M&C - Part 1

1278 Words
"Cindy!!" "Iya!!" suara itu menyaut tat kala namanya di panggil. Ia yang duduk di depan meja belajarnya cepat-cepat bangkit dan keluar dari kamar. Perlahan ia menuruni anak tangga, matanya berwarna hazel menangkap sosok paruh baya yang sibuk menata piring makanan di meja makan. "Butuh bantuan, Bibi?" ujarnya sudah berdiri sembari tersenyum kepada wanita yang sering ia panggil Bibi. Bibi menoleh dan membalas senyuman gadis itu, "tidak, Cindy. Aku memanggilmu bukan untuk membantuku di meja makan," Cindy mengernyit, "kalau tidak untuk membantu, Bibi. Lalu kenapa memanggilku? Ini kan belum waktunya makan malam," Bibi kembali menarik garis lurus bibirnya mendengar ucapan, Cindy. "Aku ingin meminta bantuanmu, nak," "Bantuan? Apa itu?" Cindy menatap lekat wajah Bibi yang tersenyum penuh arti kepadanya. Dan seketika mengerti maksud dari senyuman itu, ia pun mengangguk-anggukkan kepala sembari tertawa renyah. "Aku mengerti, Bi. Kau ingin aku membantu suamimu, kan?" Bibi ikut tertawa, "kau memang pintar, sayang. Sekarang pergi lah ke kamarku, bantu pamanmu bangun dari tempat tidurnya," "Baiklah, Bi." Cindy berlalu dari hadapan Bibi. Ia melangkah ke kamar Bibi dan Pamannya yang terletak di lantai bawah tepatnya di samping tangga rumah itu. Perlahan Cindy membuka pintu kamar bercat coklat di depannya, ia menyembulkan kepala ke dalam dan matanya langsung menangkap sosok pamannya yang terbaring di ranjang. "Paman," ujar Cindy masuk ke dalam kamar yang tidak terlalu luas itu. Mata Paman mengikuti gerak-gerik Cindy yang mendekat ke arahnya. "Paman, biar aku yang membantumu kali ini," Paman tersenyum ke arah Cindy, "apa Lauren yang menyuruhmu?" "Bibi tidak menyuruhku, aku yang mau." ujar Cindy menarik kursi roda milik Paman yang letakknya tak jauh dari ranjang. "Benarkah?" tanya Paman kembali dengan tatapan tidak percaya. Cindy tidak menjawab ucapan Paman, ia membantu pria paruh baya itu untuk bangun dari ranjang dan duduk di kursi rodanya. Dengan susah payah ia mengangkat tubuh Paman yang lumayan besar, setelah mendudukkan Paman di kursi rodanya ia pun bersiap mendorong benda itu untuk keluar dari kamar, namun langkahnya terhenti ketika mendengar kalimat yang kurang mengenakkan dari bibir Pamannya. "Aku menyusahkan, bukan? Aku hanya beban bagi kalian berdua," Mendengar ucapan yang di lontarkan Paman membuat Cindy berdiri di hadapan Paman lalu merendahkan tubuhnya. "Kenapa paman bicara seperti itu? Paman bukan beban bagi kami, dan juga Paman tidak pernah menyusahkan kami," ujar Cindy menggenggam kedua tangan Paman. "Jika aku tidak mengalami kecelakaan, mungkin kita tidak akan tinggal di gubuk kecil ini." "Paman, apa kau menyalahkan dirimu sendiri? Kecelakaan yang kau alami itu adalah takdir dari Tuhan, Paman. Kau tidak boleh sepeti ini," "Lalu aku harus apa, nak? Aku hanya bisa terbaring di tempat tidur tanpa bisa melakukan apa pun, di sini aku satu-satunya pria dan juga kepala keluarga, tapi.. apa yang bisa aku lakukan untuk kalian? Tidak ada." Cindy menatap sedih Pamannya yang selalu merutuki dirinya yang lumpuh. Paman mengalami kecelakaan parah lima tahun yang lalu yang membuat tulang pinggulnya patah dan tidak bisa di gerakkan hingga kaki. Setengah tubuh Paman mengalami kelumpuhan total dan membuat dirinya frustasi karena hanya bisa duduk di kursi roda tanpa bisa melakukan apa pun bahkan Paman pernah ingin mengakhiri hidupnya dengan menegak racun serangga namun itu bisa di cegah oleh Bibi yang memergokinya saat itu. "Paman, aku tau kau masih belum bisa menerima takdirmu. Tapi percayalah, aku dan Bibi tidak pernah merasa kau menyusahkan kami. Kita bahkan senang saat bisa membantumu dengan bergantian, Paman." Paman menatap haru, Cindy. Ia menarik tubuh gadis itu dan memeluknya. "Terimakasih, nak. Kau sungguh baik," "Aku seperti ini karena didikkan Paman dan Bibi," Paman tersenyum dan beberapa saat kemudian mereka berdua pun sudah duduk di meja makan. ^^^ Waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari dan Cindy masih berkutat di meja belajarnya. Ia sudah tamat sekolah beberapa tahun yang lalu dan juga.. ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikkan ke perguruan tinggi-mengingat keuangan Bibi dan Pamannya yang pas-pas-an. Di tambah ia yang tinggal cukup jauh dari kota itu akan menambah biaya, dengan alasan tersebut lebih baik ia merawat kedua paruh baya itu, setidaknya ia ingin membalas budi kepada mereka karena telah merawat dirinya. Ia tidak tau kemana orang tuanya, siapa nama mereka, dimana mereka dan apakah ia memilikki saudara? Itu semua tidak ia ketahui. Ia tidak pernah menanyakan itu kepada Paman dan Bibi tapi kedua orang tua itu bilang padanya jika ia dengan Paman memilikki hubungan darah karena pria itu adik dari ayahnya. Tapi.. jika itu memang benar, lalu siapa nama ayahnya? Bagaimana bentuk wajahnya? Apa mirip dengan Paman? Hal kecil itu saja ia tidak tau, ia tidak mengerti kenapa ayahnya menyuruh Paman untuk merawat dirinya dan tinggal bersama mereka, selama dua puluh tahun hidupnya tidak pernah sama sekali orang tuanya melihat dirinya disini. Kemana mereka? Kenapa mereka tidak pernah menemuinya? Apa ia pernah berbuat salah hingga mereka membuangnya kesini? Dan juga apa benar namanya Cindy? Nama itu terdengar asing tiap kali Paman dan Bibi memanggilnya. Ia sering merasa jika itu bukan namanya. Siapa aku sebenarnya? Kalimat itu terus ia tulis di sebuah buku yang ia siapkan. Ia menulis itu setelah selesai belajar, ia sudah menghabiskan sepuluh lembar hanya untuk menulis kata yang selalu terngiang-ngiang di kepalanya selama ini. Cindy menutup bukunya, lalu hendak beranjak dari sana, namun ia yang baru berdiri dari kursi tidak sengaja melihat dari jendela ada dua buah mobil sedan berhenti tepat di sebuah rumah. Cindy pun langsung melirik jam dindingnya. "Apa masih ada orang yang bertamu jam segini?" bisiknya bingung. Mata Cindy terus melihat keluar. Dapat ia lihat seorang pria keluar dari salah satu mobil dengan pistol di tangannya dan ada beberapa orang lagi yang mengikutinya dari belakang. "Apa mereka pembunuh?" masih dengan menerka-nerka, Cindy menyaksikan apa yang mereka lakukan. Dor!! Cindy reflek menutup kedua telinganya dan berjongkok di samping kursi belajarnya. Bunyi tembakkan itu cukup keras di tambah lagi suasana yang sunyi semakin membuat suara tembakkan itu menjadi makin keras. Dor!! Sekali lagi tembakkan terdengar. "Apa mereka membunuh penghuni rumah itu?" Dengan pelan Cindy mencoba untuk bangkit, ia kembali melihat keluar jendela dan tembakkan itu terdengar kembali. "Aakh!!" Cindy berteriak dan kembali menutup kedua telinganya menggunakan tangan. "Apa yang mereka lakukan!" Melihat keadaan di luar yang terlihat menegangkan tidak membuat Cindy takut. Ia memilih keluar dari kamarnya. Harap-harap ia bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi di rumah itu. Sesampainya di luar, bisa ia lihat beberapa orang berjas hitam keluar dari rumah itu dan berdiri di samping mobil sedan yang mereka kendaraai tadi. Berusaha untuk tidak ketahuan, Cindy mencoba mengintip mereka melalui pohon yang ada di sana. Ia berdiri di belakang pohon itu dan menatap satu persatu wajah yang ada di sana. Tampak mereka memakai semacam earpiece di telinga masing-masing. "Siapa mereka?" Mata Cindy bergerak ke arah lain tepatnya ke arah pria yang baru keluar dari rumah itu. Tangannya memegang pistol dan di penuhi oleh darah. Ia memberikan pistol itu kepada pria yang di depannya, pintu mobil di bukakan untuk dirinya dan itu semakin membuat Cindy yang di tempatnya semakin bingung. "Apa dia.. boss mereka?" Pria itu hendak masuk ke dalam mobil tapi.. tanpa Cindy sadari pria itu menoleh ke arahnya. Mata mereka beradu pandang. Walaupun tampak tidak terlalu jelas, bisa Cindy lihat bagaimana bentuk dari mata pria itu. Mata itu terlihat tajam dan juga.. wajah pria itu yang terlihat kaku dan tampak lelah. Seperti tidak menghiraukan keberadaan Cindy, pria itu pun masuk ke dalam mobil di ikuti oleh beberapa orang yang mungkin anak buahnya. Kedua mobil itu meninggalkan perkarangan rumah. Cindy pun keluar dari persembunyiannya dan mendekat ke sana, tanpa merasa curiga ia masuk ke dalam rumah dan hal pertama yang ia lihat adalah begitu banyak darah yang berceceran. Cindy makin masuk ke dalam rumah itu dan hal mengejutkan ia temukan yaitu.. adanya empat mayat yang di gantung di plafon kamar tidur. "Aakkhh!!" Sun, 16 Mei 2021 Follow ig : vivi.lian23
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD