8. DARI : GENTA

2090 Words
Udara malam ini cukup dingin. Hujan deras sejak beberapa jam yang lalu mulai mereda, meninggalkan aroma khas basah di tanah. Alyn menatap keluar jendela, malam ini tampak sangat gelap. Tidak ada orang yang berlalu-lalang di depan rumahnya. Bukan karena hujan, namun karena rumahnya memang berada di kawasan yang sepi. Tetangga pun jarang dan beberapa rumah masih kosong. Sudah pukul tujuh lebih tiga puluh menit. Pasti Abangnya tidak akan pulang malam ini. Mungkin sedang menghabiskan waktu untuk bekerja di minimarket atau mengerjakan tugas di rumah temannya. Alyn juga tidak tahu karena Abangnya tidak pernah bercerita. Mereka menjadi tidak dekat semenjak orang tua mereka meninggal. Cewek itu menutup gorden kamarnya dan beranjak untuk mengunci pintu kamar. Seharusnya dia mengambil tasnya, setidaknya untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya. Tadi siang, Genta membawanya pergi dari sekolah dengan alasan yang tidak masuk akal untuknya. Namun entah mengapa, Alyn mengikuti kemauan cowok itu. Genta meminta ijin membawa Alyn pulang dengan alasan cewek itu memiliki penyakit yang tidak boleh diketahui orang lain. Bahkan Genta memintanya untuk pura-pura pingsan. Semua itu adalah pengalaman pertamanya. Menipu guru hanya untuk bolos sekolah. Alyn tidak pernah bisa menebak isi kepala cowok itu, namun Alyn harus berterima kasih kepada Genta sekali lagi karena sudah membantunya. Bahkan dengan mengaku sebagai ... Pacarnya! Bahkan, dengan membayangkan ucapan Genta saja sudah membuat pipinya memerah. Alyn tidak pernah memiliki seorang pacar. Mungkin, dekat dengan seseorang saja adalah suatu anugerah yang tidak masuk akal. Seperti hadirnya seorang Genta yang membuat otak Alyn tidak bisa memproses mengapa semua itu bisa terjadi. Sebelum akhirnya Alyn merebahkan dirinya di atas kasur, terdengar ada notifikasi dari ponselnya yang berada di atas meja belajarnya. Cewek itu mengerutkan keningnya, tidak biasa ada seseorang yang mengirimkan pesan kepadanya. Mungkin karena tidak ada yang mempunyai nomor telepon Alyn, selain ... Cewek itu buru-buru meraih ponsel miliknya dan memastikan jika apa yang ditebaknya adalah benar. Alyn menggigit bibir bawahnya karena merasa gugup. Tebakannya sangat tepat! Dari : Genta ------- Gue bawain tas Lo. Samperin gue di gang depan rumah Lo, jangan lupa pakai jaket. Enggak masalah 'kan kalau kita keluar malam-malam? Temenin gue makan mi ayam. Gue enggak mau ditolak. Ada debaran aneh di dadanya dan luapan kebahagiaan yang membuat Alyn ingin berteriak. Dia tidak pernah merasakan kebahagiaan yang seperti ini. Kebahagiaan hanya karena ada sebuah nama yang muncul di layar ponselnya. Mungkin dia mulai gila, atau karena hatinya sudah mulai terbuka? Cewek itu mengembalikan semua kesadarannya. Meyakinkan dirinya sendiri jika ini bukanlah perasaan cinta yang sering orang-orang biasa rasakan kepada lawan jenisnya. Dia berharap ini bukan perasaan itu. Karena alangkah menyedihkannya berharap dengan sesuatu yang sulit terjadi. Dengan perasaan yang membuncah, Alyn memberanikan diri untuk keluar. Mengambil jaketnya yang digantung di belakang pintu dan memakai tas selempang rajutnya. Tidak lama kemudian, Alyn keluar dari rumah dan mengunci pintu depan rumahnya. Semakin dekat, langkahnya semakin melambat. Alyn merasa gugup sekali dan badannya tiba-tiba panas. Tetapi dia merasa sehat, semua itu karena perasaannya yang terus memuncak. Apalagi matanya bisa menangkap sosok cowok dengan celana pendek dan kaos yang entah warnanya apa. Alyn tidak bisa melihat cowok itu dengan jelas karena gang terlalu gelap. Yang jelas, cowok itu sedang memakai topi dan bersandar pada dinding gang sempit. Alyn berdiri tidak jauh dari sana, berusaha meredam kegugupannya dengan memegang erat tali tasnya. Helaan napasnya terdengar kasar, untuk sekedar memanggil nama cowok itu saja rasanya sulit. Lidahnya seperti kelu dan kaku. "Gen-ta ..." Panggil Alyn lirih sekali. Genta menoleh, mendapati Alyn yang berdiri mematung di tempatnya. Cowok itu berjalan mendekat ke arah Alyn, lalu menyodorkan tas milik cewek itu. "Nih, Tito udah tandain di buku Lo tentang tugas hari ini. Katanya biar Lo gampang ngerjainnya. Nah, karena gue udah bantuin kabur dari sekolah, Elo harus nemenin gue makan mi ayam." Ucap Genta sumringah. Alyn mendongak, menatap wajah Genta yang begitu cerah. Cowok itu tidak pernah mengeluh sama sekali. Bahkan senyuman di wajahnya tidak pernah luntur. Mungkin itulah yang selalu banyak orang sukai dari diri Genta. "Lo mau 'kan?" Tanya Genta sekali lagi. Alyn diam, apakah dia pantas untuk mengatakan pendapatnya? Jika biasanya cewek itu tidak memiliki pilihan, bersama dengan seorang Gentasena adalah sebuah pilihan. Alyn menganggukkan kepalanya, hal yang jarang dilakukannya ketika bersama dengan orang lain. Genta tersenyum, menarik tangan Alyn dengan hati-hati. Membuat jantung cewek itu kembali berdetak tidak karuan. Genta selalu membuat dirinya merasa sangat dihargai. Hal yang tidak pernah diperlihatkan orang lain kepadanya. Bagi semua orang, Alyn hanyalah sampah yang perlu untuk dibuang. Cowok itu mendekat ke arah mobil warna hitam lalu membukakan pintu penumpang. Alyn hanya menatap pintu mobil itu yang telah terbuka lebar. Sebenarnya Alyn ingin langsung masuk, namun apakah ini untuknya? Apakah ada orang yang memperlakukannya dengan baik walaupun hanya dengan membukakan pintu mobil untuknya? "Kamu, bukain pintu buat aku?" Tanya Alyn sudah payah. "Iya lah, masa gue bukain pintu penumpang buat diri gue sendiri. Memangnya Elo bisa nyetir?" Tanya Genta dengan wajah bingung. Apa sesusah itu jalan berdua dengan seorang cewek? Apa jangan-jangan Indira sedang mengerjainya? Pasalnya Genta baru saja menanyakan kepada Indira bagaimana caranya memperlakukan cewek dengan baik. Alyn menggeleng, "Enggak bisa! Hm, kamu enggak bakalan macam-macam 'kan?" Genta sedikit kaget, pertanyaan yang Alyn ajukan kepadanya cukup tidak masuk akal. Namun, Genta hanya menganggukkan kepalanya. Ide jahil mulai merasuki pikirannya. "Bukannya Lo yang macam-macam sama gue. Siapa yang kemarin lusa peluk gue di atas motor?" Sindir Genta kepada Alyn yang langsung memalingkan wajahnya. Cewek itu buru-buru masuk ke dalam mobil Genta tanpa mengucapkan apapun. Alyn malu sekali jika harus mengingat kejadian kemarin. Dia hanya spontan meminta pelukan kepada Genta. Mungkin karena Alyn tahu, Genta tidak pernah menolak permintaannya. Genta memutar, lalu duduk di kursi kemudi. Matanya melihat Alyn yang menatap keluar jendela mobilnya. "Lo tahu enggak, gue serius bilang sama semua orang kalau kita punya hubungan. Mulai hari ini, Lo cewek gue dan apapun yang orang lain lakuin sama Elo, akan berhubungan sama gue." Alyn langsung menoleh, menatap kedua bola mata Genta. Apakah cowok disampingnya ini baru saja bercanda? Namun, Alyn tidak bisa melihat kebohongan itu. Hanya ada tatapan serius yang Genta berikan. "Atau Elo udah punya pacar?" Tanya Genta sekali lagi. Genta lupa bertanya kepada Alyn, apakah cewek itu memiliki pacar atau tidak. Mungkin akan sangat canggung dan aneh karena dirinya bicara pada point-nya secara langsung. Alyn menarik tangan Genta dan menggenggamnya. Membuat cowok itu kaget dengan perlakuan Alyn yang tidak biasa. "Apa itu artinya, kamu akan pegang tangan aku seperti ini terus?" Lalu kali ini Alyn mendekat dan menyandarkan kepalanya di pundak Genta. "Apa itu artinya, aku bisa senderan di bahu kamu setiap waktu?" Sekarang cewek itu mendekat dan memeluknya erat. Pelukan nyaman yang pernah Genta rasakan. "Apa itu artinya, aku bisa meluk kamu kaya gini setiap aku mau?" Untuk kali ini, Genta yang dibuat bungkam. Cowok itu kehilangan semua kata-kata yang ada di dalam kepalanya. Melihat Alyn yang seperti ingin memiliki sandaran, membuat Genta semakin ingin melindunginya. Cowok itu diam beberapa saat, tidak merespon ucapan Alyn yang sedang menatapnya penuh harap. Cewek itu menjauhkan tubuhnya, merasa jika dirinya terlalu jauh dan keterlaluan. Genta memang baik kepadanya, tapi Alyn tidak tahu apa Genta menyukai dirinya. Bisa saja 'kan, ini hanyalah pacaran pura-pura yang sering orang lain lakukan? "Gue bakalan genggam tangan Lo terus, gue mau jadi sandaran Elo, dan Elo bisa meluk gue sesuka hati Lo. Saat Lo mau dan butuh, gue akan berada di sisi Elo." Alyn tersenyum senang, perasaan macam apa ini? Namun, tanpa pikir panjang, Alyn langsung memeluk tubuh Genta, mencium aroma mint yang menyeruak dari tubuh cowok itu. "Lo modus apa gimana sih, Lyn?" Canda Genta yang membuat Alyn melepaskan pelukannya. Genta tertawa melihat ekspresi Alyn yang tiba-tiba salah tingkah. Cowok itu memegang pipi Alyn yang mulai memerah. Dunia Alyn teralihkan, tidak peduli jika Genta terus saja menertawakannya. Namun, dengan begitu, Alyn bisa melihat senyuman dan tawa tulus tergambarkan di wajah Genta. Terpesona? Tentu saja Alyn sangat terpesona dengan wajah tampannya. Genta, cowok yang saat ini adalah pacarnya, maybe. "Gue di sini, jagain dan selalu ada buat Lo. Gue pacar Lo dan apapun masalah yang Elo hadapi, Elo harus cerita sama gue." "Kita pacaran?" "Iyaps!" "Apa kamu mau peluk aku?" Genta tersenyum, mendekat ke arah Alyn dan memeluknya. Genta tidak akan tahu, betapa berharganya pelukan ini. Genta tidak akan tahu betapa damainya hati seorang Alyn yang memiliki Genta saat ini. ### Batara yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya menatap wajah Genta yang berbinar. Cowok itu berjalan tanpa dosa melewatinya dengan tersenyum lebar. "Assalamualaikum ... Ada orang duduk di sini!" Sindir Batara kepada anaknya yang langsung tersadar dan lamunannya. Genta menatap Batara yang sedang melipat kedua tangannya di d**a. Cowok itu langsung mundur kembali menuju ke pintu dan muncul dari luar, seperti sedang mengulang kejadian. "Assalamualaikum, Ayah." Ucap Genta dengan sumringah. Batara menggelengkan kepalanya heran. Sikap anaknya itu suka sekali berubah-ubah. Namun yang tidak bisa berubah adalah sikapnya yang seperti bocah. Terlalu ceria, tidak pernah bersikap cuek seperti remaja seusianya. Genta cenderung adalah remaja yang ceria dan jahil. "Walaikumsalam, dari mana aja? Ayah tahu kamu kabur dari sekolah tadi siang?" Genta menaikkan sebelah alisnya, bagaimana Batara bisa tahu tentang kejadian bolosnya. Padahal Genta sudah meminta pak satpam dan semua orang yang ada di rumahnya untuk tidak bicara pada Ayahnya. "Tito yang bilang!" "Sihibit jihit!" Ucap Genta ketika mendengar nama Tito disebut oleh Batara. Tito memang pro dengan Batara, jadi cowok itu pasti akan berkata jujur jika Batara bertanya kepadanya tentang kegiatan Genta hari ini. "Hari ini bolos kenapa?" Tanya Batara yang melepaskan kacamatanya dan memilih fokus kepada anaknya yang tampak tidak menyesal sama sekali. Batara juga bukan tipe Ayah yang akan langsung marah-marah dan mengomeli anaknya sesuka hati. Terlalu banyak orang tua yang tidak bisa melakukan hal sepertinya. Biasa menggunakan nada tinggi kepada anaknya. Jadi, anak bukannya paham mau orang tuanya, malah semakin menjadi karena menganggap orang tua tidak memahami diri si anak. Genta tersenyum ke arah Ayahnya, bingung. "Bantuin seseorang buat bolos. Genta enggak bisa bilang ke Ayah yang lebih spesifik lagi. Tapi, kasihan kalau dia di sekolah. Pasti orang-orang bakalan lihatin dia terus." Batara diam beberapa saat, "Pacar kamu?" "Eh, Tito bilang begitu?" Batara menggeleng, "Tito cuma bilang kalau Genta bolos bawa kabur anak cewek, gitu!" "Tuh kan, Yah. Tito orang jihit!" Ucap Genta dengan bahasanya yang lucu. Batara hanya tertawa, tentu saja dia tidak percaya dengan penuturan Tito yang satu itu. Namun, dia selalu percaya jika Genta tidak akan melakukan hal yang salah. Cowok itu selalu memiliki alasan dari setiap tindakannya. Batara percaya itu. Genta menatap Ayahnya, ingin sekali bicara sesuatu namun ditahan lagi. Jujur, Genta bingung dengan apa yang akan disampaikannya. Apakah Batara akan memakluminya atau malah memarahinya. Tetapi, Batara tidak pernah marah dengannya. Itu yang kadang membuat Genta takut jika menyakiti hati Ayahnya. "Bilang aja, mau ngomong sesuatu 'kan? Takut kalau Ayah marah? Atau takut kalau Ayah enggak menerima keputusan kamu hari ini?" Kali ini Genta yang dibuat kaget. Mungkin bakat cenayang yang dimilikinya adalah dari Ayahnya. "Jadi, bakat cenayang itu datang dari Ayah? Pantesan Genta bisa nebak beberapa hal yang mau orang omongin ke aku. Tapi kebanyakan malah menganggap aku psikopat. Aneh 'kan, Yah?" Batara tertawa, mereka berdua hanya memiliki kepekaan saja, bukan bakat dalam hal cenayang apalagi yang bersangkutan dengan psikopat. "Aku punya pacar, Yah!" Batara hampir saja tersedak minumannya sendiri. Matanya mengarah kepada anaknya yang menunduk. Genta benar-benar akan mengatakan hal itu kepadanya? Jika Genta memiliki seorang pacar. Apa itu sebuah keberanian? Rata-rata anak remaja akan takut memberi tahu orang tuanya. Mungkin, Batara berhasil untuk menjadi orang tua sekaligus teman untuk anaknya. Dia bisa bercerita panjang lebar tentang masalahnya tanpa perlu takut masalah itu akan bocor kemana-mana. "Sejak kapan?" Tanya Batara kepada Genta. "Ayah enggak marah?" "Marah!" "Kok marah sih?" Protes Genta yang membuat Batara tertawa. Setiap kali melihat Genta, seperti melihat orang yang pernah mencintainya. Ibu dari Genta sendiri, Gita Prameswari. Batara buru-buru menghapus bayangan perempuan itu. Tetap fokus dengan anaknya yang menampakkan wajah kesal. "Memangnya kamu udah bisa pacaran?" Tanya Batara menggoda anaknya. Genta sedikit berpikir, "Memangnya pacaran harus nunggu bisa dulu?" "Iya!" "Ayah ngerjain aku, ya?" Batara tertawa mendengar pertanyaan Genta yang lucu. Anaknya sudah tumbuh dengan cepat. Bahkan memiliki seorang pacar, entah seperti apa pacarnya. Batara akan segera mencari tahu. Diam-diam tentunya. Ponsel Genta berbunyi, ada notifikasi masuk. Batara menatap Genta yang tidak membuka ponselnya. Mungkin itu Alyn, jika benar maka Genta harus segera masuk ke kamar. "Buka dong! Masa pacaran aja Ayah enggak boleh lihat," ledek Batara kepada anaknya yang memasang wajah malu. Dengan berat hati Genta membuka ponselnya dan melihat siapakah yang mengirim pesan. Kali ini Genta yang dibuat bengong, bukan pesan Alyn. "Kenapa?" Tanya Batara yang langsung Genta berikan ponselnya. Batara tertawa melihat sebuah gambar cowok yang hanya memakai celana dalam dengan kaos hitam. "Itu Zidan?" "Iya! Gila 'kan itu, Yah. Cuma mau PAP celana dalam baru yang Ayah beliin. Kesenangan dia karena pakai yang ber-merk katanya. Hm, jangan bilang besok pagi dipakai di depan seragam biar semua orang tahu!" ###
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD