"Kalian bilang mainan yang saya inginkan kabur?" Alex duduk diatas sofa di ruangan Mucikari Maximilian sembari menghisap cigarette di tangannya, "Bagaimana mungkin mainan sekecil itu bisa lolos dari tangan sebesar kalian?" Alex melirik deretan kepala yang menunduk penuh rasa bersalah didepannya itu.
"Maafkan kami, Tuan. Mainan anda kali ini benar-benar diluar kendali kami. Dia sangat brutal bahkan dia berani memukul saya sampai saya pingsan." sang Mucikari meringis sembari menunjukkan wajahnya yang penuh lebam pada client-nya.
"Dia hanya memukulmu dan kau langsung membiarkan mainan sekecil itu lari?" Alex menghisap cigarette dengan hisapan dalam dan menghembuskannya di udara, "Harusnya gadis itu membuatmu lumpuh baru kau bisa membuatnya lari dari cengkramanmu!"
"Kami benar-benar minta maaf atas kelalaian kami. Kami akan mengganti gadis itu dengan gadis yang lain. Gadis yang tak kalah cantiknya dengan gadis yang anda inginkan." sang Mucikari berkata dengan nada bergetar dan usaha bernegosiasinya itu nampak tidaklah buruk karena Alex meliriknya.
"Tunggu sebentar, Tuan." sang mucikari berbicara pada anak buahnya dan tak lama kemudian anak buahnya yang keluar dari ruangan itu datang dengan membawa sederet gadis cantik dengan make up tebal dan pakaian mini yang menonjolkan aset mereka.
"Anda bisa pilih mereka sesuai dengan keinginan anda." Sang mucikari tersenyum, menawarkan para gadis miliknya dengan bersemangat.
"Apakah kau lupa kalau Saya membayarmu 200 juta." Alex mematikan cigarette-nya, menekan bara apinya di atas asbak sampai lintingan tembakau itu hancur, "Dan kau menawarkan p*****r-pacuran itu pada saya sebagai gantinya, hah?!" suara Alex naik satu oktaf, Alex benar-benar marah dan tersinggung.
"Kami pasti akan mendapatkan gadis sialan itu, Tuan. Jadi jangan khawatir anda akan kehilangan uang anda. Bahkan anda mungkin akan memberikan uang lebih saat anda melihatnya nanti." Rahardjo yang berdiri diantara dua bodyguard yang menundukkan kepala itu dengan lancangnya ikut bersuara.
"Siapa kau? Berani sekali ikut campur?" Alex menatapnya tidak suka.
"Dia adalah orang tua dari mainan anda, Tuan." jawab sang Mucikari sembari menatap Rahardjo kesal pasalnya ucapan Rahardjo bisa membuat situasi semakin runyam.
"Orang tua dari gadis sialan itu?" Sudut bibir Alex naik dan ketawa membahana keluar dari bibirnya, "Oh jadi begitu." Alex berjalan kearah Rahardjo, "Apakah kau merencanakan semua ini setelah menerima uang dari saya?!" teriakan itu mengalun keras dan tubuh Rahardjo langsung terjatuh diatas lantai dengan tubuh Alex diatasnya, mencengkram pipi paruh bayanya dengan intensitas yang mengerikan hingga pria itu merasa rahangnya akan remuk.
"Orang miskin sialan! Berani sekali kau mempermainkan saya!"
Bugh!Bugh!Bugh!
Alex membenturkan kepala Rahardjo berulang kali ke lantai, mengabaikan ucapan ampun yang keluar dari mulut pria itu.
"Ampuni saya, Tuan! saya sama sekali tidak tahu kemana anak sialan itu pergi. Agrh! Ampun! Ampun!" Raharja bisa merasakan bagian tempurung belakang kepalanya pecah.
Pekikan ketakutan sempat mengalun dari bibir gadis-gadis yang berjejer disana namun tak ada satupun yang berani menghentikan tamu VIP mereka karena mereka tidak mau menjadi salah satu korban berikutnya.
Ceklek!
Pintu ruangan terbuka dan sosok penyelamatan itu datang, berjalan dengan santai duduk di sofa yang ada disana.
Pria itu tidak banyak bicara, dia mengambil cerutu dibalik saku celananya dan mulai menghisapnya keras setelah sebelumnya menyalakan pematik
"Kudengar kau membeli mainan baru." pria itu menghisap cerutunya dengan santai sembari melihat Apa yang dilakukan oleh Alex pada pria paruh baya itu, "Dimana dia?"
"Apakah kau sedang mengejek saya?" Alex menolehkan kepalanya pada sosok yang duduk di sofa dengan gigi bergemeletuk keras.
"Oh berarti dia Kabur?" sudut bibir pria itu naik, mengejek, "Pantas kau tak ubahnya seperti banteng yang sedang mengamuk."
"CK!" decakan keras keluar dari bibir Alex sekaligus lepasnya cengkraman jari pria itu di wajah Rahardjo dan pria paruh baya
memanfaatkan hal itu untuk bangun dan dengan segera sang mucikari meminta salah satu bodyguard-nya untuk memanggil bagian medis untuk mengobati luka yang dialami Rahardjo.
"Mereka tidak bisa menjaga mainanku." Alex menyalakan lagi cigarette-nya, menghisapnya dengan kuat sembari menatap sang mucikari kesal. Dan di tatap hanya mampu menundukkan kepalanya dalam, penuh rasa bersalah.
Sang mucikari tidak berani bersuara karena dia masih ingin usahanya berjalan.
"Bukankah ada banyak gadis disini. Kau bisa pilih salah satu dari mereka untuk menemanimu sementara waktu sebelum mereka bisa menangkap mainanmu yang kabur itu." pria itu bernama Joshua, dia menatap deretan gadis cantik didepan sana dengan bibir tersungging naik.
"Kau kemarilah." Joshua menunjuk salah seorang gadis dengan ujung jarinya dan meminta gadis itu duduk di atas pangkuannya, "Dan kalian semua bisa pergi dari ruangan ini." tanpa diperintah dua kali seluruh orang yang berada di ruang itu keluar dan hanya menyisakan mereka bertiga.
"Memangnya secantik apa mainanmu sampai kau mengamuk begitu?" Joshua tersenyum, menyibak surai hitam gadis itu hingga menampilkan tulang selangkanya yang lembut untuk kemudian diberikan hadiah sebuah kecupan-kecupan kecil penuh puja.
Dan Alex tidak menjawab pertanyaan pria itu, dia lebih memilih menyesap minuman yang telah tersedia diatas meja, minuman yang sengaja disiapkan oleh sang mucikari untuk mengalihkan kemarahan pria itu.
"Kau sama sekali belum melihat wajah mainanmu?" Joshua tertawa, "Jadi egomu terluka?" tawa Joshua keras, "Kupikir kau sudah bertemu dengannya minimal sekali saja, kemudian kau jadi gila karena kecantikannya." Joshua terdiam sesaat, mengingat dengan jelas sosok gadis yang sebelumnya dia temui di pintu masuk Maximilian.
Gadis itu sangat cantik, sejenis kecantikan yang belum terjamah oleh tangan siapapun, begitu murni dan mungil dengan tipe wajah yang Joshua tidak bisa jelaskan secara rinci.
'Sayang sekali.'
"Honey." gadis yang ada di pangkuan Joshua menyentuh wajah pria itu, minta diperhatikan.
"Sepertinya saya sudah tidak berminat padamu." Joshua menatap gadis yang ada di pangkuannya tanpa minat.
"Bagaimana mungkin kamu membuat gadis pilihanmu sendiri kecewa?" Alex tertawa, pria itu lantas menepuk pahanya, meminta gadis itu berpindah kepadanya.
"Come on, Baby." tanpa diminta dua kali gadis itu langsung duduk dipangkuan Alex, duduk dengan posisi mengangkang hingga gaun mini yang dipakai gadis itu naik dan menampilkan paha mulusnya.
"Meskipun kau bukan pilihan saya tapi apa salahnya menghabiskan waktu sejenak dengan jalang sepertimu." bibir Alex naik, menepuk b****g gadis yang ada di pangkuannya berulang kali sebelum akhirnya meremasnya dengan keras.
Joshua yang melihat itu hanya acuh dan lebih memilih menikmati minuman diatas meja.
"Tunjukkan kemampuanmu." Alex merebahkan punggungnya di sandaran sofa dan membiarkan gadis penghibur itu melakukan tugasnya.
Gadis itu membuka kancing baju sang client dengan manic menatap Alex dengan pandangan menggoda, menggigit bibirnya yang berwarna merah saat menatap pahatan menggiurkan tubuh sang pria yang
tersaji di depan matanya. Jari bercat merah itu terulur, mengelus tubuh Alex penuh puja sebelum akhirnya wajah gadis itu menunduk, menjulurkan lidahnya dan menjilati pahatan tubuh Alex sembari menggesekkan bagian buahnya yang tertutupi kain tipis.
"Tubuh anda membuat saya basah, Tuan." kepala gadis itu tertengadah, menjilati tubuh sang pria sembari Menganti ekspresi client-nya itu yang sayangnya membuatnya sedikit kecewa karena tak ada ekspresi yang biasanya dia temui saat sedang menemani client-nya yang lain.
Tapi gadis itu tidak menyerah, lidah kembali terulur, menuju kearah puncak d**a Alex dan bermain disana, menjilatinya dengan gerakan memutar sambil sesekali dihisap pelan sedangkan sisi yang lain dimanjakan dengan kedua jarinya secara bergantian. Gadis itu turun dari pangkuan Alex, membelai bagian tengah celana pria itu kemudian menarik turun resletingnya. Jalang itu mengeluarkan kejantanan milik sang client dengan tidak sabar dan manic-nya langsung bersinar senang saat mendapati milik pria itu sudah ada dalam genggaman tangannya meskipun tidak dalam posisi siap tempur.
"Milik anda masih tidur tapi sudah terlihat besar sekali, Tuan." gadis itu tersenyum lebar sebelum akhirnya memegang milik Alex dalam takupan jemarinya, "Saya membayangkan bagaimana jika benda sebesar ini masuk dan mengaduk-aduk milik saya dibawah sana." m**i gadis itu sayu, membawa kejantanan Alex untuk menyentuh kedua pipinya dengan belaian penuh puja. Dan bibir gadis itu terbuka, mengeluarkan lidahnya untuk menjilati sisi kejantanan Alex seolah milik pria itu adalah sebuah es krim.
"Apakah jalang sepertimu memang murahan seperti ini?" Alex tertawa menikmati service yang diberikan oleh jalang berlutut di bawah kakinya itu, "Jika kau ingin dibayar lebih, gunakan mulutmu sebaik mungkin!" tangan Alex terulur, mencengkram surai gadis yang didepannya itu dan mendorongnya keras hingga gadis itu kesulitan bernafas.
"Yah, gunakan tenggorokanmu. Hisap milik saya dengan benar!" sentak Alex marah saat gigi gadis itu tanpa sengaja menyentuh kulitnya.
Plup!
"Maafkan saya, Tuan." milik Alex keluar dari bibir jalang itu dan sebagai gantinya lidahnyalah yang berperan memanjakan milik sang tuan.
Gadis itu mengerang keras, memanjakan milik sang tuan dengan sebelah tangan sedangkan tangannya yang lain menyentuh miliknya sendiri dibawah sana, mempersiapkan miliknya yang sudah sangat basah untuk dimasuki kejantanan besar milik sang tuan.
"Apakah kau tidak sadar sedari tadi ponselmu terus berdering?" suara Joshua yang duduk disampingnya membuat Alex menolehkan kepalanya pada ponsel miliknya yang dia taruh di atas meja.
Dan nama Karim, sang pelayan utama terpampang disana.
"Apa?!" suara Alex mengalun keras, dia tidak suka kegiatan menyenangkannya diganggu.
"Maaf mengganggu kegiatan anda, Tuan. Tapi anda harus tahu masalah ini." suara disana ragu sejenak, "Ada yang memasuki ruangan khusus anda dan seluruh milik anda yang ada didalam sana dihancurkan."
"Apa?!" Alex bangkit dan mendorong tubuh gadis yang berada dibawahnya hingga gadis itu tersungkur di lantai sedangkan Alex langsung pergi begitu saja setelah sebelumnya merapikan pakaiannya dengan terburu-buru.
"Kasihan sekali, kau." Joshua menatap jalang yang terlihat syok itu dengan tatapan kasihan, "Sebaiknya kau keluar sekarang karena kau sudah tidak dibutuhkan lagi." tanpa banyak kata, jalang itu keluar dari ruangan VIP, meninggalkan Joshua yang sedang menikmati minumannya seorang diri.
Sementara itu Alex buru-buru keluar dari Maximilian, berjalan dengan langkah penuh emosi sebelum akhirnya membuka dan menutup pintu mobilnya dengan keras.
"Mohon maaf, Tuan. Bisakah kami memeriksa mobil anda?" Dan amarah Alex semakin menggelegar saat dirinya dihadang di pintu keluar Maximilian.
"Apa hak kalian menghalangi saya?!"
"Mohon maaf, kami sedang melakukan pengecekan karena salah satu anak dari Nyonya Sha kabur."
"Dan kalian pikir, dia bersembunyi di mobil saya?!" decih Alex kesal.
"Kami hanya melakukan tugas kami, Tuan. Maafkan kelancangan kami." bodyguard yang bertugas hanya mampu menundukkan kepalanya penuh permohonan maaf.
"Sial!" makinya pelan.
Setelah keluar dari area Maximilian, Alex mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, menyalip kendaraan yang ada didepannya sembari terus menyalakan klakson mobilnya.
"b*****t! Apa kalian semua tidak bisa minggir, hah?!" teriaknya frustasi sepanjang jalan hingga akhirnya mobil pria itu berhenti dipekarangan rumah setelah sebelumnya membunyikan klaksonnya tidak sabar.
"Siapa yang berani melakukan itu?!" Sosok Pelayan utama datang dan menghampiri sang tuan, pria itu menyambut kedatangan sang tuan dengan wajah takut.
"Saya tidak tahu, Tuan. CCtv di depan ruangan itu telah dirusak."
"b*****t!" makinya semakin keras tanpa peduli suaranya membuat malam kelam yang sunyi menjadi tak nyaman.
"Saya akan lihat ruangan itu sendiri." Alex menghentikan langkahnya dan menatap pria paruh baya disampingnya dengan lirikan kecil, "Kau urus saja mobil yang baru saya pakai, saya tidak baunya."
"Baik Tuan." kepala pelayan lantas meninggalkan sang tuan dan berjalan menuju halaman dimana mobil yang baru saja dipakai sang tuan terparkir.
Pria itu membuka pintu mobil dan mencium aroma manis vanilla yang tak biasa didalam sana. Jenis wangi yang tak pernah dipakai sang tuan bahkan aroma yang menempel di tubuh sang tuan tadi sangat berbeda jauh, membuat kepala pusing karena aromanya yang menyengat.
Pria paruh baya itu menyerngitkan alisnya bingung karena tidak mendapati apapun didalam sana.
Kepala pelayan bernama Karim itu menutup pintu mobil dan berjalan kearah bagasi belakang, membuka pintu bagasi itu dengan sekali sentuh dan perbuatannya itu mendapat sambutan sebuah pekikan ketakutan dari sosok yang berada didalamnya.
"Siapa anda?!"