M&C - Part 6

2699 Words
Simon turun dari dalam mobilnya, tergesa-gesa masuk ke dalam hotel tempat Alvino menginap. "Kau sudah mendapatkan kartu kamarnya, bukan?" ujarnya melirik Gorge yang mengikutinya di belakang. "Sudah, Pak." Mereka masuk ke dalam lift, Gorge menekan tombol lantai tempat Alvino memesan kamarnya. Beberapa saat kemudian, lift berhenti di lantai yang di tuju. Simon keluar dari sana, langkahnya yang lebar membawanya menuju ke kamar Alvino. Gorge menempelkan kartu kamar hotel yang ada di tangannya, cepat-cepat Simon masuk ke dalam kamar itu, lalu ia berteriak. "Alvino!! Keluar!!" Simon mengedarkan pandangannya, kamar itu terlihat berantakkan. Gorge yang di belakangnya langsung sigap masuk lebih dalam. Ia mencari keberadaan Alvino di setiap sudut kamar hotel. Namun sayangnya pria itu tidak temukan. Simon marah, ia kesal kepada dirinya sendiri. Kenapa sangat sulit baginya untuk menangkap satu manusia itu?! Gorge yang melihat kekesalan Simon hanya bisa tertunduk diam. Jika ia bicara pasti dirinya lah yang akan terkena semprotan kemarahan Simon. Lebih baik ia biarkan bossnya itu meluapkan kekesalannya terlebih dahulu, baru ia membuka suara kembali. "Kenapa.. kenapa!! Kenapa sangat sulit bagiku untuk menangkapnya!!" Simon berteriak begitu keras, ia meninju dinding kamar-hingga membuat punggung tangannya berdarah. Simon menyibak rambutnya kebelakang, ia beranjak dari tempatnya lalu berdiri di depan jendela kamar hotel. Gorge yang masih setia di sampingnya, mengeluarkan sapu tangan dari dalam jas, lalu membersihkan noda darah Simon yang tertinggal di dinding kamar itu. Simon mencoba menutup matanya, ia harus tenang... ia mencoba menarik nafas panjang lalu menghelanya. "Gorge," "Ya, Pak." saut Gorge dengan cepat. "Apa kau menemukan sesuatu di sini?" "Ada, Pak. Alvino meninggalkan secarik kertas di dalam kamar mandi," Gorge langsung menyodorkan kertas yang ia temukan tadi kepada Simon. "Maaf sebelumnya, Pak. Saya ingin memberikannya langsung kepada, Anda tadi.. tapi, melihat kemarahan Anda membuat saya menahannya sejenak." Gorge berucap sangat pelan dengan terus menundukkan kepalanya. "Pilihanmu untuk tetap diam sudah benar," Hanya itu yang di ucapkan Simon, ia lalu membaca isi dari selembar kertas yang ada di tangannya. Kau pasti sudah menemukan surat ini, bukan Simon? Sayangnya aku lebih cepat darimu, aku selangkah lebih dulu di depanmu br*ngs*k. Hanya itu isi dari selembar kertas yang di temukan Gorge. Simon menggeram tertahan, ia meremas sejadi-jadinya kertas itu lalu membantingnya ke lantai. "Alvino, sialan!" umpat Simon, lalu ia melirik Gorge yang baru kembali dari dalam kamar mandi, pria itu tampak habis mengangkat telfon dari seseorang. "Pak, kita berhasil menemukan keberadaan, Alvino." Simon mengernyit, "apa maksudmu?" "Sebelum kesini, Saya sudah menyuruh Rendra untuk membuntuti, Alvino, Pak." Mendengar penjelasan yang keluar dari mulut Gorge, membuat senyuman Simon terbit. "Tidak sia-sia, Ayahku melatihmu Gorge." Gorge mengulum bibirnya ke dalam mendengar pujian dari Simon. Dan beberapa saat kemudian mereka pun sudah di lobby, melangkah dengan cepat-meninggalkan area hotel. Dan saat sudah ada di luar, suara seseorang menghentikan langkah Simon. Simon langsung memutar tubuhnya dan melihat siapa yang memanggil namanya. "Samantha?" Wanita yang di panggil Samantha itu berdiri di depan Simon. Ia berpenampilan kasual yang di padukan dengan mantel coklat yang bertengger di kedua bahunya. Wajahnya yang cantik menambah kesan mewah yang ada di dirinya. "Lama tidak bertemu, Simon." ujarnya tersenyum. Simon memutar matanya, "jika kau menyapa hanya untuk berbasa-basi.. maaf aku tidak bisa meladenimu-" "Gorge.. kau masih bekerja untuknya?" Samantha tak mengacuhkan ucapan Simon. Ia tersenyum ke arah Gorge. Gorge sendiri tidak membalas ucapan Samantha bahkan ia tidak menatap wanita itu sedikit pun. "C'mon, Gorge." Simon yang sudah merasa jengah kepada Samantha-hendak pergi dari hadapan wanita itu, namun langkahnya kembali tertahan oleh ucapan wanita itu. "Tunggu, Simon-" "Apa lagi!!" amarah Simon tidak bisa di bendung lagi. Tadi pagi, langkahnya tertahan oleh Cindy dan kini oleh Samantha. Kenapa semua orang berusaha untuk menahan dirinya! "Aku ingin berbicara denganmu-" "Katakan sekarang, kau ingin apa?" ujar Simon tidak sabaran. Samantha menatap Simon lalu beralih ke arah Gorge, "aku ingin bicara berdua denganmu saja, Simon." Mendengar ucapan Samantha membuat Gorge langsung melihat ke arah wanita itu. Simon sendiri tanpa basa-basi langsung memberikan isyarat kepada Gorge agar menunggu dirinya di dalam mobil. Gorge menurut dan pergi meninggalkan mereka berdua. "Simon-" "Aku tidak punya waktu untuk meladenimu, Samantha. Lebih baik langsung katakan apa yang kau inginkan-" "Aku ingin kau." ujar Samantha menatap lekat wajah tampan Simon. Simon sendiri hanya tersenyum sinis ke arah wanita itu, "setelah kau mencampakkanku?" Samantha tidak bisa menjawab pertanyaan dari Simon. "Kau wanita yang tidak tau malu ternyata," "Terserah apa katamu, Simon. Aku merindukanmu, aku ingin kita seperti dulu-" "Tapi sayangnya aku tidak mau." Setelah mengucapkan kalimat itu, Simon pergi meninggalkan Samantha yang kini berteriak memangil-manggil namanya. "Jalan, Gorge. Kita harus cepat." ujar Simon duduk di belakang kursi penumpang. Gorge mengangguk singkat dan membawa mobil itu meninggalkan area hotel. *** Beberapa saat kemudian, mobil yang di kendarai oleh Gorge sampai di tempat tujuan. Di sana Rendra sudah menunggu kedatangan mereka. Pria itu membukakan pintu mobil untuk Simon. "Pagi, Pak." sapanya. Simon membalas dengan anggukkan, "apa yang sudah kau dapatkan?" tanya Simon to the point. "Sebenarnya Alvino tidak pernah menginap di hotel, Pak." Kernyitan di kening Simon terbit, "maksudmu?" "Itu hanya alibi Alvino untuk mengelabui, Anda. Dia tidak pernah memesan satu pun kamar hotel di kota ini, Pak. Terbukti dari Saya yang mengikutinya. Alvino datang ke hotel pagi tadi dengan seorang wanita, lalu beberapa jam kemudian Alvino meninggalkan area hotel dan pergi ke sini, Pak." Simon mengedarkan pandangannya. Di depannya terdapat bangunan apartemen yang menjulang tinggi. Dan lingkungan di sana cukup ramai dengan penghuni apartemen yang berlalu-lalang. "Ini foto Alvino dengan wanita itu, Pak." Rendra menyodorkan kamera kepada Simon dan memperlihatkan hasil jepretan yang ia ambil. Simon melihat foto itu dengan kening yang berkerut. "Bukankah, Dia-" "Itu, Nona Samantha, Pak." sambung Gorge berdiri di samping Simon. Simon sendiri tidak tau harus bilang apa. Ia hanya terdiam di tempatnya. Tidak mungkin.. "Pak, entah kau setuju dengan Saya atau tidak.. tapi yang jelas saat ini Saya mencurigai wanita itu, mungkin saja dia bersekongkol dengan Alvino." "Aku rasa itu tidak mungkin, Gorge. Alvino tidak akan memberitahukan rahasianya kepada orang lain," "Lalu itu apa, Pak? Buktinya sudah ada, di tambah lagi dia tiba-tiba muncul di hadapan Anda dan mencoba menahan agar Anda tidak terburu-buru untuk pergi-" "Gorge. Aku tau bagaimana watak orang yang telah aku kenal selama bertahun-tahun." "Pak-" "Kau lupa apa pekerjaan Samantha setelah putus denganku? Mungkin saja Alvino memesannya semalam lalu pagi ini membawanya ke hotel untuk membersihkan tubuhnya," "Tapi, Pak-" "Di hotel tadi aku tidak sengaja menemukan pakaian wanita," "Tapi itu tidak bisa di jadikan alasan." gumam Gorge sendiri. Ia tidak ingin beradu argumen dengan boss-nya lagi. Dan lagi pula saat ini Simon sudah memasang wajah garangnya kepada Gorge. Dari pada ia malu harus di marahi oleh Simon di depan Rendra, lebih baik ia diam saja sekarang. "Pak, Alvino keluar," ujar Rendra menunjuk ke arah gedung apartemen. Jarak mereka tidak terlau jauh dari area apartemen, namun tempat mereka berdiri sekarang cukup menyembunyikan mereka dari pandangan Alvino. "Apa informasi yang kau dapatkan lagi?" pertanyaan yang Simon ucapkan tertuju kepada Rendra, pria itu langsung menoleh ke arah Simon dan kembali membuka suaranya. "Alvino tinggal di sini bersama kakaknya, Pak. Tapi.. ada hal yang cukup mengejutkan, dari pengakuan semua orang-orang di sini.. kakak Alvino mengalami kecelakaan, dia lumpuh dan lebih parahnya lagi matanya juga mengalami kebutaan, Pak." Mendengar sebuah fakta yang baru di ketahui oleh Simon, membuat dirinya cukup terkejut. Ternyata Alvino memiliki saudara, ia kira pria itu anak tunggal dari orang tuanya. "Pak," Simon tersadar dari lamunannya dan menoleh ke arah Gorge. "Anda harus ke kantor sekarang, Pak. Simon mengerjap bingung, "tiba-tiba? Bukankah kau bilang semalam pekerjaanku di kantor sudah selesai semua?" "Iya, Pak. Pekerjaanmu memang sudah selesai, tapi.. ada masalah di kantor sekarang dan HRD tidak bisa menanganinya," Gorge menatap cemas Simon yang kini sudah menatapnya dengan datar. Simon berdecih, "kenapa semua orang berusaha untuk menghalangiku menangkap, Alvino!... Rendra," "Ya, Pak." "Terus awasi dia, dan kabari aku setiap saat jika kau melihat yang mencurigakan darinya, mengerti!" "Baik, Pak." Simon dan Gorge akhirnya pergi dari sana meninggalkan Rendra yang kini terus mengawasi gerak gerik Alvino. *** Malam menjelang, rasa lelah amat terasa di tubuh Simon sekarang. Setelah ia mengurusi pekerjaannya di kantor, baru lah ia dapat pulang sekarang. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan jalan raya masih terlihat ramai. "Apa masih lama, Gorge?" ujar Simon melihat ke luar jendela mobil. "Sekitar sepuluh menit lagi, Pak." Simon hanya mengangguk-anggukkan kepala, lalu ia mencoba untuk menutup matanya sejenak. Gorge yang duduk di belakang kemudi terus melirik Simon melalui kaca spion tengah mobil. Ada yang ingin ia katakan kepada boss nya itu, dan itu harus ia sampaikan sekarang juga. "Pak," "Mm.." Simon menyaut namun tetap dengan matanya yang tertutup. "Anda tidak berniat untuk meminta maaf kepada, Nona Cindy?" akhirnya Gorge dapat mengatakan apa yang terus ia pikirkan dari pagi hingga saat ini. Simon yang mendengar itu langsung membuka matanya dan mata tajamnya ter-arah kepada Gorge yang kini takut-takut menatapnya. "Apa maksudmu?" Gorge menelan ludahnya gugup, entah kenapa saat mendengar suara rendah yang keluar dari bibir bossnya membuat bulu kuduknya seketika berdiri dan suasana mobil juga terasa lebih menakutkan. Gorge berdehem, "tadi pagi Saya tidak sengaja melihat Anda membentak Nona, Cindy.. Nona terlihat tampak terkejut dan juga-" "Langsung ke intinya," potong Simon dengan matanya yang masih tertuju ke arah Gorge. Gorge menarik nafas panjang, "Saya ingin, Anda meminta maaf kepada Nona, Cindy." ^^^ Setelah berlama-lama di perjalanan, akhirnya mobil yang di kendarai Gorge tiba. Ia cepat-cepat turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Simon. "Kau tidak perlu melakukannya," "Apa pun akan ku lakukan untukmu, Pak.. asal kau membalas apa yang aku lakukan untukmu itu," Mendengar ucapan yang terlontar dari bibir Gorge membuat Simon langsung menolehkan kepala dan menatap bingung pria itu. "Apa yang barusan kau katakan?" "Berjanjilah, Pak. Kau akan meminta maaf kepada Nona, Cindy." Simon tersenyum sinis, dan menepuk-nepuk pundak Gorge. "Kau sangat mengenalku, bukan? Aku akan melakukan apa yang kau mau-" "Ini bukan tentang apa yang Saya mau, Pak. Ini tentang apa yang seharusnya Anda lakukan sebagai seorang pria." ujar Gorge menggebu-gebu. Senyuman di bibir Simon seketika hilang begitu juga dengan tangannya yang ada di pundak Gorge langsung turun di samping tubuhnya. Tampaknya pria di depannya ini tidak main-main dengan ucapannya. "Baiklah-baiklah.. aku akan meminta maaf padanya.. kau puas?" Senyuman Gorge terbit, Simon bergerak menjauh dari mobil, ia terus melangkah namun langkahnya itu terasa sangat aneh, ia merasa... "Kau mengikutiku?" Simon menoleh ke belakang dan melihat Gorge yang berdiri menghadap dirinya dengan senyuman yang terlukis di bibir pria itu. "Pergi ke tempatmu-" "Saya ingin melihat Anda meminta maaf kepada Nona, Cindy." Simon menutup matanya sebentar, lalu membukanya dan menatap Gorge dengan datar. "Jangan melewati batasmu, Gorge.. di sini aku bossnya-" "Anda memang boss Saya, tapi umur Anda lebih muda dua tahun dari Saya." Simon tidak bisa menutupi keterkejutannya. Mulutnya menganga lebar mendengar ucapan Gorge. Sepertinya pria ini benar-benar sudah menguji kesabarannya. Sedari tadi ia seperti terus melawan dirinya. "Sekarang Anda harus masuk, Pak. Nona Cindy pasti sudah menunggu Anda." Gorge mendorong pelan tubuh Simon dan Simon sendiri hanya pasrah dengan perlakuan Gorge terhadap dirinya. ^^^ Cindy duduk di ruang tengah dengan buku di pangkuannya, sesekali ia melirik jam dinding lalu beralih menatap pintu rumah. "Ini sudah malam, tapi kenapa dia belum pulang juga?" Cindy bergumam, ia meletakkan bukunya ke meja yang ada di sana lalu berdiri dan melangkah menuju pintu. Dan saat ia ingin menyentuh gagangnya, pintu itu lebih dulu di buka dari luar dan menampakkan Simon yang berdiri di depannya dengan mata yang tampak terkejut. Cindy memiringkan kepalanya sedikit ke samping tubuh Simon, dan melihat ada Gorge di belakang pria itu. "Bicara lah, Pak." bisik Gorge. Simon melirik Gorge sembari mengernyit, "here?" Gorge balas mengangguk dengan antusias. Simon kembali mengarahkan wajahnya ke depan- tepatnya ke arah Cindy, gadis itu menarik alisnya sebelah dengan bingung. Simon menatap lekat wajah Cindy. Haruskan ia berbicara di depan pintu seperti ini? Tidak bisakah ia masuk terlebih dahulu? Gorge kau benar-benar sudah keterlaluan! "Pak," "Ya?" "Masuk lah," Cindy menggeser tubuhnya-mempersilahkan Simon untuk masuk ke dalam. Simon sendiri mengerjap-ngerjapkan matanya lalu melangkah masuk ke dalam, Cindy mengikutinya dari belakang- meninggalkan Gorge yang masih setia berdiri di tempatnya. "Cindy," Simon memutar tubuhnya menghadap gadis itu yang kini sedang menatapnya bingung. Entah sudah berapa kali Simon melihat tatapan Cindy yang bingung itu hari ini. Mata Simon beralih ke arah Gorge yang mana pria itu masih tersenyum ke arahnya. Ah.. apa ia harus melakukan apa yang di suruh Gorge kepadanya? Sial "Pak," Mata Simon bergerak ke arah Cindy, "ada yang ingin kau sampaikan kepadaku?" "Mm.. itu.." mata Simon kembali ter-arah kepada Gorge yang menganggukkan kepala-memberikan isyarat agar Simon menyampaikan permintaan maafnya tentang kejadian tadi pagi. Simon menarik nafas, "aku ingin minta maaf kepadamu.. tadi pagi aku sudah membuat kesalahan dengan membentakmu dan membuatmu terkejut-" Simon berhenti berbicara. Tubuhnya berubah bak menjadi patung ketika Cindy memeluk tubuhnya. Ini sudah kedua kalinya gadis itu melakukan kontak fisik seperti ini kepada dirinya. "Aku senang kau seperti ini, Pak. Kau pria yang gentle. Kau pasti merasa bersalah seharian ini, bukan? Kau pasti memikirkan kesalahanmu itu selama bekerja. Aku memaafkanmu, Pak. Bahkan sebelum kau meminta maaf aku sudah memaafkanmu terlebih dahulu. Dan juga ini tidak sepenuhnya salahmu, aku juga salah.. aku berusaha menahanmu padahal pekerjaan sedang menunggumu," Cindy mengeratkan pelukannya dan itu membuat tubuh Simon semakin kaku. Ia mengepalkan kedua tangannya di samping tubuh. Gorge yang melihat adegan itu tersenyum senang. Akhirnya bossnya menyampaikan apa yang harus ia lakukan sedari tadi. Tapi Gorge sedikit bingung, kenapa tubuh bosanya itu terlihat kaku? Gorge pun memberikan isyarat, ia melambai-lambaikan kedua tangannya ke atas agar menarik perhatian Simon. Simon yang melihat Gorge melambaikan tangan ke arahnya, menarik alis sebelah dengan heran. Di depan sana Gorge tampak memeragakan gerakkan. Jangan bilang.. Gorge menyuruhnya untuk balas memeluk Cindy?!! "Peluk.. peluk dia!!" bisik Gorge dengan geram di tempatnya. Simon berusaha untuk menolak dengan menggelengkan kepala. Cindy merasa ada yang aneh dengan Simon mencoba melepaskan pelukannya namun tidak dengan jarak tubuh mereka yang masih menempel. "Tidak bisakah kau membalas pelukanku?" Duar!! Seperti bom yang meledak, Simon tidak salah dengarkan? Cindy yang memintanya sendiri! "Bisakah kau balas pelukanku?" Cindy bertanya lagi. Dapat Simon lihat betapa dekatnya wajah gadis itu dengannya sekarang. Matanya tampak sangat familiar tapi.. tatapan mata itu tampak berani dan berbeda dengan tatapan Kiara. Simon benar-benar berharap jika Cindy bukanlah saudara dari Kiara.. tapi harapan itu sirna ketika Bibi menceritakan semuanya waktu itu. Cindy ada hubungan darah dengan Kiara... dan ia adalah.. "Pak." "Mm.." lamunan Simon buyar, "Apa permintaanku terlalu berat untukmu?" Simon mengerjap, "bukan seperti-" "Apa kau memiliki kekasih?" "Ya?" "Tampaknya kau memilikkinya, karena itu kau tidak mau memelukku." Gorge yang sudah tidak tahan melihat interaksi dua orang di depan sana, mencoba melangkah masuk dan dengan sengaja mendorong tubuh Cindy kedepan dan.. "Kau tak apa?" ujar Simon mendekap tubuh Cindy lalu melirik sinis Gorge yang berlalu ke arah dapur. Pria itu tersenyum puas ke arahnya. Cindy sendiri reflek memeluk leher Simon. Siapa yang mendorong tubuhnya tadi? Apa ada yang sengaja melakukannya? "Apa harus seperti ini dulu agar kau mau memelukku?" ujar Cindy tepat ke-telinga Simon. Tangan Simon yang ada di pinggang Cindy mencengkram lembut pinggang gadis itu. Dapat ia rasa, betapa rampingnya tubuh gadis yang ada di pelukkannya sekarang. "Pak.. jika aku meminta sesuatu padamu, aku mohon lakukanlah.. kalau aku memintamu untuk memelukku maka kau harus melakukannya... di sini hanya kau yang bisa aku percayai. Ini lingkungan asing bagiku dan hanya kau yang aku kenal di sini. Aku bahkan tidak berani untuk keluar rumah karena merasa takut jika ada orang jahat yang akan menggangguku... jadi aku minta kepadamu, apa pun yang aku mau kau harus bisa menurutinya.. mengerti?" Entah seperti permohonan atau ancaman, perkataan Cindy masuk begitu saja ke telinga Simon dan membuatnya langsung mengangguk patuh. Cindy tersenyum mendapati Simon yang menganggukkan kepala dan itu artinya Simon mau menuruti apa yang ia mau tanpa terkecuali. Ia mengeratkan pelukkannya begitu juga dengan Simon yang membalas memeluk tubuhnya. Siapa wanita yang berhasil mendapatkan pria seperti Simon? Pasti dia wanita yang cantik dan baik.. aku berharap juga bisa mendapatkan pria seperti Simon. Walaupun aku baru mengenalnya, entah kenapa aku merasa aneh jika dia jauh dariku.. dan juga ketika dia memelukku seperti ini aku merasa sangat senang dan tak ingin melepaskannya. Aku tidak mungkin suka padanya, bukan? Semoga saja tidak.. jika itu terjadi maka akan sulit untukku jauh dengannya.. Tues, 08 June 2021 Follow ig : vivi.lian23
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD