Bagian Satu

1060 Words
Belum menikah di usia 26 tahun merupakan hal yang biasa bagi Calya, tetapi tentu saja luar biasa bagi sang Bunda. Sejak ia kembali ke Indonesia 2 tahun silam setelah menyelesaikan sekolah tataboga nya, sang Bunda semakin rewel mempertanyakan status Calya yang masih lajang, padahal Calya tidak pusing memikirkan hal itu.  Calya bekerja di restoran turun temurun keluarga Bundanya. Ia lebih memilih bekerja di dapur restoran walau beberapa kali Bunda menawarkannya menjadi manager atau bagian keuangan restoran.  "Lo jadi buka kafe dan bakery itu Cal?" tanya Sherly, sahabat Calya sejak Sma yang memiliki hobi yang sama dengan Calya. Memasak.  Calya mengedikkan bahunya sambil meletakkan apron dan hat chef nya ke dalam loker.  "Bunda gak ngizinin. Mungkin nanti gue coba minta izin lagi" jawab Calya lalu pamit pulang karena shift nya sudah selesai.  Edelweiss Resto Restoran yang dulu nekat didirikan Eyang putri, Ibu dari Bundanya yang baru saja bercerai dari Eyang kakung demi bertahan hidup. Padahal Eyang putri nya sama sekali tidak tau memasak saat restoran itu berdiri.  Lalu sebagai putri sulung, Bunda mengambil alih restoran itu setelah menyelesaikan kuliahnya karena Eyang putri selalu mengeluh lelah dan ingin menghabiskan masa tua nya dengan merajut atau menanam bunga.  Dan seharusnya Calya yang mengambil alih restoran itu sekarang, tetapi Calya selalu menolaknya dan berakhir dengan sang Bunda yang memilih Raka, pria setengah sendok itu yang mengurus restoran walau Bunda sesekali masih memantau, dan itu lah alasan Bunda tak mengizinkan Calya membuka kafe dan bakery. Karena Calya tak mau mengelola restoran keluarganya.  Ponsel Calya berdenting saat ia hendak membuka pintu mobilnya. Chat dari Bunda.  Ibunda Ratu Cantik Kalau shift kamu udah selesai, langsung pulang ya nak. Calya mengiyakan chat dari Bunda nya lalu segera memacu mobilnya pulang ke rumah orang tuanya.  "Tyya!" seruan nyaring itu membuat Calya tersenyum lebar dan merentangkan tangannya menyambut Raras, putri semata wayang dari kakak pertamanya yang berusia 3 tahun.  "Raras, Tyya kangen. Kesini sama siapa?" tanya Calya sambil meraih Raras dalam gendongannya dan mencium kedua pipi gembul Raras dengan gemas.  "Sama Papa dan Mama." jawab Raras riang.  Saat Calya memasuki rumah orangtuanya, seluruh saudaranya sudah berkumpul. Bang Sakti, kakak sulung Calya yang merupakan seorang tentara angkatan darat sedang berbincang dengan Papa nya yang juga merupakan seorang tentara dan bang Gara, suami kak Lili. Sasa, adik semata wayang Calya sedang bermain dengan Al, anak dari kak Lili dan Bang Gara yang berusia dua tahun.  "Alan!" Calya berseru riang sambil menghampiri Alan yang kini tertawa.  "Tyya, Al anen" ucap Al lalu memeluk Calya. Raras yang berada di dekapan Calya langsung mendorong tangan Alan.  "Iih dedek jangan sentuh Tyya!" Raras melotot marah pada Alan "Hussst, gak boleh gitu Raras. Dedeknya di sayang. Minta maaf sama dedek Alan" ucap Calya sambil tersenyum. Raras hanya membuang muka sedangkan Alan kembali memeluk Calya.  "Raras gak mau sama Tysa? Gantian sama dedek Alan." tanya Sasa sambil merentangkan tangannya. Raras menggelengkan kepalanya.  "Ga mao, mao nya sama Tyya aja." jawab Raras ketus. Sasa memasang wajah cemberutnya sedangkan Calya tertawa sambil memeluk Alan di bahu kirinya.  "Raras mah gitu, kalau sama Tyya aja lengket." ucap Sasa sambil beranjak pergi.  "Raras, Tysa ngambek, sana bujuk. Minta maaf cepetan. Jadi anak baik" ucap Calya sambil melepas pelukannya. Raras memberengut tetapi ia beranjak mengejar Sasa.  Calya tersenyum lalu menggendong Alan menuju dapur, Bundanya sedang menyiapkan makan malam bersama kak Lili dan mbak Ajeng, istri bang Sakti.  "Tumben ngumpul Bun?" tanya Calya sambil mengamati kesibukan Bunda yang mengatur piring. Biasanya kedua kakak Calya akan ke rumah dua minggu sekali, tetapi hari ini pengecualian padahal mereka baru saja berkumpul hari minggu kemarin.  "Papa ingin bicara tapi harus lengkap." jawab Bunda.  Calya hanya mengangguk lalu meraih brownies kukus yang ditunjuk Alan dan menyuapi keponakannya itu.  Setelah makan malam siap, seluruh keluarga Atmaja berkumpul di meja makan, mereka menyantap makan malamnya dalam diam seperti biasa. Selesai makan, Surya Atmaja, sang kepala keluarga berdehem pelan meminta perhatian.  "Maaf mengganggu waktu kalian" ucap Papa sambil melirik bang Sakti dan kak Lili.  "Siap, tidak masalah Pa" jawab bang Sakti mewakili kak Lili dan bang Gara.  "Jadi langsung saja, Calya, kamu sudah dewasa" ucap Papa menatap Calya lembut.  "Gue?" bisik Calya pada Sasa yang duduk disampingnya "Iyalah kak, siapa lagi anak Papa yang namanya Calya selain kakak?" Sasa balas berbisik.  "Usia kamu sudah 26 tahun, Papa dan Bunda juga mungkin kakak-kakak mu ingin kamu segera menikah." ucap Papa sedangkan Calya menghela napas. Itu lagi. Gumam Calya dalam hati.  "Papa punya sahabat dekat, sudah seperti saudara. Papa dan sahabat Papa itu berniat ingin terus menjalin silaturahmi dengan menjodohkan salah satu anak Papa dengan putra sulungnya. Dan kebetulan, putra sulungnya itu juga adik asuh Sakti dan baru pindah dari Bandung  beberapa hari yang lalu" ucap Papa membuat Calya dan Sasa saling berpandangan bingung "Papa mau jodohin kak Calya atau Sasa? Anak perempuan Papa yang belum nikah ada dua orang loh" tanya Sasa mewakili Calya.  "Udah jelas Papa ngomong sama Calya, dek. Kamu ini" ucap kak Lili mendelik pada Sasa. Calya mengerjap  "Maksud Papa.. Calya dijodohin sama anak sahabat Papa itu?" tanya Calya memastikan. Papanya mengangguk mantap membuat Calya tertegun.  "Tapi Pa, Calya gak mau dijodihin dan Calya belum siap menikah, Calya juga gak kenal sama dia. Papa yakin dia baik?" ucap Calya  "Kalian kan bisa saling mengenal. Dia anak yang baik, beberapa kali Papa pernah bertemu dengan dia. Prestasi nya bagus sejak di akademi militer dulu." jawab Papa. Calya menghela napas berat. Tak pernah ada yang membantah ucapan Papa nya.  Calya bimbang. Satu sisi ia ingin menolak dengan perjodohan ini karena ia benar-benar tak menyukai ide dari Papa nya. Kenapa harus dijodohkan? Namun di sisi lain ia ingin menerima perjodohan ini. Coba saja dulu, biasanya pilihan orang tua itu yang terbaik. Itu kata hati nya yang lain. "Papa yakin banget sama dia?" tanya Calya lagi. Dan jika Papa nya sudah yakin, maka Calya tak memiliki alasan apapun lagi untuk menolak. Papa nya memang selalu mendidik anak-anaknya dengan baik, membantu anak-anaknya dalam mengambil keputusan besar seperti dulu Calya yang ingin masuk sekolah kuliner tetapi takut dikucilkan. Dan Papanya berhasil meyakinkan Calya dan mendukung Calya melanjutkan pendidikannya di Paris bahkan menyuruh Calya untuk mengambil pastry juga untuk menambah ilmu memasak lainnya.  "Papa yakin nak, dia yang terbaik menurut Papa dan Bunda. Sakti juga mendukung karena dia kenal dekat dengan adik asuhnya." jawab Papa tersenyum lembut.  "Calya akan coba Pa" ucap Calya sambil meyakinkan dirinya dalam hati kalau keputusan yang ia ambil sudah benar.  ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD