Cindy, menatap lurus bangunan besar serba putih di depannya. Sebelah tangannya memegang koper miliknya dan di sampingnya berdiri Gorge yang terus menatap wajahnya sedari tadi.
"Bisakah tidak menatapku seperti itu?" Cindy menoleh ke arah Gorge yang tertangkap basah menatapnya terang-terangan.
Gorge gelagapan di tempatnya, ia cepat-cepat menundukkan kepala.
Mendapati respon Gorge yang seperti itu membuat Cindy ingin kembali membuka suaranya, namun belum sempat karena perhatiannya langsung teralihkan oleh datangnya mobil sport warna merah dan berhenti tepat di belakang mereka.
Pengemudi itu keluar dari balik kemudi. Ia mengenakan kacamata hitam, di padukan dengan gayanya yang terlihat santai. Ia hanya mengenakan baju kaos berwarna hitam dan celana jeans pendek selutut berwarna putih.
Sejenak Cindy tertegun akan pemandangan di depannya. Baru kali ini ia melihat gaya santai dari seorang Simon.
Selama dua hari yang lalu ia bersama Simon, ia tidak pernah melihat pria itu mengenakan pakaian sesantai itu selain jas lengkapnya dan sepatu pantofel namun kali ini pria itu sangat berbeda. Ia tampak..
"Selamat datang, Pak."
Suara itu membuyarkan lamunan Cindy. Sejenak ia mengerjap-ngerjapkan mata.
"Terimakasih, Gorge." ujar Simon sembari memberikan kunci mobilnya kepada asisten ter-percayanya itu.
Gorge berlalu dengan mobil Simon dan kini hanya tinggal Cindy dan pria itu.
Simon mendekati Cindy, membuka kacamatanya di depan gadis itu dan mengambil alih koper miliknya.
Cindy terkesima akan gerakkan yang di buat oleh Simon. Padahal pria itu hanya membuka kacamatanya tapi kenapa itu sangat terlihat.. mempesona?
"Ayo,"
Cindy reflek mengangguk, lagi-lagi ia melamun dan lamunan itu hanya tentang Simon.
Pria dingin yang tak sengaja menabrak sepedanya dan membuatnya harus tinggal bersama pria itu di rumah besar serba putih yang kini akan ia tempati entah sampai kapan.
***
"Ini kamarmu," Simon berujar sembari melangkah masuk ke dalam kamar yang di sediakan untuk Cindy.
Gadis itu mengekor di belakangnya. Matanya berpendar menatap suasana kamar yang akan ia tempati itu.
Bentuk kamar itu sangat berbeda dengan kamar lamanya yang ada di desa. Kamar itu kecil dan isinya pun tak seberapa, berbeda dengan kamar barunya ini.
Kamar itu terlihat mewah dan sangat luas, isinya pun lengkap dan yang sangat Cindy inginkan selama ini adalah adanya walk in closet di kamar itu. Semuanya sudah Simon siapkan untuk dirinya.
"Apa masih ada yang kurang?" ujar Simon berdiri di belakang Cindy.
Saat ini mereka masuk ke dalam walk in closet milik gadis itu. Simon telah mengisi lemari-lemari yang ada di sana dengan baju-baju dan dress-dress yang sesuai dengan selera Cindy.
Cindy sendiri tanpa sadar menarik lurus bibirnya. Ia tersenyum. Tersenyum akan sikap Simon yang sigap menyiapkan semua ini untuknya, padahal ia tidak pernah berbicara dengan pria itu setelah pertemuan mereka di toko kopi milik Molly.
Ia yakin Bibi yang memberitahukan semua yang ia sukai kepada Simon.
"Terimakasih," Cindy memutar tubuhnya menghadap Simon dan tersenyum ke arah pria itu. "Terimakasih, sudah menyiapkan ini semua dan juga.. akan ku pastikan aku tidak akan menyusahkanmu."
Simon diam tidak bereaksi, kali ini ia yang tertegun melihat senyum manis yang Cindy berikan untuknya.
Cindy melangkah mendekat ke arahnya dan tanpa ia duga gadis itu memeluknya.
"Aku janji tidak akan membuatmu susah selama tinggal disini. Walaupun awalnya aku mencurigaimu karena hanya dengan sekali bertemu dengan Bibi, dia langsung menyuruhku untuk tinggal bersamamu dengan alasan yang saat ini masih belum aku mengerti. Terlepas dari itu, jika aku meminta agar kau membawa mereka kesini, apa kau akan mengabulkannya?"
Simon masih diam di tempatnya, wangi tubuh gadis itu menyapa hidungnya. Ia paling tidak bisa jika berdekatan seperti ini dengan seorang wanita.
Simon mengepalkan kedua tangannya di samping tubuh, ia membalas ucapan Cindy hanya dengan anggukkan.
Cindy melepaskan pelukannya namun tidak dengan jarak tubuh mereka yang masih menempel.
"Promise? " Cindy menaikkan jari kelingkingnya di hadapan Simon.
Simon mengernyit dan menatap bingung Cindy. "Apa masih ada orang yang melakukan itu-"
"Ada." dengan cepat Cindy mengambil tangan Simon dan mengaitkan jari kelingking mereka. "Kau sudah janji kepadaku, jadi.. aku harap kau tidak akan mengingkarinya." Cindy kembali memperlihatkan senyumannya kepada Simon, lalu kemudian ia keluar dari sana meninggalkan Simon yang lagi-lagi tertegun melihat senyumannya yang tampak manis itu.
***
"Pak, aku sudah mendapatkan informasi tentang keberadaan Alvino." Gorge masuk ke ruangan kerja Simon yang sebelumnya telah ia ketuk. Ia berdiri di belakang pria itu.
Simon yang berdiri menghadap jendela mengepalkan tangannya di dalam saku celana.
Entah kenapa ia merasa sangat sulit untuk menemukan Alvino. Pria itu selalu bisa melarikan diri dari jangkauannya.
"Apa benar dia ada di sini?"
Gorge mengangguk, "iya, Pak. Dari informasi yang Saya dapat, Alvino tidak menyewa atau pun membeli rumah, dia lebih suka menginap di hotel dan berpindah-pindah."
Mendengar ucapan dari Gorge membuat Simon tersenyum miring. "Itu salah satu cara Alvino agar kita sulit menemukan jejaknya." setelah mengucapkan itu Simon memutar tubuhnya menghadap Gorge.
"Terus cari informasi tentang pria itu, kalau bisa berikan apa pun yang kau dapatkan kepadaku secepatnya."
"Baik, Pak."
Gorge berlalu dari hadapan Simon dan pria itu sendiri kembali memutar tubuhnya menghadap jendela-menatap jalan raya yang padat dan terlihat macet.
"Kau harus aku dapatkan bagaimana pun caranya, Alvino!"
^^^
Pagi menjelang, dengan wajah fresh dan perasaan senang Cindy melangkah keluar dari kamar mewahnya, setelah semalam ia menelfon Bibinya dan berbicara hampir larut malam dengan wanita paruh baya itu.
Dengan riang ia melangkah menuruni tangga lalu masuk ke dalam dapur. Matanya yang berwarna hazel menangkap sosok wanita paruh baya yang tengah sibuk memasak sesuatu.
Ia mendekat dan menyentuh pundaknya, "pagi, Bibi Yuma."
Wanita yang biasa di panggil Yuma itu menoleh ke arah Cindy dan tersenyum kearah gadis itu. Kemaren siang Simon telah memperkenalkan Cindy kepada Bibi Yuma dan Bibi Yuma dengan senang hati menyambut Cindy sebagai keluarga baru di rumah itu.
Cindy menyambut senyumannya, "pagi, Nona."
"Bibi sedang buat apa?" tanya Cindy menatap isi dari penggorengan di depan Bibi Yuma.
"Makanan kesukaan Tuan Simon, Nona."
Cindy menatap makanan yang sudah jadi itu dan benaknya memikirkan sesuatu.
Selagi Cindy terdiam di tempatnya, Bibi Yuma memindahkan makanan itu ke piring dan bersiap menyajikannya di meja makan.
Cindy yang sudah tersadar dari lamunannya dengan cepat menahan lengan Bibi Yuma. Wanita paruh baya itu langsung menoleh ke arahnya.
"Kenapa, Nona?"
"Apa aku boleh memotret makanan itu dulu, Bibi?"
Bibi Yuma mengerjapkan matanya, kemudian menganggukkan kepala sembari tersenyum.
"Tentu,"
Cindy mengeluarkan ponselnya- memotret makanan yang tampak lezat di depannya itu, lalu mempersilahkan Bibi Yuma untuk menyajikannya di meja makan.
Ia yang masih berdiri di sana- memandangi hasil jepretannya tadi lalu bergumam.
"Aku harus meminta Bibi Yuma untuk mengajarkanku membuat makanan ini."
***
Simon keluar dengan tergesa-gesa dari kamarnya. Ia mendapatkan telpon dari Gorge yang ada di bawah, pria itu bilang jika Alvino akan check out dari hotel tempat ia menginap.
Simon harus bisa mendapatkan pria itu secepatnya, ia berlari menuruni anak tangga dengan menjenjeng jasnya.
Saat sudah ada di bawah, Simon berpapasan dengan Bibi Yuma. Ia berbicara dengan wanita itu kalau ia harus pergi sekarang dan tidak bisa menyantap sarapan yang telah di siapkan Bibi Yuma untuknya.
Bibi Yuma yang langsung paham akan kondisi mendesak yang sedang di hadapi Simon- mengangguk dan menyuruh pria itu untuk cepat pergi.
"Pak, kita harus cepat." Gorge muncul di ambang pintu.
Simon mengangguk singkat, ia pergi dari hadapan Bibi Yuma. Langkahnya yang sudah ingin keluar dari rumah itu tertahan oleh suara Cindy yang baru keluar dari dapur.
"Kau mau kemana?" ujar Cindy berdiri di belakang Simon-tak jauh dari pria itu.
Simon memutar tubuhnya menghadap Cindy. "Aku harus pergi." ujarnya dengan datar, tanpa mendengar balasan dari Cindy, Simon kembali melangkah dan itu sangat cepat.
Cindy sendiri berusaha mengejar dan menangkap pergelangan Simon. Langkah Simon kembali terhenti, "aku tau kau sibuk, tapi setidaknya makan lah dulu.. Bibi Yuma sudah-"
Ucapan Cindy terpotong karena Simon menghempaskan tangannya dari pria itu dan menatapnya dengan marah.
Sejenak Cindy tertegun akan tatapan pria itu yang terlihat... menakutkan.
"Ada hal penting yang harus aku lakukan sekarang! Dan aku mohon kepadamu untuk jangan menghalangi langkahku untuk pergi! Jika kau ingin makan, sana makan sendiri dan jangan ganggu aku!!"
Setelah mengatakan itu Simon masuk ke dalam mobil yang di sopiri oleh Gorge- pria itu melihat interaksi Simon dengan Cindy dan sedikit merasa iba kepada gadis itu yang di bentak oleh Simon.
Mobil Simon berlalu dari hadapan Cindy. Cindy hanya bisa diam di tempatnya setelah di bentak oleh Simon. Ia yang tidak pernah di bentak oleh siapa pun sebelumnya, cukup terkejut mendapati perlakukan Simon kepadanya.
Kenapa pria itu begitu marah kepadanya? Apa ia berbuat salah? Padahal ia hanya mencoba menahan pria itu agar jangan pergi dulu dan menyantap makanan yang sudah susah payah di buatkan Bibi Yuma untuknya.
"Kenapa aku merasa kau berbeda dengan sebelumnya, Pak? Dan juga.. apa pekerjaan yang sedang menunggumu itu? Kenapa kau terlihat terburu-buru?"
Benak Cindy di penuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang hanya bisa di jawab oleh Simon. Ia tidak mengerti akan sikap pria itu yang terasa berubah. Padahal sebelumnya pria itu tampak ramah dan baik tapi sekarang.. ia terlihat marah dan kesal kepada dirinya.
Dan juga ia merasa ada yang aneh di sini. Kemaren begitu banyak orang yang berpakaian formal berdiri di depan rumah setelah dirinya masuk ke dalam bangunan putih itu dan sekarang... orang-orang itu tidak ada. Kemana mereka? Apa mereka muncul hanya ketika malam hari tiba?
Keanehan berlanjut ketika Simon melarangnya untuk masuk ke dalam ruangan yang tepat di samping kamar yang ia tempati.
Cindy memutar tubuhnya dan menatap bangunan besar berwarna putih di depannya.
"Apa yang ada di dalam ruangan itu, Pak? Kenapa kau melarangku untuk masuk ke dalam sana?.. apa ada hal yang kau sembunyikan dan tidak boleh seorang pun tau.. atau hanya kepadaku kau melakukan itu?.. aku merasa ada hal yang kau sembunyikan dari ku, Simon."
Sat, 05 June 2021
Follow ig : vivi.lian