Part 1

388 Words
"Tapi, De..." >"Aku nggak mau tau, Zee. Kamu harus datang ke acaraku dan Sandra! Ini sudah enam bulan kamu di Malang! Bunda nanyain kamu terus!" Aku hanya menghela napas pasrah, saat mendengar suara tegas Deki di seberang telepon. >"Zee? Kamu masih di situ kan?" "Hmm... Ya..." >"Kamu masih merasa bersalah?" Deg... Jantungku langsung bertalu kencang, saat Deki mengeluarkan pertanyaan itu. Merasa bersalah? Ya... Aku masih sangat merasa bersalah atas perbuatan burukku enam bulan yang lalu. Perbuatan hina yang seharusnya tak aku lakukan. Bagaimana bisa aku menawarkan diri menjadi orang ke tiga diantara ikatan pernikahan Bara dan istrinya?! Bara... Bara Afridzal Danudirja... Cinta pertama sekaligus sahabatku sejak aku menginjak usia 15 tahun.  Pria yang memperlakukanku dengan baik selain sepupu, Deki. Perasaan cintaku pada Bara, tumbuh tanpa dapat dicegah. Tapi perasaan cinta itu berubah menjadi obsesi. Obsesi besar yang membuatku menjadi wanita menjijikkan. Wanita yang melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan Bara. Cintaku padanya berubah menjadi obsesipun, karena aku terlalu berharap jika suatu saat kami pasti bersama. Padahal, dari sejak awal menjalin persahabatan dengan Bara saat SMA dulu, kami berdua memiliki kesepakatan untuk tidak saling memiliki perasaan khusus. Karena memang Bara tak pernah menganggapku lebih dari sekedar sahabatnya. Aku kembali teringat kejadian dua tahun yang lalu, dimana aku pernah hampir menghancurkan tali kasih Bara dan kekasih yang kini sudah menjadi istrinya. Menjadi duri dalam daging di dalam hubungan percintaan mereka. Namun usahaku sia-sia, Bara malah menikahi kekasihnya. Setelah Bara menikah, aku masih terus mencari cara mendapatkan hatinya. Karena aku merasa bahwa hanya aku lah yang pantas bersanding dengan Bara. Aku lah yang seharusnya menjadi istri Bara, karena kami sudah lebih dulu saling mengenal dari pada istrinya itu. Usaha terakhirku mendapatkan Bara, saat enam bulan yang lalu, saat aku menawarkan diri menjadi istri ke duanya. Karena aku tahu jika istrinya akan sulit mengandung. Aku rela jika harus menjadi istri ke dua dan menghasilkan anak untuk Bara. Tapi ternyata, Bara marah besar dan menolak permintaanku. Selama bertahun-tahun kami menjalin hubungan persahabatan, aku tak pernah melihat Bara semarah itu. Bara yang aku lihat enam bulan yang lalu, seperti siap membunuhku hanya dengan tatapannya. Karena tatapannya itu membuatku tersadar, kalau usahaku gagal total. Membuatku tersadar juga, kalau aku ternyata sudah sangat keterlaluan. Aku tersadar, jika cinta tak bisa dipaksakan. Sekeras apapun aku berusaha, ternyata cinta Bara hanya untuk istrinya seorang. "Zee, Where are you?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD