Alex turun ke meja makan tepat di jam 7 malam, pria itu berjalan dengan langkah santainya dan menarik kursi untuk diduduki.
“Hanya ini?” Pria itu menatap meja makan yang besar dan hanya mendapati sebuah mangkuk besar berisi makanan bersantan beserta nasi dan sambal. Alex lantas mengangkat kepala untuk menatap gadis yang bertugas menyiapkan makan malamnya itu.
“Bukankah makanan seperti ini tidak cukup pantas untuk dihidangkan sebagai menu makan malam saya?” Alis Alex naik dengan cara menantang hingga membuat Luna tergagap.
“Anda suka makanan dengan cita rasa rempah yang kuat jadi saya mempunyai ide untuk membuatkan anda makanan khas Indonesia.” Terang Luna sembari menggigit bibirnya yang teras mulai kering.
“Apakah kau yakin makanan yang kau buat bisa dimakan?” Alex bersendekap sembari menatap Luna tajam, “Kau tahu bukan konsekuensi yang akan kau tanggung jika makanan yang kau buatkan tidak sesuai dengan lidah saya?” Dan pria itu menyeringai dengan kejamnya hingga membuat Luna menelan ludahnya serat.
‘Apakah aku akan diperlakukan sama seperti pelayan malang tadi pagi? Apakah aku akan disuruh memakan makanan yang dibuang pria itu?’
“Saya tidak akan tahu kalau anda tidak mencobanya.” Luna tahu apa dampak yang akan dia tanggung setelah ini dan siap tidak siap dia harus mengambil langkah agar semuanya cepat usai. Gadis itu lantas menghampiri meja makan, melayani sang tuan dengan cara mengambilkan nasi serta hidangan opor berkuah santan yang kental kemudian meletakkannya dihadapan sang tuan.
“Silahkan mencobanya.” Dan perbuatan yang Luna lakukan membuat Alex terbahak keras.
“Mereka memang menyajikan makanan untuk saya tapi baru kali ini seseorang mengambilkan makanan di piring saya.” Alex menatap luna dengan seringainya, “Perbuatanmu tak ubahnya seorang istri yang sedang melayani suaminya. Apakah kau berniat menjadi istri saya?”
“Maaf, maksud saya bukan seperti itu, tuan. Lagipula mana mungkin orang seperti saya berani membayangkan hal demikian.” Sanggah Luna cepat dengan wajah ketakutannya yang justru membuat Alex ingin menjatuhkan mental gadis cacat itu dengan kata-katanya.
“Kau benar! Siapa juga yang mau menikah dengan gadis jelek dan cacat sepertimu.” Alex menyeringai, mengejek sebelum akhirnya mengangkat sendok dan menyuapkannya kedalam mulut. Mengunyahnya secara perlahan hingga membuat Luna serta para pelayan yang berbaris rapi disana menarik nafas tegang.
“Tidak buruk. Makanan ini masih bisa dimakan.” Ucapan yang keluar dari bibir Alex membuat nafas Luna mengalun lega.
“Tapi…”
“Ya?”
“Makanan yang kau sajikan terlalu banyak. Makanlah bersama saya!”
“Maaf?” Luna menatap Alex dengan pandangan tidak mengerti bahkan gadis itu melirikkan ujung manicnya kearah Bu Sri serta Pak Karim yang berada disampingnya untuk minta pendapat mereka lewat lirikan mata.
“Apakah kau lebih suka makan di atas lantai dengan posisi makan seperti seekor anjing liar?”
“Tidak, Tuan!” Luna menggelengkan kepalanya keras dan tanpa pikir panjang gadis itu duduk dihadapan sang tuan dengan kepala menunduk dalam.
“Makanlah sebelum saya berubah pikiran.” Alex menatap Luna singkat.
“Terima kasih atas kemurahan hati anda, Tuan.” Tangan gadis itu bergetar keras saat terulur untuk mengambil nasi serta lauk yang dia masak tadi hingga membuat Alex kembali bicara, “Kenapa kau terlihat ragu mengambil makanan yang kau olah sendiri? Apakah kau memasukkan sesuatu kedalam masakanmu hingga membuatmu takut untuk memakannya?” nada itu penuh tuduhan tajam, "Kau berniat meracuni saya?"
“Tentu saja tidak begitu, tuan! Saya tidak akan berani melakukan itu.” Geleng Luna dengan nada suara sumbang kemudian gadis itu mengambil nasi dalam jumlah yang sangat banyak diikuti dengan lauk yang dia buat.
“Hm.” Angguk Alex sembari melirik Luna yang berusaha menyembunyikan takutnya namun sia-sia karena tangan gadis itu terus bergetar tak terkendali.
Alex melanjutkan makan malamnya yang kali ini terasa sangat mengasyikkan karena menatap wajah ketakutan yang sangat ketara dari sosok gadis cacat yang berada didepannya.
Dan untuk pertama kalinya Alex makan dalam porsi yang banyak karena hal ini.
“Makanan yang kau buat ternyata tidaklah seburuk penampilannya.” Alex meletakkan sendok dan garpunya diatas piringnya yang telah bersih tak bersisa.
“Terima kasih, Tuan.” Dan gadis yang makan dalam porsi besar itu selesai lebih cepat karena makanan yang masuk kedalam mulutnya hampir tidak dia kunyah dengan sempurna karena ingin cepat selesai.
“Kalau begitu, mulai besok kaulah yang mengurus makanan saya.”
“Baik, tuan” Luna menundukkan kepalanya, menerima dengan pasrah keputusan yang dibuat oleh Alex sebelum pria itu mengambil air putih, menghabiskan mineral jernih dalam sekali tegukan kemudian pergi meninggalkan meja makan.
“Huk!” begitu Alex menghilang dari pandangan, Luna langsung berlari cepat menuju kamar mandi terdekat dan langsung memuntahkan porsi besar makanan yang terpaksa masuk dalam perut kecilnya.
“Apakah perutmu tidak apa-apa?” Bu Sri menyusul Luna, memijat Tengkuk gadis itu sembari menatapnya dengan pandangan cemasnya terlebih lagi saat tubuh gadis itu melorot kelantai diiringi nafas lemahnya setelah seluruh isi perutnya terkuras.
“Disini dingin! Ayo berdirilah!” Bu Sri dibantu oleh seorang pelayan wanita membopong tubuh Luna dan didudukkan di meja dapur.
“Ini tehmu dan coba pakai ini.” Seorang pelayan datang, memberikan Luna teh hangat dan minyak kayu putih, “Pakai ini di perutmu!” Dan perhatian yang diberikan oleh pelayan itu membuat Luna tergugu.
Dia tidak mungkin mengoleskan minyak kayu putih itu diperutnya saat ini. Dia tidak mungkin menaikkan seragamnya hingga membuat kulit perutnya terlihat oleh siapapun.
“Terima kasih.” Luna meraih minyak kayu putih itu dan menggenggamnya erat di telapak tangan, “Saya kan mengoleskannya nanti. Terima kasih.” Senyum Luna tulus.
“Luna, apakah kau tidak masalah dengan perintah yang tuan berikan padamu? Kau tahu sendiri bagaimana Tuan, bukan? Jika hidangan yang kau sajikan tidak sesuai dengan seleranya, dia bisa mengamuk dan bisa melakukan Tindakan yang tidak patut.” Pak karim menatap Luna cemas pasalnya belum apa-apa gadis malang itu sudah dikerjai sedemikian rupa oleh sang tuan.
“Dalam situasi apapun, Luna tentunya tidak bisa menolak perintah Tuan, Karim!” ucap Bu Sri dengan nada berdecak jengkel, “Apakah kau mau Luna diperlakukan seperti Haryanti tadi pagi, hah?!”
“Tapi kau tahu sendiri mood Tuan yang suka berubah-ubah yang tentunya mempengaruhi nafsu makan pria itu?! Ini baru awal dan perbuatan yang dia lakukan tadi termasuk ringan karena makanan yang Luna buat cocok di mulutnya!” Karim frustasi.
“Maaf telah membuat kalian berdua khawatir.” Luna bersuara karena dia merasa tidak enak pada Pak Karim dan Bu Sri yang menjadi bertengkar karena dirinya, “Saya tidak apa-apa. Dan untuk masalah makanan Tuan Alex, Saya akan berusaha sebaik mungkin menyiapkan makanan yang sesuai dengan selera pria itu.” Luna tersenyum tipis meskipun dalam hatinya ragu apakah dia bisa memenuhi keinginan lidah sang tuan.
“Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?” suara mengalun dengan kerasnya hingga membuat mereka mengangkat kepala, menatap sosok asing yang berdiri diantara dapur kotor dan meja makan, “Apakah ada kejadian seru yang baru terjadi?”