingin marah pada sang suami saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD