PART 6

1226 Words
Terus bekerja dan terus bergerak, hal itulah yang sedari tadi dilakukan oleh Pesona. Berjalan mengantar setiap pesanan, terkadang dia membersihkan meja yang sudah ditinggalkan oleh pembeli. Bagi Pesona mungkin ini adalah pekerjaan yang menyenangkan tetapi bagi tubuhnya hal itu sangat menyiksa. Sampai malam datang, Pesona baru berhenti melakukan berbagai pekerjaan. Dia duduk disalah satu kursi pelanggan, kepalanya dia letakan diatas meja, wajahnya terlihat pucat dengan keringat yang mengalir di dahinya. Joni yang melihat hal itu mendekati Pesona dengan khawatir, tidak biasanya gadis itu lemah seperti itu. "Kamu baik-baik saja, Pesona?" tanya Joni. Pesona hanya mengangguk lemah mendengar pertanyaan Joni. "Lebih baik kamu pulang sekarang, wajah kamu pucat. Kalau kamu sakit besok ngga usah berangkat kerja aja, aku yang bilang ke bos." "Ngga usah Jon! Istirahat dirumah juga nanti baikan." "Perlu diantar?" "Ngga! Gue pulang sendiri aja." Setelah mengatakan hal itu, Pesona berdiri dari duduknya lalu berganti pakaian sekolah. Selesai berganti baju, dia memilih berjalan kaki untuk pulang walau tubuhnya terasa pegal. Baru separuh jalan, dia berhenti disalah satu halte untuk beristirahat. Pesona merogoh tasnya mencari sesuatu di dalamya namun tidak dia temukan. "Aghh... Gue lupa bawa!" ucap Pesona lirih. Tidak peduli dengan orang yang berlalu lalang, dia mengambil rokok disaku pakaian sekolahnya. Saat mengambilnya ternyata hanya ada sebuah permen karet yang tadi diberikan oleh Nendra. Dia mengumpat karena lupa bahwa rokok yang tadi dia hisap adalah rokok terakhir yang dia punya. Tidak mempunyai pilihan lain, akhirnya dia hanya bisa mengunyah permen itu. Pesona kembali berdiri dan melanjutkan langkahnya dengan gontai, dia mengeratkan jaket yang dia pakai karena suhu yang dingin. Dia berjalan sampai di pertigaan jalan yang lumayan sepi, kepalanya menengok ke arah kanan yang sangat ramai walau cukup jauh. Dia melihat banyak anak-anak muda seumurannya mengerubungi motor yang ada ditengah jalan sepi itu. Pesona bisa menebaknya, itu adalah gerombolan anak-anak yang melakukan balapan liar. Di sekitar pantinya memang sudah tersebar berita tentang balapan liar itu. Saat kepalanya hendak mengalih, matanya sekarang justru menyipit melihat seseorang yang dikerumuni oleh wanita-wanita yang ada disana. Dia seperti mengenal lelaki itu. Dia hendak mendekat kearah kerumunan itu untuk melihat lebih jelas. Saat hampir mendekat, lelaki itu memasang helmnya dan mulai menyalakan mesin motornya. Langkah Pesona terhenti seketika, dia melihat kedua motor melintas melewati jalanan yang ada di depannya dengan sangat kencang. "Ngga mungkin cowo manja itu! Gila lo Son!" ujar Pesona pada dirinya sendiri. Pesona kembali melanjutkan niatnya untuk pulang ke panti segera mungkin, keringatnya sekarang keluar semakin banyak. Nafasnya mulai tersengal-sengal, udara yang dingin seperti menusuk tubuhnya. Saat Pesona membuka pintu rumah panti, seperti biasa Bu Rianti duduk di sofa ruang tamu menunggunya. Dia memandang Pesona dengan tatapan kesal karena gadis itu tidak pernah mau mendengarkannya. "Untuk yang kesekian kalinya kamu melanggar perintah Ibu, Sona!" "Maaf bu, Sona cape banget. Sona mau istirahat." Jawab Pesona lirih seperti kehilangan tenaganya. Melihat wajah pucat Pesona, Bu Rianti menjadi khawatir dan langsung membantu Pesona menuju ke kamarnya. "Kenapa kamu ngga pernah dengarin Ibu sih? Ibu udah pernah bilang, jangan terlalu kecapean!" Pesona hanya mengangguk lemah, dia melepas jaket lalu menuju ke kamar mandi. Sementara Bu Rianti menyiapkan makanan untuk Pesona, setelah selesai Pesona berbaring dikasurnya. Bu Rianti masukke dalam kamar Pesona sambil membawa baki yang berisi makanan. "Ini diminum dulu obatnya." ujar Bu Rianti setelah Pesona selesai makan. "Lain kali jangan lupa bawa obatnya ditas kamu! Udah, sekarang kamu istirahat aja." Lanjut Bu Rianti. Pesona hanya memejamkan matanya berpura-pura bahwa dia sudah tidur. Setelah Bu Rianti pergi, dia membuka matanya lalu duduk dan beranjak berdiri menuju jendela kamarnya. Dia membuka jendela itu dan angin malam langsung berhembus kencang menerpa wajahnya. Dia mengambil sebungkus rokok yang dia sembunyikan dilaci mejanya lalu menyalakan rokok itu. Perlahan dia mulai menyesap rokok itu lalu menghembuskan asapnya secara perlahan. "Aku bosan dengan pil bodoh itu! Membeli obat itu sampai segudang-pun tidak akan merubah apapun! Hanya membuang uang saja. Dasar dokter s****n!" umpat Pesona kesal Pesona menghisap rokok itu untuk yang ke tiga kalinya saat handphone miliknya berbunyi. Dia mengambil handphone itu, setelah melihat nomor itu dia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menelponnya. Pesona menekan tombol hijau mengangkat telepon itu. "Halo?" "Sudah aku katakan, wanita tidak pantas untuk merokok!" Pesona menegang mendengar perkataan seorang lelaki yang ada diseberang teleponnya. "Lo? Darimana lo dapet nomor gue?!" "Kamu ngga penasaran kenapa aku tau kamu sedang merokok?" Pesona membulatkan matanya, "Lo ngawasin gue yah?! Dimana lo hah?! Kurang ajar!" "Buang rokok kamu dan kembali ke tempat tidur, Pesona!" "Jawab dulu pertanyaan gue!!" bentak Pesona. "Buang dulu rokok kamu!" Pesona menggeram kesal, dia merasa sedang dipermainkan oleh lelaki manja seperti Nendra itu. Dia lalu menekankan rokoknya yang menyala ke tembok lalu membuangnya keluar jendela. "Puas lo?!" "Semuanya Pesona!" "Semua apanya? Gue udah buang rokoknya tuh!" "Semua rokok kamu! Sebungkus! Buang sekarang!" "Lama-lama ngelunjak lo yah?!" "Cepet!" jawab Nendra kesal. Dengan amat terpaksa, Pesona mengambil bungkus rokoknya lalu membuangnya melewati jendela kamarnya. "Mata lo liat kan?! Gue udah buang rokoknya! Dimana lo sekarang? Kenapa lo bisa tau nomor telepon gue? jangan-jangan lo menguntit gue dari tadi siang yah?! Jangan bilang kalo lo itu psikopat?! Mau bunuh gue lo yah?" "Hahaha... Ada-ada aja kamu! Sekarang liat ke bawah jendela kamu!" Pesona menggerakkan kepalanya melihat ke bawah, dan benar saja dia sedang menatap ke atas kamar Pesona yang berada dilantai dua. Lelaki itu mengeluarkan cengirannya saat Pesona melotot ke arahnya. "Ngapain lo disitu?!" ucap Pesona tertahan karena tidak mau membuat kebisingan. "Pengin ketemu kamu, emang ngga boleh?" "Ngga! Gimana lo bisa dapet nomor telepon gue?!" "Berjuang dong! Susah ternyata dapetin nomor kamu." Pesona hanya bisa mendengus mendengar jawaban lelaki gila itu, sementara itu Nendra lalu merogoh sesuatu dikantong jaketnya. Dengan tiba-tiba dia melemparkan sesuatu ke arah Pesona. "Tangkap!" ucap Nendra ditelepon. Pesona yang terkejut langsung reflek menangkap sesuatu yang dilemparkan oleh Nendra. Dia membuka tangannya dan melihat sebungkus permen karet yang dia tangkap dari lelaki itu. Pesona terdiam melihat permen karet yang ada ditangannya, dia menatap Nendra yang sedang tersenyum lebar ke arahnya. "Mulai sekarang jangan pernah merokok lagi! Setiap permen kamu habis aku akan datang dan bawain kamu permen karet lagi. Aku akan mengawasimu mulai sekarang!" "Kenapa lo peduli sama gue?" tanya Pesona lirih. "Aku tidak mau kehilangan sesuatu yang belum menjadi milikku. Hanya itu yang bisa menjadi alasanku saat ini. Sudahlah! Sekarang lebih baik kamu kembali ke tempat tidur dan istirahat. Besok aku jemput?" Pesona masih bingung mendengar perkataan Nendra dan hanya menjawab sekenanya. "Aku tidak sekolah." "Kenapa? Kamu sakit? Perlu aku belikan obat? Kamu sakit apa? Aku akan berangkat membeli obat itu sekarang." Kata Nendra dengan nada cemas. Lo ngga akan buat gue sembuh dengan membeli obat s****n itu! batin Pesona "Gue di skorsing tiga hari sama sekolah." "Kok bisa? Terus gimana?" "Mau gimana lagi? Udah sana lo pergi! Gue mau tidur, cape!" jawab Pesona malas karena sudah mengantuk. "iya udah, selamat tidur Pesona. Mimpi indah, kalau perlu mimpiin aku biar tambah indah." Pesona memutar bola matanya malas, dia mematikan teleponnya lalu melihat Nendra dengan senyuman lebarnya sambil melambaikan tangannya ke arah Pesona. Dia melihat Nendra melangkah menjauh dan melewati pagar panti dengan melompatinya. Pesona terus memandangi Nendra yang sudah naik motornya lalu menyalakannya dan pergi menjauh. Pesona terkekeh melihat cara lelaki itu masuk, "Dasar pria gila!" Baru saja Pesona ingin berbalik menuju kasurnya dia berhenti dan kembali menengok ke arah jendela. Memandangi tempat lelaki tadi menaiki motornya. "Motornya..." ucapan Pesona menggantung mengingat kendaraan yang dinaiki lelaki tadi. ---------- TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD