4. Masuk Kandang Singa 2 🔞

1474 Words
Luna tidak tahu mobil siapa yang dia masuki kini karena yang terpenting baginya kini adalah bersembunyi dari kejaran orang suruhan mucikari. Luna tidak mau dijual karena lebih baik mati daripada harus bertindak seperti jalang murahan yang rela disentuh oleh orang asing dengan cara menjijikkan. Luna sudah cukup lama berada di bagasi mobil itu, nafasnya sudah mulai sesak karena minimnya oksigen didalam sana tapi gadis itu tidak bisa keluar sekarang karena para penjaga itu masih mencari dirinya, Luna tahu hal itu karena suara mereka menggema cukup keras. "Siapapun anda, cepatlah datang dan pergi dari tempat ini." gadis itu berbisik lirih sembari meraup nafas sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya yang semakin berat, kepalanya yang mulai terasa dihantam palu berulang kali hingga membuat manicnya berair. "Brak!" Luna hampir pingsan saat pintu mobil terdengar dibuka dan ditutup oleh sang pemilik. Tak lama kemudian Luna langsung menghirup udara segar serakus mungkin begitu mesin mobil dinyalakan, secara perlahan gadis itu mengatur nafasnya yang sempat sesak. "Mohon maaf, Tuan. Bisakah kami memeriksa mobil anda?" mobil itu baru berjalan dan lajunya langsung dihentikan begitu oleh suara yang Luna yakini salah satu penjaga yang mencari dirinya. 'Kumohon, jangan biarkan mereka memeriksa mobil anda. Saya mohon, Tuan.' Luna memohon dalam hati sembari mengigit bibirnya ketakutan, dia pasti akan langsung tertangkap jika sang tuan mengijinkan mobilnya diperiksa. "Apa hak kalian menghalangi saya?!" suara sepakan penuh dengan amarah itu membuat Luna menarik nafas lega, Siapapun anda, saya sangat berterima kasih kepada anda.' senyum Luna mengembang penuh rasa syukur dan setelah itu Luna tidak peduli dengan apa yang mereka bicarakan karena baginya keselamatannya sudah lebih dari cukup. Nafas lega baru keluar dari bibir Luna namun beberapa saat kemudian gadis itu harus spot jantung karena si pemilik kuda besi yang dia naiki melajukan kendaraannya seperti setan. 'Tuhan, selamatkan aku. Aku tidak mau mati.' manic gadis itu berkaca-kaca menahan tangis yang berebut keluar karena ketakutan yang teramat sangat. Pria yang mengendarai mobil itu tidak ubahnya seperti orang kesurupan, menekan klakson secara brutal sembari terus mengumpat keras sepanjang perjalanan. Luna yang sebelumnya ingin mengucapkan terima kasih setelah mobil yang dikemudikan pria itu berhenti dan menurunkannya mengurungkan niatnya dan lebih memilih kabur begitu mobil itu berhenti. Tak lama kemudian mobil berhenti dan suara bantingan keras pintu mobil menggema hingga membuat Luna berjinggat kaget. Gadis itu tidak berani turun begitu saja, dia takut pria itu masih berada di sekitar mobilnya dan akan mengamuk padanya begitu tahu Luna menyusup kedalam kendaraan pria itu. Luna akhirnya memutuskan menunggu beberapa saat guna meyakinkan sang pemilik kuda besi itu sudah pergi. Setelah beberapa saat menunggu, jemari gadis itu mulai beraksi, mencoba membuka pintu bagasi yang mengurungnya kini namun gerakan tangannya langsung terhenti saat suara pintu mobil di buka terdengar oleh telinganya. Gadis itu kembali diam, menggigit bibirnya keras karena cemas, berdoa dalam hati agar sosok itu tidak membuka pintu bagasi namun sayangnya doanya tidak terkabul. Clek! "Siapa anda?!" sosok itu seumuran dengan Pak Rahardjo, menatap Luna dengan alis mengerut bingung terlebih pada penampilan Luna yang terlihat menyedihkan meskipun gadis itu dibalut dengan pakaian yang sangat seksi. "Saya Luna." Luna menggigit bibirnya keras, "Saya berada di mobil ini karena saya bersembunyi dari kejaran orang-orang jahat yang akan menjual saya." wajah gadis itu tertunduk dengan jemari meremas gaun mini yang dia pakai sebagai bentuk pertahanan diri. Pria paruh baya berpakaian rapi khas pelayan rumah mewah itu menatap Luna dengan seksama, dari ujung rambut sampai ujung kakinya, mengamati dengan detail tentang luka di sudut bibir, pergelangan tangannya lebam serta kedua kakinya yang lecet namun semua luka yang dialami gadis itu tidak menutupi kenyataan bahwa gadis itu sangat cantik. "Sebaiknya anda segera pergi dari sini sebelum Tuan tahu keberadaan anda, Nona." "Pergi dari sini?" Luna terdiam sesaat, membayangkan dirinya yang berada di luar tanpa tujuan yang jelas kemudian tertangkap oleh Ayah angkatnya atau anak Buah Nyonya Mucikari. Tidak! Luna tidak mau hal itu terjadi padanya. "Maafkan kelancangan saya, Tuan."Luna meremas gaun mini yang dia pakai, dengan ragu dia memberanikan diri untuk memohon pada pria paruh baya yang terlihat sangat baik dan berwibawa itu, "Apakah saya bisa tetap berada di rumah ini. Saya bersedia melakukan apapun agar saya tetap berada di rumah ini." Menurut Luna, orang-orang itu tidak akan mungkin sampai menemukannya disini. "Orang seperti anda tidak pantas berada disini. Tempat ini tidak seperti yang anda bayangkan Nona. Sebaiknya anda mencari tempat lain. Saya akan meminta security untuk membantu anda keluar dari rumah ini. "Tidak Tuan!"Geleng Luna keras, gadis itu langsung meraih tangan Karim begitu pria paruh baya itu hendak pergi, Luna memohon sembari bersimpuh di hadapan pria paruh baya itu, "Saya tidak harus tahu harus pergi ke mana. Saya mohon bantulah saya, Tuan. Hanya ada yang bisa membantu saya kini. Hanya anda satu-satunya harapan saya. Saya mohon." "Sekali tidak tetap tidak, Nona." Karim melepaskan jemari Luna yang memegang tangannya, "tunggulah di sini sebentar lagi security akan datang." "KARIM!!!" Belum sedetik ucapan itu keluar dari bibir sang pelayan utama itu, suara menggema dari sang Tuan menggema dengan keras, menembus dinginnya malam dengan aura kemarahan yang mencekam. "Sebaiknya Anda menunggu di ruangan saya saja, Nona." Karim mengeluarkan kunci dari balik saku bajunya dan memberikannya pada Luna, "Ruangan saya ada di ujung bangunan itu." Karim menunjuk bangunan besar yang ada dibelakang mereka, "Bersembunyilah di sana sementara." dan setelah itu Karim langsung pergi, meninggalkan Luna yang menatap kunci kecil di tangannya. Dan senyum Luna mengembang dengan lebarnya, tanpa banyak bicara gadis itu langsung menuju kamar yang dimaksudkan pria paruh baya tadi. langkah kakinya yang tak beralas berjalan dengan langkah mengendap-endap sembari mengamati keadaan sekitar yang beruntungnya sunyi senyap sebelum akhirnya menemukan pintu ruangan yang dimasukkan oleh pelayan paruh baya tadi. Luna lantas memasukkan kunci ke dalam lubangnya membuka pintunya pelan kemudian menutup pintu kayu itu dari dalam. "Terima kasih, Tuhan." nafas sunnah mengeliling dengan teman sembari mengucap syukur dalam hati. Sementara itu, Karim berjalan dengan langkah terburu-buru menuju ke tempat dimana sang Tuan berada. "Saya mau kau mencari orang yang berani melakukan hal ini."Alex berada di ruangan khusus miliknya, menatap deretan lukisan hasil karyanya yang sudah hancur baik itu hancur karena coretan cat dan sayatan pisau, dinding ruangan yang aslinya berwarna putih kini di rusak dengan goresan warna-warni tak beraturan bahkan spanram (penyangga kanvas), kuas dan palet-nya pun patah. "Tapi Tuan, tiada clue yang pasti siapa pelakunya karena CCTV sengaja di rusak terlebih dahulu dan pemegang kunci ruangan ini hanyalah anda dan saya." "Kau punya otak kan?" Alex melirik Karim dengan tajam, "Gunakan otakmu itu untuk berpikir bahwa pelakunya pasti masih berada di rumah ini. Dia tidak akan berani pergi begitu saja hingga membuat dia menjadi satu-satunya yang menjadi tertuduh." Alex membalikkan tubuhnya dan berbisik di telinga Karim, "Saya tidak mau tahu bagaimana cara yang akan kau lakukan, yang saya mau kau harus bisa membawa orang yang berani melakukan hal ini ke hadapan saya atau kau sendiri yang akan menerima akibatnya." Alex langsung pergi meninggalkan Karim yang terdiam dengan pikiran kalut. Alex tidak pernah main-main dengan ucapannya, dan Karim tahu dengan hal itu. Yang jadi masalah besar saat ini bukan hanya mencari pelaku yang berani merusak ruangan sang tuan tapi juga bagaimana cara Karim mengeluarkan gadis malang itu dari rumah ini karena pasti Alex akan memblokir semua akses keluar masuk orang-orang di rumah ini selama pelakunya belum ditemukan. "Tidak ada jalan lain." Karim keluar dari ruangan Alex, mengetuk pintu kamar miliknya secara perlahan sembari menyebutkan namanya sendiri dan tak lama kemudian pintu terbuka dari dalam. Clek! Pintu kembali tertutup dan sosok gadis itu menatap Karim dengan wajah cemasnya. "Tuan..." Luna menghampiri Karim dengan wajah cemasnya, 'Apakah aku akan diusir sekarang?' "Untuk sementara waktu, Kau tidak bisa keluar dari rumah ini." wajah Karim menatap gadis yang ada di depannya dengan serius. "Tuan..." manic Luna berkaca, mengucapkan syukur dalam hati sembari meraih tangan pria paruh baya itu, "Terima kasih karena anda telah bersedia menolong saya." "Saya melakukan ini bukan hanya untuk dirimu tapi juga untuk diri saya sendiri." ucap Karim sembari menipiskan bibirnya, manic pria itu menatap gadis yang ada di hadapannya sangat lekat, memindai tubuhnya dari atas sampai ke bawah berulang kali hingga membuat Luna risih dan memeluk tubuhnya sendiri. "Kau tidak bisa dibiarkan dalam penampilan seperti ini." "Tentu saya akan memakai pakaian yang lebih sopan daripada ini." "Bukan begitu Nona..." "Nama saya Luna Nafeeza Zahra." "Dan nama saya Karim." 'Dan saya tidak akan membiarkan anak anda dengan penampilan asli Anda didepan Tuan Alex. Saya tidak mau pria itu berbuat macam-macam kepada anda.' bathin Karim yang kemudian berlalu dari hadapan Luna, mencari apapun untuk bisa mengubah penampilan gadis cantik yang ada di depannya itu supaya tidak menarik perhatian. Karim membongkar seluruh isi lemarinya dengan bingung pasalnya tidak ada satupun yang bisa dipakai oleh gadis itu. Tidak ada jalan lain, Karim akhirnya mengetuk pintu kamar rekan sejawatnya yang telah bekerja puluhan tahun dengan keluarga Alex. "Ada apa?" wanita paruh baya itu membuka pintu kamarnya dengan wajah mengantuk pasalnya hari sudah cukup larut. "Bisakah kamu membantu kami?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD