Prolog

334 Words
Gelap. Seluruh lampu enggan menerangi ruangan yang tak terlalu besar di lantai delapan ini. Hanya mengandalkan cahaya bulan yang mengintip dari balik gorden coklat yang sedikit terbuka di samping sofa. TV yang menggantung di dinding tanpa penonton itu terus menemani kami dengan lagu pilihannya. Hanya instrument Jazz night, tanpa syair, mengalun di seluruh sudut ruangan. Pun dingin. Tak ada kehangatan diantara angin malam musim gugur Massachusetts yang menembus masuk dari celah jendela, selain belaian tangannya yang menyentuh sisi kiri pipiku. Aku memanas. Kami memanas. Di tengah malam yang semakin larut, dua raga yang diselimuti penyesalan menyatu diiringi rasa bersalah. Tapi rasa sayang ini lebih besar dari penyesalan yang pernah ada. Sakit sekali rasanya. Membayangkan aku dan dia telah sama-sama membuang waktu demi seseorang yang tak pernah kami ingat di kala kami bersedih. Tatapannya kali ini benar-benar menusuk dan berhasil membuatku hanyut, sampai aku tak sanggup untuk mengalihkan pandangan ke arah lain kecuali mata hitamnya. Aku memang nyaman dengan tatapan itu, tapi aku ingin lebih dekat dari ini. Maka dengan berani lagi aku peluk dia erat, ku usap lembut bagian belakang rambutnya yang selalu tersisir rapi. Aku juga bisa merasakan setiap inci wangi mentol tubuhnya yang aku suka. Tiba-tiba saja aku merasa takut. Aku takut ini adalah kesempatan terakhir untuk aku merasakan pelukan hangatnya. Aku takut kita tak punya waktu lagi setelah ini. “Apa kita akan punya selamanya?” gumamku lirih, hampir tak terdengar oleh telingaku sendiri. Dia hanya diam, tetap balik memelukku. Aku tak bisa melihat raut wajahnya saat aku mengatakan itu. Kemudian tak lama setelah itu dia mulai mengeluarkan suaranya. “Kita akan jemput takdir indah kita, lo nggak usah takut,” jawabnya dengan nada yang tak kalah lirih. Aku dan dia jelas tahu tentang kesalahan yang telah kami lakukan. Kami hanya berpura-pura, menolak untuk mengingat semua kebenaran yang terjadi. Izinkan aku larut dalam kenyamanan ini sebelum aku menghadapi kenyataan pahit yang akan kembali menyerang. Biarkan malam ini saja, aku merasakan sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Malam ini saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD