Aphrodithe

1638 Words
Pegang tanganku. Akan kutunjukkan hatiku. Bagian berharga yang kau ambil tanpa kau sadari. Juga kusadari. Dan ketika kau mengambilnya. Tidak ada jalan untuk mengembalikannya. Yang harus kau lakukan hanyalah memberiku hatimu. Hingga lengkaplah diriku ini. Yang selalu bersembunyi dari jubah hitam. Dan mengawasimu dalam diam. * * * Udara dingin melayang di sekitar Ivy. Dia yang sibuk untuk memenuhi keinginan tubuhnya untuk bergoyang tidak mampu merasakan angin yang membelai wajahnya, menyelimuti surainya bahkan memeluk tubuhnya. Ivy menganggap jika itu hanya efek menari. Rupanya mendapatkan kebebasan ini membuat Ivy lebih hidup dan segar. Ivy bahkan mampu beradaptasi dengan lingkungan gemerlap yang dipenuhi hasrat, dan gairah. Dia seperti ikan yang dilepaskan ke air setelah terdampar ke tanah. Menggeliat di tengah lautan energi dalam satu ruangan yang berkedip - kedip. Meski lingkungan itu bukan sesuatu yang baik untuk kesehatannya. Namun tempat ini menjadi pusat keinginannya, pusat semestanya saat ini. Ivy mendapatkan kesenangan yang sederhana hanya dari menari bersama orang - orang menginjak dewasa lainnya. Yang terpenting, dia bukan lagi nerd yang bersembunyi di rumah akibat keposesifan sang ibu. "Aku tak menyangka kau bisa menari, Ivy. Kau tidak buruk untuk ukuran pemula," tutur Angel setengah menggoda. Lalu mematanya berputar ke arah pria - pria di sekeliling mereka yang tengah menari. Sebenarnya dia mulai terganggu dengan tatapan para pria yang kini mulai tertuju pada Ivy. Mereka diam seperti predator yang menunggu korban lengah. Entah insting atau firasat yang menyapanya, yang pasti Angel merasakan kekhawatiran yang mendalam. Ia kini mulai menyesali ajakannya ke klub karena bisa saja menjadi bumerang bagi temannya yang polos. "Ahahaha... Sangat menyenangkan berada di sini. Tubuhku bergerak sendiri. " Angel menyesali pemikirannya tadi, temannya begitu gembira. Dan setiap keputusan yang diambil tiap orang memang memiliki resiko, apalagi bersenang - senang seperti ini. Yang terpenting mereka harus berhati - hati. "Yes, itu baru gadisku." Angel kini bisa menikmati suasana club yang mulai memanas. Dj mengganti musiknya lebih meriah lagi, atraksi lampu menambah kemeriahan. Dia pun meninggalkan rasa khawatirnya ke belakang. Musik membawa mereka ke dalam satu desain. Membelenggu keinginan yang berbeda menjadi satu. Menari. Menggila. Sampai akhirnya, tubuhlah yang menjadi pengingat waktu yang mereka buang. "Apa kau tidak lelah?" Tanya Ivy. Dia sudah cukup untuk saat ini. Nafasnya terengah karena tubuhnya meminta beristirahat. Ivy merasa dia sudah menari lebih dari satu jam. "Belum, Babe." Ivy mengangguk. Untuk pertama kalinya dia bergerak bebas. Untuk pertama kalinya ia kelelahan untuk hal yang menyenangkan. Meneteskan keringat di seluruh tubuhnya. Ini membuatnya haus dan tenggorokannya menjerit meminta minum. "Ini belum seberapa, Ivy. Aku bisa menari hingga kakiku copot..." lanjut Angel yang meleburkan gerakan tubuhnya seirama musik. Pinggulnya yang meliuk - liuk adalah godaan nyata bagi kaum pria. Ivy yang tidak sanggup melawan desakan kebutuhan tubuhnya memilih pamit. "Aku haus, tunggu di sini aku akan kembali setelah minum. " "Minumlah coktail buah. Meski mahal tapi itu tidak memabukkan." "Baiklah." Kepergian Ivy ditatap penuh rasa cemas oleh Angel. Akan tetapi keteguhan hati Angel tidak sekuat kekhawatirannya pada temannya. Begitu dia mendapat pria memiliki sixpack di perutnya, Angel terlena dan mulai menenggelamkan diri dalam ketampanan pria yang ia temui. "Kulihat kau sendirian," tanya pria berotot yang mirip model itu. Penampilannya yang hanya memakai kaos berneck V, dipadu jeans sobek - sobek menarik minat Angel dalam sedetik. Gelang tangannya yang memiliki duri - duri bersama boot yang ia kenal berasal dari merk mahal, adalah tambahan yang bagus untuk membuat Angel tertarik padanya. "Sekarang tidak, kau yang nenemaniku, " jawab Angel. "Ide bagus. " Jauh dalam hati kecil Angel merasa harus tetap mengawasi Ivy, tapi di sisi lain ia tidak ingin kehilangan teman satu malamnya yang tampan dan memiliki artistik di penampilan maupun kulitnya. Angel menyukai tatoo yang mengintip dari kaos pria artistik itu. "Ivy harus belajar untuk dewasa," guman Angel untuk menekan rasa bersalahnya. Dia mulai memusatkan pikiran dan tubuhnya bergerak bersama dengan pria tadi. Dia menghilangkan kekhawatiran pada Ivy semudah membuang benda ke sampah. Lagi pula ia tidak bisa meminta batuan Corney yang jelas tidak mungkin. Mereka berdua sudah menghilang dari lantai menari. Dan hanya satu tempat yang mereka tuju. "Ya aku bukan pengasuh Ivy. Dia sudah dewasa." Sedangkan gadis yang dikhawatirkan memang melakukan hal yang mengkhawatirkan. Godaan bayangan hitam yang selalu mengikutinya menujukkan eksistensinya dengan jelas. Menarik gelombang minat tak terbendung karena haus akan jawaban yang seolah muncul begitu saja. Ivy yang usai meminum koktail buahnya bergerak tanpa sadar mengikuti godaan berupa bayangan gelap yang mulai berwujud. Ya, Ivy mengikuti pria berhodie gelap yang enggan menunjukkan wajahnya. Dia seolah lebih suka bersembunyi dalam selimut misteri. Hanya gesturnya yang menunjukkan undangan pada Ivy untuk mengikutinya. Seolah menjanjikan hal yang ia cari selama ini. Seperti dituntun oleh sesuatu, Ivy terus mengayun langkah menuju pria berhodie. Membelah orang - orang yang yang berlalu lalang, hingga menaiki tangga kaca yang seharusnya dijaga oleh seseorang. Namun untuknya, penjaga tangga yang menuju skywalk jusru tidak menghentikannya. Semuanya seolah sudah dijerat oleh benang yang mengendalikan semua orang tanpa sadar. 'Kemana pria itu?' Tanya Ivy dalam hati. Dia tersadar jika berada di ruang yang tidak ada seorangpun. Ruang yang berdinding kaca dimana keadaan skywalk terlihat jelas dari sini. Dan jika ditelisik lebih lanjut, ruang ini memiliki dekorasi unik yang seharusnya tidak berada di sebuah kelap malam. Tema tradisional Yunani ini begitu berlawanan dengan gaya Art Deco yang berada di tempat skywalk, dimana para pengunjung club menikmati minumannya--- tanpa hingar bingat musik dari bawah yang memekakkan telinga. Grep. "Oh?" Sebuah tarikan tegas sekaligus lembut menyapa pinggangnya. Membalik tubuh Ivy untuk menempel pada d**a pria yang tertutup hodi. Gerakan itu bahkan hampir membuat jantung Ivy copot karena terkejut. Dan secara mengejutkan godaan mulai terasa disetiap sel tubuhnya, untuk menggerakkan tangan dan kakinya untuk menari. Dia adalah magnet yang luar biasa, sebuah kesenangan bahkan mengalir hanya dengan menatap matanya. "Si - siapa kau?" Tanya Ivy setelah sadar dari segala daya tarik tak biasa dari pria yang memeluknya. "Menarilah dewi..." perintah sederhana yang dengan senang hati dituruti oleh Ivy. Tidak, lebih tepatnya dia tidak sanggup menolak karena ucapan pria itu seperti seruling Hamelin yang menggerakkan tubuhnya. Memikat tubuhnya bergerak - gerak tanpa bisa ia kendalikan. 'Kenapa tanganku bergerak sendiri?' Batin Ivy. Tangannya ia letakkan di bahu sang pria misterius. Tangan satunya berada di genggamannya. Wajahnya yang tertutup topeng bahkan tidak cukup menyembunyikan rupanya yang rupawan. Ivy mampu melihat tajamnya tatapan pria ini, bersanding dengan hidungnya yang tinggi. Dia sungguh sangat gatal ingin mengambil topeng itu agar bisa menikmati seluruh rupa sang pria. Yang semakin lama, wajah itu semakin mendekat ke pipinya. **** Kehidupan yang lalu. Pada malam hari setelah pertemuannya dengan pria berjubah gelap, Persephone tahu jika hati dan pikirannya tidak lagi sama. Semuanya tidak setenang kemarin di mana ia hanya menghabiskan waktu untuk menyesali sifat posesif ibunya. Namun sekarang, pikirannya benar - benar terpaku pada sosok yang penuh teka teki, yang anehnya terlihat mulia. Dia tidak tahu berapa kali memutar ingatan tentang awal pertemuannya yang meninggalkan kesan di kepalanya. Yang menyebalkan, ketika ia melakukannya maka jantungnya tak mau berhenti berdetak kencang. Membuatnya nampak bodoh karena tidak mengerti apa yang terjadi padanya. Di saat itulah, menyimpan semuanya sendiri dari ibunya menjadi keputusan terbaik yang ia pilih. Di tengah ladang aprikot yang diberkati oleh Dementer dengan kesuburan, dia menghela nafas. Lalu memutuskan berbaring di rerumputan yang lembut. Tindakannya disambut gembira oleh tanaman yang terus menari meski tanpa angin yang membelai. "Apa yang terjadi padaku?" Persephone berusaha mencari posisi yang tenang untuk berbaring. Namun itu tetap tidak berhasil membuatnya menenangkan jantungnya yang tidak stabil. Ini membuatnya sangat frustasi sehingga berpikir jika dia mengalami sakit yang tidak mungkin diderita oleh para dewi. "Aku melihat kau mendesah lebih dari sepuluh kali, Kore?" Aphrodithe yang glamour dan ceria datang menghampiri Kore. Dewi cinta itu begitu tertarik dengan gadis yang begitu polos dan berlawanan dengan dirinya. Oleh karenanya dia sangat senang menemuinya sebelum bermain - main di dunia manusia. Persephone hampir melunjak kaget saat detektor cinta itu mendekat. Gaunnya yang berwarna putih kebiruan kini melambai - lambai tertiup angin ketika ia berjalan. Sedangkan mahkota bunga emas yang terselip di belakang kepalanya menjadi pelengkap penampilannya yang sempurna. Persephone menyesali dirinya yang tidak pernah diijinkan ibunya mengenakan pakaian seperti itu. Padahal dia juga ingin tampil indah. Kau sangat indah meski tanpa pakaian minim itu, Kore. Itulah yang dikatakan ibunya demi menenangkan Persephone yang cemburu dengan penampilan para nimfa maupun dewi. "Apa yang kau bicarakan. Kurasa kau salah lihat," bantah Persephone. Dia tidak ingin membagi rahasianya sekarang dan hanya mencoba untuk menjauh. Dia tidak ingin bersentuhan dengan Aphrodithe agar dia tidak mendeteksi perasaan apapun di hatinya. Aphrodithe yang tahu tentang hati siapapun secara mendalam mulai mencurigai sesuatu. Namun masih tidak yakin sampai ia melihat guratan merah di wajah yang murni di depannya. "Ahahaha ternyata benar. Kau pasti tertarik dengan seseorang. Wajahmu terlalu polos untuk menyembunyikan sesuatu." Persephone selalu tidak bisa menang dari dewi cinta yang licik ini. Meski demikian ia tetap tidak ingin urusan pribadinya diketahui oleh Aphrodithe. "Sudahlah. Aku hanya kagum pada orang yang sekedar lewat. Bukan masalah besar. Lagi pula kami tidak mungkin bertemu lagi." Ucapan putus asa dari Persephone sangat mujarab menyakinkan Aphrodithe. Dewi cinta itu begitu yakin dengan kejujuran sang dewi musim semi sehingga tidak pernah meragukannya sedikitpun. "Kuharap kau jangan berhubungan dengan dewa bawah tanah. Mereka tinggal di tempat mengerikan, ditinggalkan dan kekuatanmu akan membusuk di sana." Persephone tidak yakin siapa yang sudah bertemu dengannya. Dia pun mengangguk karena yakin jika penghuni dunia ditinggalkan tidak akan serupawan pria yang ia temui. "Aku yakin dia tinggal di Olympus." "Syukurlah." Dan dimulai lah kegiatan bergosip Aphrodithe. Dia sangat senang menceritakan bagaimana para manusia mendatangi kuilnya untuk mendapatkan cinta. Dewi cinta itu begitu senang menceritakan bagaimana para manusia jatuh cinta dengan cara yang aneh, hasil dari idenya. Ares bahkan mendengus berkali - kali saat ia menumbuhkan cinta di peperangan. Persephone menyangga dagunya menikmati cerita Aphrodithe. Dalam hati mulai bersemi pertanyaan yang belum pernah ia pikirkan. Akankah ia mengalami cinta luar biasa seperti para manusia itu. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD