1. ALYN

1991 Words
Genta memakan permen mint milik Juan yang disimpan di dalam saku seragamnya. Cowok itu bahkan tidak lagi marah-marah, tingkahnya sudah berubah 180° ketika mereka duduk di ruangan BK sejak setengah jam yang lalu. Genta bahkan dengan santainya melihat kanan dan kiri tanpa ada raut bersalah. Juan cukup ngeri dengan orang-orang seperti Genta. Berubah sikap dalam waktu cepat, mungkin hanya satu hal yang ada dalam pikiran Juan saat ini. "Lo mikir kalau gue ini Psikopat?" tanya Genta to the point dengan raut wajah biasa saja. Bahkan tidak terlihat kemarahan beberapa menit yang lalu. Kemarahan ketika menendang meja, mencengkram kerahnya, dan menginjak dadanya. Juan menggeleng dengan cepat, mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. Seharusnya dia takut saat berada di dekat Genta. Bagaimana sikap arogan itu bisa berubah dalam hitungan detik. Bahkan cowok itu bisa menebak isi kepalanya. Juan bergidik ngeri, tidak lagi berurusan dengan seorang Genta. Tidak akan lagi. "Ganindra Juanda ... Kamu di-skors selama tiga hari. Ibu mau kamu merenungkan kesalahanmu selama itu. Jujur, Ibu sangat kecewa dengan kelakuan kamu. Kamu sudah kelas dua belas, jangan sampai kamu dikeluarkan karena hal ini." Ucap Hilda menasehati. Juan mengangguk dengan malu, lalu menerima surat peringatan karena kasusnya ini. Hilda, guru BK di SMA Garuda Sakti menggelengkan kepalanya ketika melihat sikap Genta yang adem ayem dengan memakan permen. Cowok itu bahkan tidak mendengarkan apapun yang dikatakan guru-guru kepadanya. Namun dengan melakukan hal seperti ini, membuat Hilda tercengang. "Ibu selalu mengomeli kamu setiap kamu membuat masalah. Tapi untuk kali ini, Ibu tidak akan melakukan itu. Apa kamu terbentur sesuatu tadi?" Tanya Hilda dengan serius kepada Genta. Genta menggeleng, "Ibu kira saya amnesia. Mana mungkin saya lupa dengan orang yang menelepon Ayah saya kemarin lusa," jawab Genta spontan. Juan hanya menahan tawanya, dia benar-benar akan melabeli cowok disampingnya itu sebagai psikopat jika begini ceritanya. Hilda diam beberapa saat, berdehem cukup keras untuk mengurangi rasa malunya dihadapan kedua muridnya. "Kalian boleh keluar, Ibu sudah selesai memberi hukuman untuk kalian." Ucap Hilda kelabaan. Genta berdiri, tersenyum ke arah Hilda yang tidak berani menatap matanya. Cowok itu lalu berjalan keluar dengan merangkul Juan seperti seorang sahabat. Juan hanya diam saja, dia tidak ingin membuat masalah dengan cowok di sampingnya. Di depan ruangan BK, berdiri Tito dan Zidan yang sedang menunggu Genta keluar. Tidak lama kemudian, Genta keluar dengan merangkul Juan. Cowok itu melepaskan rangkulannya dan tersenyum riang setelah melihat kedua sahabatnya berdiri di sana. "Baik-baik ya, Juan. Jangan nakal! Ngomongnya juga jangan kasar. Babay ..." Ucap Genta melambaikan tangannya kepada Juan yang lebih memilih mempercepat jalannya. Tito melipat tangannya di d**a, "Baru gue tinggal sebentar, Elo udah berulah lagi." Genta hanya menampakkan senyuman lucunya. "Cewek yang ehm ... Cewek itu," tanya Genta berbelit-belit karena bingung ingin bertanya seperti apa. "Namanya Ralyna, gue enggak akrab sama dia. Dia enggak punya teman, pendiam, kaya orang ketakutan setiap hari, kadang berangkat sekolah berantakan. Itu yang gue tahu!" Ucap Tito yang paham dengan maksud Genta. "Sejak kapan Lo jago berantem? Beneran Gen, muka Lo serem abis. Enggak percaya kalau tadi itu Genta. Cowok cengangas-cengenges yang enggak pernah serius," puji Zidan dengan mengangkat kedua jempolnya ke arah Genta. Genta memasang wajah sombong dan itu sangat menyebalkan, "Gue belajar langsung sama The Winter Soldier." Jawab Genta semangat. "Itu nama samaran?" Tanya Zidan sekali lagi. Genta mengangguk. "Terus nama aslinya siapa?" Tanya Zidan dengan penasaran. "James Bucky Barnes ..." Kali ini yang menjawab bukan Genta, melainkan Tito yang sudah memasang wajah kesal. Genta tertawa, Tito selalu membuat rencananya gagal. Membodohi Zidan adalah hal yang menyenangkan. Lihatlah Zidan, cowok itu hanya menatap Tito dan Genta bergantian. Bingung sendiri. "Lo cuma dibegoin doang sama, Genta. Kalau Lo nonton Marvel pasti Lo bakalan tahu siapa The Winter Soldier. Gampangnya, kalau Lo cuma kenal Captain America or Steve Rogers, nah itu sahabatnya." Jawab Tito menjelaskan. Untunglah Tito penggemar film Marvel, jadi tidak mudah bagi Genta untuk membodohinya. Genta bersembunyi dibalik tubuh Tito sebelum dihajar oleh Zidan yang telah memasang wajah kesal. Cowok itu puas sekali mengerjai sahabatnya. Sebelum Zidan memukulnya, Genta sudah berlari menjauh dari keduanya. "Mau kemana Lo?" Teriak Zidan cukup keras. "Pergi ..." Isyarat bibir Genta untuk Zidan. Belum sempat melakukan apapun, Zidan sudah dipelototi oleh Tito. Cowok itu mundur beberapa langkah dan berlari ke kelasnya. Kali ini Tito tidak akan memberikan ampun kepada mereka. Daripada diseret Tito, lebih baik Zidan masuk kelas dengan sukarela. Genta tertawa sendiri karena melihat ekspresi kedua sahabatnya. Apalagi wajah Zidan yang kesal karena berhasil dia kerjai. Genta melangkah mencari keberadaan cewek itu. Dia penasaran, mengapa cewek itu diam saja ketika diperlakukan tidak baik oleh orang lain. Di pojok sekolah, tepatnya parkiran kendaraan siswa, seorang cewek sedang berjongkok sendirian. Genta berjalan mendekat, memastikan jika itu adalah cewek berwajah pucat dengan rambut berantakan. "Hai ... Gue Genta," sapanya untuk pertama kali. Cewek itu menoleh, lalu buru-buru berdiri. Ketakutan, mungkin itulah yang dapat Genta tangkap dari gerak-gerik cewek itu. Semakin maju, maka cewek itu akan mengambil langkah mundur. Genta mengernyitkan dahinya bingung. "Mau permen?" Tawar Genta sambil menyodorkan permen milik Juan yang diambilnya tadi kepada cewek itu. Lagi-lagi diam, cewek itu semakin mundur. Genta menghela napas panjang, merasa aneh dengan sikap cewek berambut berantakan dan berwajah pucat itu. "Hei ..." Genta menarik tangan cewek itu untuk mendekat. "Jangan sentuh aku!" Teriaknya cukup keras. Genta tertegun, melepaskan tangan cewek itu perlahan. "Lo enggak mau bilang makasih gitu? Enggak mau kenalan sama gue? Hm, nama Lo Ralyna 'kan? Gimana kalau gue panggil Lo Alyn? Bagus 'kan? Hei ... Elo mau kemana sih?" Cewek itu berhasil pergi. Genta tidak mengerti mengapa cewek itu selalu kelihatan ketakutan. Padahal dia yang sudah membantu cewek itu. Tetapi tetap saja, cewek itu merasa ketakutan. Genta mengabaikannya, cowok itu berlari menuju kelasnya. Sesekali melihat kebelakang, berharap jika cewek itu kembali lagi ke tempat itu. Namun sayang, tidak ada tanda-tanda cewek itu kembali. "Nah, kena Lo kampret! Gue cariin kemana-mana enggak ada, ternyata sembunyi di parkiran." Omel Zidan yang menarik ujung ikat pinggang Genta yang menggantung. Genta meronta-ronta seperti hendak memukul Zidan. Tetapi itu hanya bercanda, cowok itu tidak mungkin memukul sahabatnya sendiri. Zidan membawa Genta ke kelas, seperti niat awalnya tadi. ### Ruangan musik tampak sepi, hari ini bukan waktunya ekstrakurikuler musik diadakan. Genta menyelinap masuk ke ruangan musik, mencoba salah satu gitar akustik yang berada di lemari kaca. Cowok itu sudah biasa datang diam-diam ketika pulang sekolah untuk menikmati waktunya sampai pukul lima sore. Rumahnya terlalu sepi, hanya ada Ayahnya jika pulang tepat waktu. Sudah pernah Genta jelaskan, Ayahnya adalah pengusaha yang bergerak di bidang kuliner. Ayahnya memiliki beberapa cabang restoran yang terkenal. Ayahnya juga seorang penulis yang sibuk. Penulis kisah romantis yang tidak pernah terjadi dalam hidup Ayahnya, mungkin. Asmarandana, itu nama pena Ayahnya. Seorang penulis yang menjadi perbincangan publik sejak dulu. Beberapa orang berusaha menguak siapa sang penulis sebenarnya, namun sampai detik ini tidak ada yang berhasil. Bahkan Ayahnya hanya mengirim naskah via daring. Tidak pernah bertatap muka dengan editornya atau pimpinan perusahaan yang membawahi semua karya Ayahnya. Terkadang, Ayahnya juga sering pulang larut dan itu membuatnya kesepian. Ayahnya adalah tipikal laki-laki yang workaholic, terlalu mencintai pekerjaannya. Walaupun terkadang, mereka akan berlibur bersama ketika memiliki waktu luang. Selebihnya, mereka jarang bersama. Semenjak Genta tumbuh dengan cepat sebagai remaja, kadang cowok itu sering bermain bersama dengan Zidan maupun Tito. Genta mencoba memainkan sebuah lagu dan menyanyikannya. Dia sangat suka menyanyi, sama seperti Ibunya. Hal yang selalu dia sembunyikan dari semua orang. Sesuatu yang selalu ingin dia hilangkan dalam dirinya. Genta lebih suka memiliki kelebihan menulis atau berbisnis seperti Ayahnya. Dia tidak ingin menjadi seperti Ibunya. Tidak sama sekali! Setelah lega membawakan satu lagu dengan bagus dan sebelum ada petugas ruang musik yang datang, Genta sudah meletakkan gitar itu pada tempatnya. Cowok itu keluar dari ruangan dengan menenteng tasnya. Berjalan-jalan mungkin akan membuat beban pikirannya sedikit berkurang. Biasanya ada Zidan yang bisa dia kerjai atau Tito yang dia jadikan teman curhat. Namun kedua sahabatnya itu sedang memiliki kesibukan masing-masing. Tito sedang bimbingan olimpiade dan Zidan memiliki acara keluarga. Bukankah sangat membosankan ketika sendirian dan tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Sebelum berbelok menuju koridor depan, suara perempuan dengan bahasa kasar terdengar olehnya. Suara itu dari area kamar mandi. Karena penasaran Genta mencoba untuk melihat apa yang terjadi. Sebenarnya ini bukan urusannya dan area kamar mandi, bukankah cukup berbahaya untuknya? "Gen ... Astaga Lo ngapain ke kamar mandi cewek? Jangan-jangan Lo mau ngintip, ya?" Tanya seorang cewek yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan wajah kagetnya. Genta tersenyum tipis, "Enggak kok, gue cuma mau lewat doang. Kalau gitu, gue cabut dulu!" Ucap Genta yang berjalan lurus meninggalkan cewek berambut bergelombang itu. Tidak berapa lama, gerombolan cewek kelas dua belas itu keluar dari kamar mandi. Genta sudah menduga jika cewek berambut bergelombang itu adalah penjaga pintu. Tapi, apa masih ada kegiatan bullyng sekuno itu? Apakah masih ada orang yang melampiaskan kemarahannya kepada orang lain karena tidak mampu menandingi orang itu. Genta berjalan mendekat, sekilas tidak ada yang mencurigakan sampai terdengar suara perempuan sedang menangis di dalam kamar mandi. Cowok itu tidak langsung masuk, menunggu cewek di dalam kamar mandi keluar, namun setelah satu jam lebih, cewek itu tidak keluar juga. "Sial, kenapa cewek itu enggak keluar juga. Penasaran gue, siapa korban bullyng cewek-cewek kelas dua belas itu." Gumam Genta karena tidak kunjung melihat seorangpun keluar dari kamar mandi. "Gue masuk? Tapi kalau enggak ada apa-apa, terus gue harus gimana? Mampus, kenapa gue harus kepo. Sekarang gue jadi susah sendiri 'kan." Gerutu Genta kepada dirinya sendiri. Baru beberapa langkah Genta ingin masuk, terdengar suara langkah kaki seseorang dari dalam. Genta mundur untuk melihat siapakah orang yang berada di dalam selama satu jam dan tidak keluar. "Lho, Ralyna?" Ucap Genta spontan ketika melihat seorang cewek keluar dari kamar mandi dengan pakaian basah kuyup. Mungkin cewek-cewek itu adalah orang yang menyukai Juan. Jadi, setelah skandal yang dibuatnya, mereka semua menyerang cewek itu. Mereka benar-benar tidak paham siapa orang yang perlu dibela dan siapa orang yang perlu dihancurkan. Genta melepaskan jaketnya lalu menyodorkannya kepada cewek itu. Masih sama, tidak ada jawaban dari cewek itu. Bahkan cewek itu sudah berjalan melewatinya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. "Lo tahu enggak, Lo cewek paling bodoh yang gue kenal. Elo enggak sadar kalau baju Lo basah kuyup, daleman Lo warna hitam aja gue bisa lihat. Apa Lo cewek gila yang pulang malam-malam dengan keadaan kaya gitu? Fine, Lo menolak bantuan gue karena entah apa. Tapi Lo lihat keadaan Lo sendiri." Kesal Genta karena cewek itu keras kepala. "Jangan ganggu aku," teriak cewek itu lebih keras lagi. Seperti luapan amarah yang begitu besar. Genta menghela napas panjang, menarik cewek itu untuk menghadapnya. Memaksa cewek itu untuk melepaskan tangannya dari depan dadanya. Mungkin dia akan dibilang kurang ajar, namun tidak ada pilihan lain. Cewek itu terlalu keras kepala dan sulit untuk ditaklukkan. Genta memandangi cewek itu cukup lama, "Lihat, Lo mau dilihatin cowok diluaran sana seperti gue ngelihatin Lo? Bahkan dengan begini aja, Lo bisa bikin gue terangsang!" Teriak Genta tidak kalah sengit. Untunglah, tempat ini adalah tempat paling sepi. Di mana tidak ada gedung tempat ekstrakurikuler berlangsung. Gedung ini hanya digunakan ketika waktu-waktu tertentu. Jadi tepat sekali cewek-cewek kelas dua belas itu melakukan tindakan bullyng. Plak. Tamparan keras itu mendarat di pipi Genta. Cewek itu menatap kedua tangannya lalu menyembunyikan di balik badannya. Genta mengabaikan cewek itu, lalu memasangkan jaketnya. Tidak ada perlawanan, hanya ada isakan yang keluar dari bibir cewek itu. Genta menghela napasnya panjang lalu menarik cewek itu untuk berjalan bersamanya. Genta tidak banyak bertanya atau mengintrogasi cewek itu lebih lanjut. Dia hanya ingin menenangkannya. "Ikut gue," ucap Genta. "Enggak mau?" Tanyanya lagi dengan nada yang cukup tinggi. Berbicara dengan cewek itu sudah membuat dirinya naik darah. Benar-benar menyebalkan ketika dia harus peduli dengan orang yang tidak paham bagaimana caranya berterimakasih. "Ikut!" Ucap Genta kembali dengan penekanan. Cewek itu menurut, naik ke motor Genta meskipun dengan perasaan yang aneh. Genta membawanya ke sebuah toko pakaian, menyuruhnya untuk menunggu di depan tanpa melakukan apapun. Cewek itu menurut, merapatkan jaketnya lebih erat untuk menghalau udara sore ini menembus kulitnya. "Alyn ... Nama Lo Ralyna 'kan? Gue bakalan panggil Lo Alyn mulai hari ini. Gue enggak tahu ini cocok atau enggak, tapi ganti baju Lo dulu. Takut Lo masuk angin," perintah Genta. "Alyn ..." ###
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD