Kejadian Saat Upacara Bendera

1026 Words
Satu minggu telah berlalu sejak Jacob hadir di tengah-tengah kelas kami. Sampai detik ini pun, sikapnya masih membuat orang-orang di sekelilingnya kesal. Ia masih bersikap acuh, tidak bisa diajak bicara, apa lagi bekerja sama. Jika bukan karena sikap anehnya, kami pasti akan lupa kalau di kelas ini ada seorang siswa yang bernama Jacob. Kemarin Jacob masuk ke dalam kelompok presentasi Kevin dalam pelajaran bahasa indonesia. Sikap acuh Jacob membuat kelompok mereka mendapat nilai terburuk di kelas. Beberapa hari lalu Tito dan Daniel mencontek tugas ekonomi Sintia di meja gadis itu, ketika Ms Tiara pergi ke toilet. Di saat yang bersamaan Jacob juga pergi ke toilet. Ketika Jacob masuk ke dalam kelas, tidak sampai dua menit kemudian Ms Tiara ikut masuk. Intinya Jacob tidak memberitahukan kepada kami bahwa Ms Tiara sudah ada di belakangnya dalam perjalanannya ke dalam kelas, meski ia tau apa yang sedang dilakukan oleh Tito dan Daniel. Jacob sama sekali tidak memiliki rasa solidaritas terhadap teman-teman. Akhirnya Tito, Daniel, dan Sintia diusir dari jam pelajaran Ms Tiara. *** Aku berdiri tegap di dalam satu barisan. Sekitar sepuluh menit lagi, upacara bendera akan dimulai. Lapangan mulai hening dan semua orang yang ada di dalamnya berbaris tertib menghadap si tiang yang akan menopang bendera kebanggaan Indonesia. Meskipun upacara bendera rutin dilaksanakan setiap hari senin, tapi upacara bendera adalah hal yang dianggap teramat sakral bagi kepala sekolah dan para guru. Karena itu mereka akan sangat ketat memastikan bahwa upacara bendera berjalan dengan lancar dan tentunya semua murid harus tertib. Tiba-tiba aku melihat sosok Tito diam-diam menyelinap masuk ke dalam barisan di sebelah kiriku, menyelak Kevin yang sekarang berdiri di belakangnya. Hari ini anak itu terlambat. “Kau cari mati ya, To? Bagaimana caramu bisa masuk?!" Bisik Daniel yang berdiri di belakangku. "Aku memanfaatkan kelengahan pak satpam." Tito menyengir lebar. "Tito! Pakai topimu!" Bisikku setelah menyadari bahwa ia tidak mengenakan topi upacara yang wajib adanya. "Hoiya!! S*alan! Aku lupa bawa topi! Mampus aku!" Gumamnya panik. "Haduh.. Bagaimana kau ini, To? Hari ini yang patroli Mr. Sulaiman!" Ucapku padanya dengan suara pelan. Entah jadi apa nasib temanku ini jika berhadapan dengan seseorang yang memegang peringkat nomor satu guru pria ter-killer di sekolah. "Aku ada ide!" Seru Kevin pelan. "Apa idemu?" Tanyaku cepat. "Begini.. Nanti saat Mr. Sulaiman lewat, kau harus jongkok, To. Nah, saat itu, kami akan menutupimu. Mr. Sulaiman kan kalau jalan, matanya selalu lurus ke depan. Nah, dengan begitu kau tidak akan tertangkap oleh matanya!" Jelas Kevin. "Boleh juga sih.." Angguk Marcel yang ternyata menguping diam-diam. Ia berdiri di barisan ke tiga, di sebelah kiri Tito. "Boleh sih boleh.. Tapi kalau tertangkap, bisa mati aku!" Sahut Tito. "Sudahlah! Jangan terlalu banyak berpikir lagi. Pokoknya, kau percaya saja pada rencanaku. Lagi pula, selain rencana ini, memangnya ada cara lain lagi? Ujung-ujungnya nasibmu tetap sama saja dihukum juga." Bantah Kevin dengan wajah sangat yakin. "Iya juga sih.." Gumam Tito. Namun tiba-tiba Marcel berdehem, "Tapi, kau lihat tuh.. siapa yang ada di depanmu, To!" Serentak, kami langsung melihat orang yang berdiri di depan Tito. "Jacob!" Latah kami pelan secara bersamaan. "Tamat lah riwayatmu, To." Kata Daniel lemas. Tito terlihat kesal, kecewa, putus asa, khawatir, dan marah. Dari wajahnya, aku tau ia sedang berpikir keras, di saat itu aku menahan nafas melihat struktur tulang rahangnya yang mengeras. "Heh, anak baru!" Bisik Tito dengan mendekati telinga kanan Jacob. Namun tentu saja Jacob tidak bergeming sama sekali. "Aku tau kau tidak tuli. Kau pasti mendengar obrolan kami tadi, kan? Dengar ya, aku sudah berusaha baik padamu selama ini. Meskipun kau sangat mengesalkan, tapi aku sudah bersabar. Jadi aku minta tolong padamu sekali ini aja. Nanti saat Mr. Sulaiman datang, kau harus mundur sedikit agar badanku ketutupan." Jelas Tito, namun Jacob tetap diam. Tito melirik ke arah kami dengan wajah kesal dan putus asa. Kami pun turut mengerutkan dahi karena keheranan. Kok, bisa ada orang seperti Jacob? Dia bahkan tidak meladeni Tito sama sekali. Layaknya Tito adalah makhluk astral yang tidak dapat ia lihat. "Denger ya Jacob! Kita itu teman satu kelas. Jadi aku minta solidaritas darimu! Jadi tolong, bantu bantu aku. Aku tidak perduli apakah kau mau menjawabku atau tidak. Tapi kalau kau merasa sebagai bagian dari teman kelas, kau harus menutupi aku nanti. Hanya satu langkah mundur. Itu saja." Tito kembali membisiki Jacob. Dan tentu saja, seperti seharusnya, Jacob seperti menganggap kami hanyalah makhluk halus. Tito mundur kembali ke tempatnya semula dengan wajah kesal lalu menghela nafas dengan berat. Kami hanya bisa menatapnya miris sambil saling menatap satu sama lain. "Aku yakin dia pasti membantumu, To.." Ucapku, mencoba menenangkan Tito karena kasihan. "Semoga begitu.." Jawabnya sambil tersenyum padaku. Ya benar, semoga saja Jacob tidak menghianati teman kelasnya seperti kejadian kemarin, hingga tiga orang harus keluar dari jam mata pelajaran. Karena kejadian itu, bahkan Kevin dan Tito harus merasa bersalah teramat sangat kepada Sintia. Mereka beribu kali meminta maaf pada gadis yang adalah anak teladan itu. Namun untuk saat ini, situasinya berbeda. Kali ini Jacob sudah diperingati dan dimintai dengan jelas terlebih dahulu. Jika ia manusia, tentu ia akan membantu Tito. Lalu kami meminta bantuan kepada Riko, yang berdiri di belakang Marcel, dan Siska, yang berdiri di depanku, untuk ikut menutupi Tito. Dan tentu saja mereka menyetujuinya. Toh, kami hanya harus bergeser sedikit saja. Tidak ada guru yang akan menyadarinya. Sekarang, nasib Tito hanya bergantung pada Jacob seorang. *** Upacara bendera akhirnya sudah dimulai dan Tito masih berada di posisi aman hingga tiba saatnya pengibaran bendera merah putih. Dari kejauhan, kami mendapati sosok pria tinggi dengan janggut dan hidung mancung yang adalah Mr. Sulaiman, sedang berjalan pelan ke arah barisan kami. Kedua mata tajamnya seperti elang yang menyisir seluruh barisan murid-murid, memastikan semua tertib dan mengenakan atribut lengkap. Kami semua menahan nafas. Perlahan tapi pasti, kami mulai saling memberi isyarat dan mendekatkan diri pada Tito yang dengan perlahan menekuk lututnya hingga akhirnya ia berada dalam pose berjongkok. Sepertinya, tubuh Tito sudah berhasil tertutupi oleh kaki kami. Kecuali dari bagian depan. Jacob tidak mengubah posisinya seinci pun. "Jacob! Munduran! Mr. Sulaiman sudah dekat!" Bisik Marcel yang berada paling dekat dengan Jacob. Namun Jacob tampak tidak bergeming juga. "Jacob! Tolong, dong! Mundur sedikit saja, yah!?" Pintaku padanya dengan cemas. Tetap ia tidak melakukan apa pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD