9. Melesatkan Anak Panah

1400 Words
Aezar berniat serius dengan ucapannya semalam. Maka dari itu, selesai mandi dan memakai setelan jasnya, Aezar membuka laci besar paling bawah dan mengeluarkan anak panah serta busur milik Raras. Meskipun benda ini terlihat sangat nyata, tetapi Aezar tahu bahwa tim properti drama bisa saja membuatnya dengan mudah. Aezar tidak mau lagi dibutakan dengan kehadiran Raras. Semakin lama Raras berada di sini, Aezar takut jika ia akan terus berubah pikiran. Aezar baru akan membuka pintu saat menyadari sesuatu. Bukankah ia akan tampak jahat jika mengusir Raras dengan pakaiannya yang sekarang? Dia tak mungkin membiarkan Raras berkeliaran hanya mengenakan kaus oblong dan celana pendek. Memakai jarik juga bukan pilihan tepat saat musim hujan hendak tiba seperti sekarang. Aezar meletakkan kembali busur dan anak panah milik Raras ke atas sofa dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Robert. Setidaknya, Aezar juga harus memberikan Raras sarapan enak sebelum dia pergi. Astaga. Aezar bahkan terkejut dengan dirinya sendiri. Ternyata, ia punya jiwa malaikat juga, ya? Sejak kapan ia jadi terlalu memikirkan kehidupan seorang gadis yang baru ia kenal kemarin? *** Aezar meminta Raras duduk di ruang makan sementara ia melangkah ke depan untuk membukakan pintu. Hanya saja, sosok yang ia temukan sedang menunggunya bukanlah Robert, melainkan Haru. Cowok itu tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya dengan sikap polos. Kenapa cowok itu bisa berada di penthouse-nya pagi-pagi sekali? Tidak seperti biasanya. "Ngapain?" tanya Aezar heran. "Gue udah mau berangkat ke kantor." Haru tidak menghiraukan Aezar dan masuk begitu saja. "Udah lama gue nggak mampir ke tempat lo," Haru melirik Aezar dan mengedipkan mata jail. "Gue ke sini mau numpang sarapan. Kita bisa berangkat ke kantor bareng habis ini. Lo masih punya beberapa helai roti di dapur kan?" Cepat, Aezar menarik kerah belakang Haru untuk menghentikan langkahnya. Cowok itu tidak boleh melihat Raras atau semuanya akan berakhir kacau. Sudah cukup dengan kehadiran Kyra semalam. Aezar sudah cukup muak untuk berbohong demi menutupi identitas Raras. "Lo nggak boleh masuk," kata Aezar tenang. Haru menatap Aezar dengan kening berkerut dalam. "Kenapa?" Tetap saja pada akhirnya Aezar harus mencari alasan agar Haru segera pergi dari penthouse-nya. "Ada cewek gue." "Oh ya? Kalau begitu kenalin," balas Haru antusias. "Lo tahu bukan cewek kayak gitu yang gue maksud." Aezar kembali menarik kerah belakang Haru dan menyeretnya ke arah pintu keluar. Ketika itulah, Robert muncul sambil membawakan dua paperbag besar pesanan Aezar, berisi pakaian untuk Raras dan sarapan. "Gue nggak tahu kalau ternyata lo seloyal itu sama cewek-cewek lo." Haru melirik barang bawaan Robert dan tersenyum jail. "Uang aja nggak cukup ya? Pake dibeliin barang segala. Gue jadi penasaran sama tipe cewek kayak apa yang lo suka. Gue jarang pergokin lo soalnya." Harusnya tadi Aezar bilang saja bahwa kakak tertuanya yang datang berkunjung, bukannya cewek panggilan. Haru masih sangat canggung dan segan pada Ayudia. Jadi dia pasti langsung pulang saat Aezar bilang bahwa Ayudia secara tidak terduga, datang membawakan sarapan. Berada satu meja dengan Ayudia tentu hal terakhir yang akan Haru lakukan. Dengan isyarat matanya, Aezar meminta Robert untuk segera menghampiri Raras di dapur. Untungnya Robert cukup peka dan melaksanakan perintah Aezar tanpa banyak bertanya. Sementara Robert pergi, Aezar masih menahan Haru agar tidak menunjukkan wajahnya di depan Raras. Aezar sendiri tidak mengerti kenapa dia harus menjauhkan Raras dari Haru. Hanya saja, Raras kemudian muncul secara tak terduga dari arah dapur dan membuat mata Aezar seketika membulat terkejut. Dan sudah terlambat untuk mencegah Haru melihat wajah Raras. Ah, sial. Dengan seluruh kekuatannya yang tersisa, Aezar mendorong punggung Haru keluar dari penthouse-nya dan menutup pintu. "Kenapa lo ke sini sebelum gue suruh?" Aezar melangkah mendekati Raras dengan sikap dingin dan tatapan mengintimidasi. "Soalnya aku dengar ribut-ribut di luar, jadi kupikir ada masalah," balas Raras lugu. "Kalau begitu, aku akan kembali lagi ke dapur. Maaf karena telah membuatmu kesal, Paduka." Tanpa menunggu jawaban Aezar, Raras sudah berbalik meninggalkannya menuju dapur, membuat Aezar hanya geleng-geleng tak percaya. Bisa-bisanya, Raras bersikap seperti tuan rumah. Mau mati ya? Meski sambil menahan jengkel setengah mati, Aezar tetap mengikuti Raras dalam diam. Hidangan untuk sarapan pagi ini sudah ditata rapi oleh Robert di atas meja makan. Ada beberapa potong sandwich besar, semangkuk bubur abalone, serta krim sup ayam kesukaan Aezar. Setelah tugas paginya selesai, Robert bertanya apa ada sesuatu yang bisa ia lakukan lagi, tetapi hanya dengan lambaian tangan, Aezar meminta Robert meninggalkan ruangan. Ditatapnya Raras yang sedang memandang makanan-makanan itu dengan takjub. "Lo boleh makan semuanya kecuali ini," Aezar menggeser krim sup nya dan duduk di samping Raras. Ia kemudian mengambil paperbag berisi pakaian dan menaruhnya ke pangkuan Raras. "Itu pakaian baru buat lo. Setelah mandi dan ganti pakaian, lo ikut sama Robert pergi." Raras menoleh. "Pergi ke mana?" Aezar menyendok sup kirimnya dengan tenang. "Makan aja dulu. Nanti keburu dingin." Raras mengangguk dan mengikuti cara Aezar makan menggunakan sendok, kemudian terkejut dengan rasa gurih dan manis yang terasa seperti meledak di mulutnya. Raras pasti diberkati oleh dewa karena bisa bertemu seseorang seperti Aezar di dunia modern yang asing untuk Raras. Ia tak salah pilih dengan meletakkan kepercayaannya pada Aezar. Setelah menghabiskan bubur abalone-nya dalam diam, Raras beralih pada sepiring sandwich yang tampak menggoda. Ia menggunakan sendok untuk memotong pinggiran roti isi itu, tetapi berakhir membuat isinya berantakan keluar. Karena kesal, Raras menggunakan tangannya untuk memakan sandwich itu langsung. Tiap gigitan terasa luar biasa. Selain punya gedung-gedung tinggi, ternyata era ini mempunyai banyak jenis makanan yang enak. Sementara Raras sibuk dengan pikirannya, Aezar tersenyum menyeringai. **** Raras sudah berganti pakaian dengan dress panjang di bawah lutut dan mengembang di bagian bawahnya. Kain yang digunakan untuk baju ini terasa nyaman saat menyentuh kulitnya. Bahan jenis apa yang mereka gunakan? Dan kenapa ukurannya sangat pas di tubuh Raras? Awalnya Raras merasa aneh saat menjumpai orang-orang memakai pakaian aneh. Tetapi rupanya Raras sudah terbiasa dan nyaman saat memakai pakaian di era ini. Raras memang pandai beradaptasi, bukan? Ketika menghampiri Aezar yang sedang menunggunya di ruang tamu, Raras merasa seperti diterjunkan dari atas tebing saat Aezar dengan santainya mengembalikan busur dan anak panah milik Raras. Tatapan mata cowok itu begitu tenang saat berujar, "Gue nggak bisa terus-terusan nampung lo di sini, Raras. Lo nggak bisa bergantung selamanya sama gue. Lo harus pulang ke tempat lo sendiri. Keluarga lo pasti nyariin lo ke mana-mana. Berhenti main-main sama gue dan pulang." "Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya untuk kembali," balas Raras cepat. "Portal waktu yang berada di lukisan itu sudah menutup, dan aku tidak tahu bagaimana cara membukanya." Aezar tidak habis pikir dengan Raras. Dia masih saja ingin melanjutkan kebohongannya meski Aezar sudah terlihat sangat muak? "Berhenti bicara omong kosong dan pergi dari sini," balas Aezar dingin. Ia kemudian menutup tablet-nya dan berdiri. "Gue harus pergi bekerja, jadi, bersikap baiklah pada Robert. Dan jangan sekali-kali berpikiran untuk menggunakan panah itu, Raras. Lo nggak bisa nyakitin orang lain sesukanya hanya karena lo mau." Raras mencoba menguatkan diri dengan memejamkan mata sejenak. Apakah, untuk pertama kalinya, Raras salah dalam menilai orang lain? Sejak bertemu Aezar, Raras memang merasa sedikit aneh. Cowok itu terlalu sulit dibaca hingga Raras memilih untuk mengambil resiko dengan meletakkan kepercayaannya. Tak dia sangka jika Aezar pada akhirnya mengusir Raras. Setelah mengambil napas, Raras menatap Aezar dengan berani. "Kalau begitu, biarkan aku membawa lukisan yang ada di kamarmu. Hanya itu harapan satu-satunya untuk aku pulang, jika memang era ini tidak mempunyai portal waktu." Aezar terkekeh sinis. "Gila ya? Lukisan itu gue beli seharga jutaan dolar. Dan lo bilang pengin lukisan itu secara cuma-cuma?" Aezar geleng-geleng kepala. "Lo nggak bisa minta sesuatu yang bukan milik lo, Gusti Raras yang terhormat." Seketika, Raras mengambil anak panah dan busurnya, bersiap untuk menembak Aezar. Jika cowok itu tak bisa dimintai dengan cara halus, maka Raras juga tak akan merasa segan pada Aezar. Raras sudah mengikuti banyak peperangan dan selalu membawa kemenangan. Banyak pula musuh-musuhnya yang tumbang dalam sekali panahan. "Jangan bercanda!" Aezar menatap Raras tajam. "Lo bakal membusuk di penjara kalau berani nyakitin gue seujung kuku saja, Raras." "Dan aku juga tidak keberatan masuk penjara selama aku mendapatkan lukisan itu." Raras masih mencoba untuk bernegosiasi, namun tangannya masih fokus membidik arah jantung Aezar. "Paduka Aezar, untuk terakhir kalinya, saya memohon kepada Anda secara baik-baik. Berikan lukisan itu sebelum mengusir saya pergi." Aezar masih saja bersikap tak peduli dan menganggap Raras hanya sekadar menggeretak. "Lakuin apa yang mau lo lakuin, Raras." Dan seketika itu juga, Raras melepaskan anak panahnya tanpa rasa ragu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD