Pesona memasuki sebuah restoran, dia lalu menuju ke dapur restoran itu dan meletakan tasnya disebuah meja yang ada. Dia masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian kerjanya. Pesona adalah seorang pelayan di restoran itu, dia sudah bekerja selama hampir satu tahun. Awalnya pemilik restoran ini ragu menerimanya karena dia masih sekolah, akan tetapi Pesona berhasil membujuknya dengan kata-kata kalau dia membutuhkan uang untuk membantu panti asuhan tempat tinggalnya.
Sejujurnya panti itu bukanlah sebuah panti yang miskin, akan tetapi Pesona sadar kalau dia tidak bisa selamanya bergantung pada bu Rianti terus-menerus. Dia sudah dewasa, seharusnya dia tidak berada di panti itu lagi. Sekali lagi takdir mempermainkannya, tidak mempunyai anggota keluarga satu-pun dan tidak ada juga yang bersedia mengadopsinya sebagai seorang anak. Saat ini Pesona sudah dewasa sehingga untuk mendapat orang tua asuh itu sangatlah kecil peluangnya.
"Kamu bolos lagi ya Son?" tanya salah satu pegawai disana yang bernama Joni.
"Hmm..." gumam Pesona sambil memasukan pakaiannya kedalam tas.
"Kalau bos tau kamu bisa kena marah."
"Jangan sampai bos tau! Lagipula bos sedang pergi ke luar kota, dia ngga akan tau."
Joni hanya menggelengkan kepalanya, dia menerka-nerka seberapa keraskah kepala gadis itu? Apakah jika dia memukul kepalanya dengan batu maka batu itu justru akan terpental? Pesona adalah gadis yang benar-benar keras kepala.
Pesona terus bekerja melayani para pelanggan sampai malam hari, dia terus bergerak tanpa membiarkan tubuhnya beristirahat. Jika sedang sepi maka dia akan menyibukan diri dengan membersihkan meja satu per-satu. Kegiatan itu adalah hal yang bisa membuat Pesona menjadi lupa waktu dan juga beban hidupnya.
Lelah yang menyerangnya sama sekali tidak dia hiraukan, nyeri dikakinya juga dia abaikan. Entah apa yang ingin Pesona lupakan, dia bahkan juga bingung. Terkadang dia ingin menghilang menjadi debu yang amat kecil. Terkadang dia ingin tetap hidup walau menjadi sebuah akar yang terkubur dalam bumi namun sangat dibutuhkan.
Jika terus dipikirkan, tidak ada gunanya dia hidup lagi. Apa yang menjadi alasan dia untuk bertahan hidup? Hampir tidak ada. Dia tidak mempunyai orang tua untuk diperjuangkan, tidak memiliki saudara, tidak memiliki teman. Dia hanya memiliki tubuhnya sendiri untuk dia perjuangkan, dan pikirnya itu hanya membuang tenaga dengan hasil yang sama setiap harinya. Kalau saja dia tidak ingat dengan bu Rianti yang mengurus anak panti sendiri, mungkin saat ini tubuhnya sudah ditemukan di kali Ciliwung.
"Ini udah waktunya pulang Son, kamu pulang aja duluan biar aku sama pegawai lain yang menutup Restoran ini."
Pesona hanya mengangguk mendengar perkataan Joni, sekarang dia baru sadar bahwa tubuhnya sangatlah lelah. Setelah mengantikan pakaiannya, dia mengambil tasnya lalu berjalan keluar Restoran. Langkah kakinya tidak langsung menuju ke panti, dia pergi ke sebuah lapangan basket yang ada dibelakang panti. Dia duduk dipojok dan menyenderkan punggungnya ke tembok.
Dia mengeluarkan pelatuk dari sakunya lalu mengambil sebatang benda berwarna putih dan berujung coklat. Dia membakar ujungnya lalu menyesapnya secara perlahan, asap yang keluar dari mulutnya seperti menandakan beban yang selama ini dia tanggung. Baru beberapa kali sesapan, Pesona sudah terbatuk.
"Gue ngga selemah itu!"
Pesona melangkahkan kakinya memasuki Panti, saat dia sampai di ruang tamu lampu yang tadinya mati sekarang menyala. Dia melihat sesosok yang berdiri didepan saklar lampu dengan wajah yang begitu marah.
"Jam berapa ini?"
Pesona menggigit bibir bawahnya gugup.
"Pesona? Kamu kemana sampai pulang selarut ini?! Kamu ngga bolos sekolah lagi kan?!"
"Ibuu.. Pesona cape banget, kita bahas besok aja yah?" jawab Pesona memohon.
Bu Rianti mengurut keningnya dengan tangan, "Ibu mau yang terbaik buat kamu Pesona. Ibu mau melihat kamu berhasil. Kalau kamu terus bersikap membangkang seperti ini, apa yang akan kamu dapat? Kamu tidak akan mendapatkan apapun, jadi tolong... berhenti melakukan hal seperti ini."
"Ibu ngga perlu khawatir, Pesona bisa jaga diri sendiri. Pesona sayang sama Ibu, kalau bukan karena Ibu mungkin Pesona udah ngga ada lagi di dunia ini. Pesona hanya ingin, membuang salah satu beban Ibu. Sejak kecil, Ibu ngga pernah membiarkan Pesona untuk hidup sendiri. Pesona juga belum bisa membalas jasa Ibu selama ini. Pesona ingin membantu pembiayaan Panti, selama ini Pesona selalu menjadi penyebab pengeluaran Panti menjadi sangat besar. Pesona ngga mau lihat Ibu cape." Tutur Pesona lalu memeluk Rianti.
"Kamu udah Ibu anggap anak sendiri, Sona! Bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu? Ibu tulus menyayangi kamu, Ibu ngga pernah meminta imbalan apapun dari kamu." Ucap Rianti mulai terisak.
"Itu kenapa Pesona sayang sama Ibu." Jawab Pesona sambil tertawa kecil melihat Rianti menangis.
"Sudahlah, kali ini Ibu maafkan! Ibu mohon, jangan membolos lagi Pesona. Masalah materi kamu tidak perlu khawatir, Ibu yang akan mengurusnya. Kamu mengerti?"
"Hmm.."
Pesona hanya menjawab dengan gumaman tidak jelas, dia mencium pipi Rianti lalu memasuki kamarnya. Dia memiliki kamar sendiri di Panti karena usianya yang paling dewasa diantara anak panti lainnya. Dia bergegas mandi, lalu membaringkan tubuhnya diatas kasurnya yang nyaman karena masih akan ada hari esok.
-------
Nendra tersenyum kecil saat berdiri di pintu masuk sekolah menunggu Pesona datang. Hari ini dia berpikir untuk mendekati Pesona sebagai teman, anggap saja itu modus dari seorang Ganendra.
Nendra melihat ke arah jam ditangannya, dia tidak sabar menunggu gadis itu datang. Dia mendongak dan matanya langsung melotot saat melihat gadis yang dia tunggu baru saja melewatinya tanpa memandang ke arahnya sama sekali. Dia berlari mengejar gadis itu dan berjalan disampingnya.
"Hei.. Selamat pagi!" kata Nendra.
Pesona hanya meliriknya sekilas karena dia terlalu malas mendengar omong kosong yang akan dikeluarkan oleh lelaki itu. Nendra terus berjalan menyamai langkah Pesona yang sengaja dibuat cepat oleh gadis itu.
"Nanti kamu ke kantin ngga?"
Pesona tetap diam dan lebih mempercepat jalannya.
"Istirahat nanti aku ke kelas kamu ya? Kita ke kantin bareng gimana?"
Pesona menghentikan langkahnya saat ditangga, dia membalikan badannya melihat ke arah Nendra yang berdiri diujung tangga.
"Pergi! Jangan ganggu gue!" ujar Pesona dengan nada pelan yang sinis.
"Oke! Nanti aku ke kelas kamu dan kita ke kantin bareng. Tenang aja, aku yang traktir! Aku ke kelas dulu ya? Jangan rindu sama aku, kalau kamu mau rindu juga boleh sih." jawab Nendra sambil terkekeh.
Pesona hanya mendengus mendengar perkataan lelaki yang baru saja pergi itu. Dia benar-benar tidak percaya, bagaimana bisa lelaki itu menggoda seorang Pesona yang notabennya sangat dibenci dan dijauhi oleh para lelaki? Bukan hanya lelaki tetapi siswi disini juga.
Di kelas, Pesona duduk dibarisan belakang sendiri paling pojok. Dia duduk sendirian disana, tidak ada teman sekelasnya yang mau untuk berdekatan dengannya. Berbeda dengan Diana yang justru sekarang sedang mendekat ke arahnya.
"Ngapain lo bareng sama Ganendra?" tanya Diana.
"Ganen siapa?" tanya Pesona tidak mengerti.
"Bisa ngga usah sok b**o? Cowo yang tadi ngobrol sama lo ditangga, siapa lagi?!" bentak Diana.
'Oh..Namanya Ganendra?" jawab Pesona cuek karena jujur dia memang lupa dengan nama lelaki itu.
"Lo ada hubungan apa sama dia?"
"Ada hubungan atau ngga bukan urusan lo!"
Diana hanya bisa menahan amarahnya lalu mendorong kursi samping Pesona kesal dan kembali ke tempat duduknya. Pesona sangat puas bisa membuat Diana menjadi sangat kesal.
Saat istirahat, Nendra berjalan cepat menaiki tangga menuju ke kelas Pesona. Dia sekarang berada tepat di pintu kelas gadis itu. Dia melihat ke dalam kelasnya dan melihat Pesona tengah meletakan kepalanya diatas meja tertidur. Dia terkekeh melihat tingkah gadis yang sangat cuek dengan sekelilingnya itu.
"Nendra? Ngapain kesini?" tanya Diana yang melihat Ganendra berdiri diambang pintu.
"Oh Diana? Kamu sekelas sama Pesona?" tanya Nendra yang memang sudah mengenal Diana karena mereka bertetangga.
"Iya, emang kenapa?"
"Aku ada urusan aja sama dia. Aku masuk ya?" tanya Nendra.
"Iya masuk aja." Jawab Diana sedikit enggan lalu keluar kelas bersama temannya.
Nendra memasuki kelas Pesona lalu duduk disamping gadis itu. Dia berdehem dengan sengaja agar Pesona mendengarnya namun gadis itu tetap tidak menggubrisnya. Nendra tidak kehabisan akal, dia menggoyangkan meja dan kursinya lalu berteriak heboh.
"Gempa... Ada gempa!" teriak Nendra.
Pesona hanya memindahkan posisi tangannya dan kembali menutup wajahnya untuk tertidur. Sebenarnya Pesona sudah tau kalau itu adalah Nendra tetapi dia sedang malas berdebat dengan lelaki itu makanya dia berpura-pura tidur.
Nendra berdecak melihat Pesona yang masih terus tertidur tanpa menggubris dirinya. Tangannya terangkat dan meletakannya diatas kepala Pesona, dia mengeluas rambut panjang Pesona yang terurai.
Pesona melotot saat merasakan kepalanya dielus oleh lelaki yang tengah duduk disampingnya. Seketika badannya melonjak tegak dan matanya melotot ke arah Nendra. Selama ini tidak ada yang berani menyentuh Pesona selembut itu selain Bu Rianti.
"Ngapain lo hah?"
Nendra tersenyum kecil saat melihat wajah marah Pesona yang tengah tertutup oleh rambutnya. Nendra mengangkat tangannya menyingkirkan rambut Pesona ke belakang telinga gadis itu. Pesona terbengong saat Nendra menyampirkan helaian rambutnya yang berantakan menutupi wajahnya.
"Astaga, rambut kamu berantakan. Sayang banget kalau wajah cantik harus tertutup rambut berantakan kaya gini." Ujar Nendra saat menyampirkan rambut Pesona.
Pesona tersadar saat Nendra mengatakan itu, dia langsung menepis tangan lelaki itu dari wajahnya.
"Jangan sentuh gue sembarangan!" bentak Pesona lalu membuat rambut yang tadi sudah tersampir rapi kembali menutupi sebagian pipinya.
Nendra terkekeh mendengar bentakan Pesona, "Yuk ke kantin!"
"Gue ngga pengin jajan! Gue mau tidur!" jawab Pesona.
Nendra menarik tangan Pesona paksa, "Aku ngga terima penolakan!"
Dikantin, Pesona memesan makanan seperti orang gila yang belum makan selama beberapa hari. Nendra yang melihat itu hanya melongo, dia tidak percaya gadis kecil seperti Pesona bisa menghabiskan makanan sebanyak itu. lihat saja sudah ada 3 mangkok bakso yang dia habiskan, sekarang yang Pesona makan adalah mangkok ke 4 yang sebentar lagi akan habis.
"Satu mangkok lagi ya pak!" teriak Pesona.
"Siap neng!" jawab tukang bakso itu.
Nendra mendengus saat mendengar teriakan Pesona.
"Tadi siapa yang bilang ngga mau jajan?" sindir Nendra membuat Pesona mendongak.
"Kenapa? Ngga ikhlas bayarin gue?!"
"Engga, udah makan aja sepuasmu Pesona."
Pesona melanjutkan makannya, dia sempat melihat ke sekelilingnya dan melihat banyak siswa-siswi melihat kearahnya dan Ganendra.
"Lo terkenal ya? kenapa mereka liatin sini terus?" tanya Pesona.
"Ngga salah? Bukannya kamu yang terkenal?"
"Gue ga setenar itu sampai satu sekolahan tau tentang gue!"
"Benar juga sih, buktinya aku ngga tau waktu pertama kali ketemu kamu kemarin."
Pesona tidak menggubris Nendra lagi dan melanjutkan memakan baksonya yang baru saja dikirim oleh tukang bakso itu.
"Belum saatnya, lo tau tentang gue."
Pesona mendongak saat mendengar gumaman yang keluar dari mulut Nendra, sementara lelaki itu justru tersenyum memandang Pesona. Pesona mengerutkan keningnya bingung, tadi dia mendengar jelas bahwa Nendra berkata dengan bahasa seperti anak muda lainnya, bukan seperti anak manja yang polos dan lugu.
"Aneh!" ujar Pesona lalu kembali menyantap baksonya.
--------
TBC