04

1167 Words
Thalia hampir tertidur, kalau saja Brian tidak menghampirinya dengan senyuman manisnya. Diikuti Jino, Jeno dan Jazmi di belakangnya. Dengan mata setengah terbuka, Thalia menatap malas Brian yang kini berdiri di samping mejanya. "Apaan?" tanya Thalia. "Makan siang di kantin yuk," ajak Brian. "Enggak mau, ngapain ngajak-ngajak gue?" balas Thalia. "Lo kan sekarang temen gue, gue biasanya makan di kantin sama temen-temen gue," Thalia menghela napas. "Karena lo temen gue, lo hargain pilihan gue dong. Gue gak nyaman makan bareng temen-temen lo, ngerti?" "Enggak," jawab Brian, yang membuat Thalia berdecak kesal. "Sekali-kali makan di kantin yuk Tha, udah tiga tahun lo sekolah, gak pernah ke kantin sama sekali loh," Jazmi tiba-tiba nimbrung. "Harus banget ya makan di kantin? Gue sering kok ke kantin buat jajan," sahut Thalia. "Biar lo ada kenangan gitu loh, sebelum lulus," kata Jazmi. 'Gak penting...' batin Thalia. "Gue teraktir, sekalian buat gantiin bensin," ucap Jeno. "Hah? Bensin?" tanya Jazmi tidak mengerti, tapi di antara Jeno, Jino dan Jazmi tidak ada yang menjawab pertanyaannya. "Ck, gue gak mau," Thalia kembali menolak. "Beneran gue teraktir, lo mau makan apa aja di kantin, terserah lo, gue yang bayarin," kata Jeno. "Gue mau makan sate sama lontong yang ada di depan sekolah, sama batagor, mie ayam, siomay. Sanggup gak lo?" "Sanggup lah! Udah ayo!" ••• 'Apa ini? Kenapa gue akhirnya terbujuk sama makanan?' batin Thalia, sembari memasukan potongan lontong ke mulutnya. 'Padahalkan, lebih penting keselamatan badan lo dari pada perut. Tapi perut bagian badan,' Thalia menatap bergantian cowok-cowok yang ada di depan dan di sampingnya. Di sampingnya, ada Brian, Jeno dan Jino, sementara di depannya ada Jazmi, Felix, Randy dan Aaron. Kumpulan cowok-cowok, yang punya banyak ekor, alias cewek-cewek yang ngejar mereka. Thalia sebut ekor, karena memang mereka hobi mengikuti ke sembilan anak laki-laki ini. Sampai tahu siapa saja yang lagi dekat dengan mereka. Kurang dua orang lagi. "Han sama Henry kemana?" tanya Jino. "Masih ada kelas," balas Randy. "Latihan vocal?" "Yoi," "Lo gak ikutan?" "Tenggorokan gue kan lagi sakit," ucap Randy. "Gue kaget Thalia ikut makan bareng kita," ucap Aaron. Meskipun beda kelas, ia tahu siapa Thalia. Cukup terkenal sebagai cewek dengan imej misterius dan horror. "Disogok makanan sama Jeno," ucap Brian, yang membuat kakinya jadi diinjak oleh Thalia. "Wah, kelemahan Thalia ternyata makanan!" seru Jino sambil tertawa. "Gue pergi nih!" ancam Thalia, yang membuat Jino langsung bungkam. "Lagian lo kenapa selalu sendirian sih? Enakan kan makan bareng gini," ujar Jazmi. "Gue gak suka rame-rame," balas Thalia. "Oh, lo introvert? Tapi meskipun introvert, pasti punya lah satu dua temen, ini lo kayaknya gak punya. Apa punya di luar sekolah?" tanya Jazmi. "Kepo banget," balas Thalia dingin, yang membuat suasana meja seketika membeku. "Eh, jangan kasar-kasar sama Jazmi," peringat Jeno. "Kasar? Emang gue ngapain? Gue gak maki dia tuh," kata Thalia. Jazmi berkedip. "Udah, udah, gak papa kok. Sorry ya Tha, kalau gue kesannya kepo. Maksudnya biar akrab aja sama lo, maaf kalau bikin lo gak nyaman." Thalia tidak menjawab, dan hanya menatap Jazmi sekilas. Brian yang jadi merasa sungkan di sini, karena ia yang awalnya mengajak Thalia untuk makan siang bersama. Akhirnya suasana meja jadi tidak enak, sampai akhirnya Henry dan Han datang dan membuat suasana menjadi cair. Thalia melirik Han sekilas, begitu pula dengan Han. Pandangan mereka saling bertemu untuk beberapa saat, sebelum akhirnya mereka memutusnya. ••• Jeno memberhentikan mobilnya tepat di sebelah Thalia yang sedang menaiki skuter, setelah merasa sudah jauh dari sekolah. Thalia pun berhenti, dan turun dari skuternya. Ia membuka bagasi, dan memasukan skuternya ke dalam, sebelum akhirnya ia masuk ke mobil, dan duduk di sebelah Brian yang duduk di tengah. Setelah Thalia masuk, Jeno langsung menjalankan mobilnya. Tidak ada yang bicara untuk beberapa saat, sampai akhirnya Jeno buka suara. "Heh, Tha, lo itu gak bisa menempatkan diri?" celetuk Jeno. "Apaan sih?" respon Thalia. "Kalau lo emang gak mau temenan sama orang, seenggaknya jangan nyakitin perasaan orang dong. Pura-pura baik kek, atau apalah. Terus lo tinggal ngejauh secara halus, kalau emang gak mau temenan sama kita," tutur Jeno. "Ini gue yang salah, Jen," timpal Brian. "Enggak, bukan lo! Thalia yang kelewat sombong," ucap Jeno. Thalia bungkam, dan hanya bisa menatap bagian belakang kepala Jeno tanpa ekspresi. "Gue gak bilang maksud kita ngajak lo temenan adalah sesuatu yang baik. Tapi... akh, udahlah lupain!" Jino menepuk bahu Jeno sekilas. "Untung aja Jazmi gak baperan," dengus Jeno. "Iya, malah lo yang baper," sahut Jino. Brian melirik Thalia. "Gue harusnya gak maksa lo," ucapnya. Thalia menoleh ke arahnya, kemudian hanya helaan napas jawabannya. 'Ngomong dong!' seru Brian dalam hati. "Terus lo mau hapus fotonya?" tanya Thalia. Akhirnya bersuara juga. "Enggak," balas Brian. "Lo harus minta maaf dulu ke Jazmi sama ke Jeno juga," Jino menjentikan jarinya. "Betul tuh," Thalia menatap tidak percaya Brian dan Jino, kemudian mendengus kesal. "Kenapa gue harus minta maaf coba? Kan gue dipaksa!" seru Thalia tidak terima. "Kan lo udah diteraktir Jeno. Lagian, bener apa Jeno, meskipun lo gak suka, seenggaknya bisa jaga sikaplah. Kita kan gak jahatin lo," kata Brian. "Sekarang lo sama aja lagi jahatin gue, b*****t. Emangnya ngancem itu hal terpuji, hah?!" "Gue tau gue salah, tapi beneran deh, habis lo lakuin syarat dari gue, gue bakal hapus foto lo itu. Bener-bener dihapus! Janji!" ••• Thalia melirik Jeno yang sedang berjalan mengitari deretan makanan instan, sembari mendorong trolley. Mereka saat ini belanja ke supermarket dulu, sebelum nanti pergi ke pasar untuk beli bahan makanan segar. Thalia mengejar Jeno, untuk meletakan barang yang sudah ia ambil untuk dimasukan ke trolley. "Heum, maaf buat yang tadi," gumam Thalia, sesaat setelah memasukkan barang ke dalam trolley. "Gak tuluskan? Cuman biar foto lo dihapus," balas Jeno, sembari lanjut jalan, kali ini ia memelankan langkahnya, tidak seperti sebelumnya, agar langkah Thalia bisa sejajar dengannya. "Iya." Balas Thalia sambil berdecak. "Yah, gue sih gak maksa lo buat minta maaf tulus ke gue, bahkan kalau pun lo gak minta maaf ke gue pun gak papa. Karena setelah gue pikir, gue yang salah udah maksa lo," ujar Jeno. "Konyol juga si Brian, mau temenan sama lo, tapi pake anceman. Bukan temenan dong itu namanya," Thalia tidak merespon, tapi Jeno yakin Thalia mendengarkannya. Hanya malas atau tidak tahu saja mau memberi respon apa. Baru beberapa jam interaksi dengan Thalia, Jeno sudah mengerti bagaimana sifat gadis itu. Dia memang tidak banyak bicara. "Tapi Jazmi itu anaknya tulus, kalau dia nanya bukan berarti dia kepo." Ucap Jeno. Thalia menghela napas. "Oke..." gumam Thalia. "Jino sama Brian kemana ya?" Thalia secara otomatis langsung mengedarkan pandangannya saat Jeno bertanya, untuk mencari keberadaan dua orang itu. Dan akhirnya mereka ditemukan, sedang ada di depan akuarium dan melihat ikan. "Makan gurame enak nih," ucap Jino. "Thalia bisa masaknya gak?" respon Brian. "Kalau cuman digoreng masak gak bisa?" Jino dan Brian pun tak lama menjauh dari akuarium, dan berjalan menghampiri Jeno dan Thalia yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka. "Tha, mau gurame," ucap Jino, sembari mengedipkan kedua matanya. "Mahal," balas Thalia. "Tapi gue pengen," "Tapi mahal," Jino mengerucutkan bibirnya, sambil memasang ekspresi memelas. "Akh! Iya-iya dah! Ya udah!" seru Thalia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD