My Lady is a Werewolf - Part 2

2355 Words
'Apa kau tak punya mata?' katanya sinis kepada wanita yang menabraknya. Kejadian itu terjadi beberapa minggu yang lalu. Saat ini, Grafton sedang berjalan di St. James--tempat yang sama dengan tempat kejadian itu terjadi. Pria itu mengingat ulang kejadian tersebut. Waktu itu, terlihat dua orang wanita sedang berjalan berdampingan di depannya. Kedua wanita itu seperti berjalan ke arahnya, dan dia pun begitu. Jarak mereka masih cukup jauh, apabila terus melangkah, mereka bertiga akan berpapasan. Grafton mengamati wanita bertubuh lebih tinggi, berambut pirang, yang sedang berbicara--gadis itu terlihat sangat cantik untuk wanita kalangan biasa. Banyak wanita bangsawan yang akan terlihat biasa-biasa saja bila gadis muda itu hadir di pesta dengan gaun yang sesuai. Perhatian Grafton lalu berpindah ke rambut cokelat gelap bergelombang indah, gadis satu lagi. Gadis itu sepertinya hanya sedikit lebih pendek dari si gadis pirang. Grafton tidak bisa melihat wajah gadis berambut gelap itu, karena pemilik rambut itu sedang menunduk. Grafton melihat gadis itu terus melangkah ke depan, tak sedikitpun gadis itu terlihat mendongak, seakan-seakan gadis itu sedang berkonsentrasi penuh dengan jalanan yang baru diinjaknya. Grafton melihat gadis berambut pirang itu terus berbicara sambil memandang ke segala arah--seakan-akan berharap menemukan sesuatu atau seseorang. Menyadari langkahnya dan langkah kedua wanita itu semakin dekat, dan semakin menghilangkan jarak antara mereka. Grafton tiba-tiba menghentikan langkahnya, diam di tempat. Kedua wanita itu tidak menyadari apa yang dia lakukan, karena gadis berambut cokelat itu masih menunduk, dan si cantik berambut pirang melihat ke arah lain. Grafton mengangkat tangannya dan meminum bir dari botol yang sedari tadi dibawanya--dia baru saja keluar dari kedai murahan yang seharusnya tidak didatangi oleh seorang bangsawan. Grafton berdiri di sana dan meneguk beberapa teguk. Grafton tahu, dia sudah setengah mabuk. Seharusnya dia langsung melangkah ke samping dan membiarkan kedua wanita itu lewat, membiarkan wanita yang menunduk itu jalan dengan mulus, tapi kadang-kadang perasaan mabuk membuatnya menjadi pria keras kepala untuk urusan yang paling sepele. Dan anehnya, gadis berambut pirang melihat ke segala arah tapi tidak melihat ke depan, ke arahnya. Gadis pirang itu malah menengok kembali ke belakang, saat Grafton menyadari wanita berambut cokelat gelap menuju tepat ke arahnya, yang jelas sebentar lagi menabrak tubuhnya. Dalam sekejap dadanya terbentur oleh sesuatu yang lembut, kening gadis itu. Rambut gelap bergelombang itu sekarang terlihat jelas di depan matanya, tercium aroma hutan segar di hidung Grafton. Grafton menyadari gadis itu mendongak pelan, dan dia mulai bertanya dengan tajam di mana mata gadis itu. Grafton sedikit terkejut saat menemukan sepasang mata berwarna hijau terang yang amat mempesona. Selama perjalanannya, Grafton belum pernah bertemu dengan orang yang memiliki warna mata yang sama seperti warna mata wanita yang dilihatnya saat ini. Hitam, cokelat, biru, abu-abu dan hazel adalah warna-warna mata yang pernah dia lihat. Mata Grafton menjelajah dengan cepat ke tempat lainnya; hidung kecil yang sedikit mancung, bibir penuh menarik untuk dicoba, lengkungan dagu yang sempuran. Wajah yang benar-benar sangat menarik. Wajah yang dilihat Grafton saat ini tidak kalah dengan wajah cantik wanita satu lagi. Wanita berambut pirang itu cantik, tapi wanita yang satu ini memiliki wajah--. Grafton tidak tahu bagaimana cara mendeskripsikannya, tapi dia tahu, dia suka melihat wajah gadis di hadapannya. Wajah yang semakin lama semakin ingin dia amati tanpa terlewat sedikit pun, wajah yang mampu membuat para pria sepertinya untuk selalu merasa penasaran; kelembutan, kekuatan, kewaspadaan dan keangkuhan terlihat dari raut wajah wanita itu. Grafton mengernyitkan salah satu alisnya karena wanita berambut gelap itu sepertinya tidak menghiraukan kata-katanya. Wanita itu terlihat ikut menjelajahi wajahnya, dimulai dari dagunya yang belum dicukur, hidungnya, dan rasanya memastikan apakah matanya berwarna biru langit atau biru laut. Wanita itu juga sekilas memperhatikan rambutnya yang bebas tak terikat. "Maaf," kata wanita itu akhirnya. Dan mata hijau seterang daun di dalam hutan itu kembali menjelajah tanpa izin, yang sekarang berhenti tepat di bagian pipi kirinya. Bekas lukanya. Wanita itu melihat cukup lama di bagian tersebut, sehingga membuat Grafton sedikit jenggah. Dia langsung berkata sinis,"Setelah meninggalkan matamu di rumah saat menabrakku, akhirnya matamu kembali lagi, dan terus melotot ke arah wajahku yang paling menarik." Grafton melihat wanita itu tersadar kembali setelah mendapat tegurannya. Gadis itu langsung menunduk lagi, "Ma-maaf. A-aku--" "Maafkan kami, Milord. Kami tidak berhati-hati saat melangkah, lain kali kami akan lebih berhati-hati," potong wanita satu lagi yang cantik, yang keberadaannya hampir terlupakan oleh Grafton. Dia mengamati wanita cantik itu yang terlihat gugup, gadis itu sedang meremas salah satu lengannya. Terlihat tatapan mata khawatir yang Grafton tangkap saat melihat mata wanita berambut pirang tersebut. Mengingat penampilannya saat ini, yang sama seperti berandalan kelas kakap di kota London. Sangat wajar apabila gadis pirang itu merasa khawatir dan terlihat waspada. Pakaian yang tak dikancing sepantasnya, wajahnya yang masih kasar tak bercukur dan botol bir yang dipegangnya sedari tadi--serta bau alkohol dari dalam mulutnya. Dia terlihat seperti orang teler. Si cantik pasti takut bila dia melakukan sesuatu yang tak pantas kepada mereka berdua. Grafton menatap kembali wanita yang tadi menabraknya. Wanita itu masih berdiri di sana--di hadapannya, tidak mencoba menjauh; tidak mencoba mundur atau merubah posisinya ke tempat lain. Saat menoleh tadi, Grafton melihat mata hijau terang itu kembali memerhatikan bekas lukanya. Grafton menutup matanya dan menggeleng pelan, "Sudahlah." Grafton akhirnya menyerah dan melangkah ke samping, membuka jalan untuk wanita berambut gelap itu. Dan dia pun berjalan melewati kedua wanita itu. Grafton melihat kereta kuda lambang keluarganya berhenti tidak jauh dari sana, sang kusir segera turun menghampirinya, membantu menuntunnya masuk ke dalam kereta. Dia akhirnya pergi dari jalanan itu. *** Agustus Charles Lennox FitzRoy, Duke of Grafton ketujuh--dirinya--menatap keluar jendela dari ruangan kerjanya, menatap sekotak bagian kecil kota London dari bingkai tersebut. Dia baru kembali ke kota ini--sudah sangat lama dia tidak menginjakkan kakinya di tempat ini. Sejak dulu Grafton suka berpergian. Pergi menjelajah ke negara-negara lain dan melihat perbedaan-perbedaan yang menggagumkan--rasanya dia sudah mengelilingi setengah dunia. Selama perjalanan itu, Grafton belajar banyak hal, bertemu banyak orang dan memiliki teman-teman yang beraneka ragam. Perjalanan yang panjang juga membuat dia memiliki banyak pengalaman yang berguna. Grafton pun diam-diam memulai bisnis yang cukup menguntungkan di beberapa tempat, membuat dirinya merasa bahwa dia bukan hanya seorang bangsawan manja yang hanya bisa menerima warisan ayahnya. Semua perjalanan yang dilakukannya, membuat sikap bangsawan kaku yang dibawanya pertama kali dari Inggris makin lama makin memudar, dan rasanya sekarang sudah hampir menghilang dari dalam dirinya. Grafton pun merasa kerasan di negara-negara itu. Negara terakhir yang didatangi oleh Grafton adalah India, dia suka berada di sana. Di tempat itu, dia merasa seperti orang yang bebas, yang tak perlu memperhatikan hal remeh temeh, seperti; kusutnya kemeja yang dia pakai, bagaimana menempelkan pantatnya di atas kursi, menguasai pembicaraan membosankan tentang cuaca. Yang tentu saja semua itu sangat berbeda di kota ini, kota yang diinjaknya saat ini, London. Beribu-ribu tata krama dan etiket yang harus diikuti, yang menentukan derajat seseorang. Sewaktu muda, Grafton merasa kota London adalah kota yang kaku. Dan sebelum dia kembali ke tempat ini, Grafton sudah membayangkan kebosanan yang akan dideranya selama tinggal di London. Hal itu jugalah yang membuat dirinya ragu untuk kembali ke tanah air. Dia sudah meninggalkan London selama tiga belas tahun. Semua mungkin akan terlihat berbeda setelah dia dewasa, tapi dia tahu etiket bangsawan yang membosankan itu pasti belum luntur sama sekali. Dan tak heran, banyak orang yang terkejut dengan perubahan dirinya saat dia sudah sampai di London. Grafton remaja dulu begitu kurus kecil, kaku dan penyendiri, dan juga terlihat seperti remaja pria yang tahu aturan. Semua itu terlihat berbeda sekarang, tubuhnya sudah tinggi, memiliki postur tegap seorang pria dewasa, kepercayaan diri yang begitu jelas terlihat setiap kali dia berbicara. Grafton tahu dia tak bisa dikatakan tampan mengingat bekas luka di wajahnya, tapi dia tahu bahwa dia memiliki sebuah pesona yang cukup berbeda, terutama kepada para wanita. Rambut yang tak terpotong rapi, janggut yang tak dicukur serta sikap yang acuh, tidak membuat para wanita menjauhinya. Bekas lukanya sama sekali bukan halangan, karena malah banyak wanita yang penasaran dengan hal itu. Beberapa sahabat baiknya malah mengatakan padanya, bahwa banyak wanita muda dan para istri bangsawan yang berimajinasi liar tentang dirinya. Grafton teringat beberapa pesta yang dihadirinya setelah dia kembali ke London, beberapa ibu dari debutan mendekatinya untuk putri mereka, dan janda seorang earl merayunya secara terang-terangan. Setelah kembali ke London, Grafton menjadi salah satu bujangan yang paling diincar. Grafton tahu, beberapa bangsawan diam-diam tidak suka dengan penampilannya yang begitu seenaknya. Dia tak terlalu peduli, karena Grafton tahu sahabat-sahabatnya tak akan meributkan hal tersebut. Grafton pun tahu, bahwa gelar Duke of Grafton yang disandangnya akan membuat bangsawan lain sungkan. Gelar Duke adalah salah satu gelar bangsawan tertinggi di antara gelar-gelar lainnya. Tapi bukan itu saja; keangkuhan yang jelas, intimidasi yang kuat, serangan tajam saat berbicara, akan membuat orang lain berpikir dua kali bila ingin mencari masalah dengannya. *** Grafton menghapus lamunannya lalu kembali menatap meja kerjanya, kemudian dia duduk di sana dan mulai bertanya, "Apa ada petunjuk lain?" Seorang pria yang dari tadi diam untuk menghadap, akhirnya berbicara, "Untuk saat ini, belum ada. Kami sedang menyelidiki dua orang yang kira-kira sesuai dengan ciri-ciri yang Anda cari, Your Grace. Satu berada di Manchester, dan satu lagi di kota ini." "Baiklah, kau bisa pergi," ujar Grafton ke orang itu. "Aku permisi, Your Grace." Pria itu kemudian mengundurkan diri dari ruangan tersebut. Sekarang hanya tinggal dirinya di sana, Grafton menatap meja kerjanya dan mengambil sepucuk surat lama. Surat yang membuatnya kembali ke tempat ini. Surat yang diterimanya beberapa bulan lalu saat berada di India. Surat yang berasal dari seorang penyelidik yang disewanya untuk menemukan seorang wanita. Lady Marlene Marshal, putri dari Duke of Cornwall. Tunangannya. Grafton pernah bertemu lady itu, dan itu sudah sangat lama sekali. Lady itu masih seorang gadis kecil yang berusia tujuh tahun, saat dia sendiri berusia tiga belas tahun. Waktu itu keluarganya mengadakan sebuah pesta penting dengan Duke of Cornwall sebagai tamu kehormatan mereka. Ayahnya, Duke of Grafton keenam bersahabat erat dengan duke tersebut. Dan kedua ayah dari kedua keluarga besar tersebut memutuskan sesuatu yang menyangkut dirinya dan putri duke tersebut. Kedua pria bergelar duke tersebut ingin menjalin ikatan lebih erat dari sebelumnya, dengan membuat ikatan baru melalui anak-anak mereka yang masih kecil. Agustus Charles Lennox FitzRoy calon Duke of Grafton ke tujuh--dirinya--akhirnya bertunangan dengan Lady Marlene Marshal yang masih belia. Grafton masih mengingat wajah gadis mungil itu, wajah yang cukup manis dan imut untuk anak perempuan kecil. Gadis kecil itu pun langsung menempel padanya setelah menginap beberapa saat sewaktu pesta pertunangan mereka. Grafton masih ingat senyum gadis kecil itu cukup manis. Gadis itu pasti sudah dewasa sekarang dan tunangannya itu pasti telah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Grafton memundurkan punggung di senderan kursi dan mengenang lagi kejadian lainnya. Beberapa hari setelah pertunangan, dia mengalami sakit yang cukup parah, yang hampir merebut nyawanya. Tapi untunglah dia sanggup bertahan. Setelah sembuh, Grafton remaja mendapat berita lain yang mengejutkan. Gadis kecil itu menghilang. Tunangannya itu dikabarkan telah diculik. Grafton remaja tidak melakukan apapun saat itu karena dia dalam masa pemulihan. Dan dia tahu bahwa ayahnya dan ayah gadis itu pasti akan melakukan yang terbaik. Grafton muda merasa yakin bahwa gadis kecil itu akan kembali, karena dia tahu apa yang diinginkan oleh seorang penculik. Terutama penculik yang menculik anak bangsawan, uang. Penculik itu pasti akan menghubungi keluarga gadis itu atau keluarganya. Dan tunangan kecilnya akan kembali dengan selamat. Tapi demi Tuhan, hal itu sudah terjadi tiga belas tahun yang lalu. Di mana gadis itu sekarang? Rasanya gadis kecil itu seperti sedang ditelan bumi. Grafton menaruh kedua lengannya di kepala dan mengangkat kedua kakinya di atas meja, mengingat kejadian lain yang terjadi setelah dia kembali ke London. Beberapa minggu lalu, dia berkunjung ke kediaman Duke of Cornwall, bertemu pria separuh baya yang masih tegap itu. Kedatangannya sangat diterima dengan baik, duke itu menerimanya dengan tangan terbuka, berbicara bahwa Grafton mirip sekali dengan ayahnya sewaktu muda. Grafton pun meminta maaf baru bisa mengunjung duke tersebut hari itu. Lord itu bertanya bagaimana perjalanannya selama ini dan hal-hal lainnya. Beberapa saat kemudian Grafton membawa alur pembicaraan mereka ke arah putri bungsu duke tersebut, tunangannya. Grafton dapat melihat lord tersebut terdiam, lalu meminta pelayan menuang gelas anggur untuknya. Grafton bertanya apa ayah gadis tersebut memiliki kabar baru tentang tunangannya. Tapi Duke of Cornwall mengejutkannya dengan sebuah kata-kata yang Grafton tak pernah bayangkan. Ayah gadis itu meminta Grafton mencabut pertunangannya dengan putrinya yang sampai sekarang tidak tahu di mana, yang dia sendiri tak yakin, apakah gadis kecilnya masih berada di dunia ini atau tidak. Grafton langsung berdiri dan menolak tegas tawaran tersebut. Duke of Cornwall tersenyum lemah dan memberitahu Grafton bahwa dia benar-benar mirip ayahnya, karena ayahnya pun menolak mentah-mentah tawarannya enam tahun yang lalu. 'Seorang FitzRoy selalu menepati janji mereka hingga detik napas terakhir,' itu kata ayah Grafton. Itulah moto yang selama ini dipegang teguh keluarga FitzRoy. Dan prinsip itu pun sudah mengalir dan melekat keras di dalam urat nadi Grafton. Dia akan menikahi gadis itu, dia akan memenuhi janji itu--janji yang telah dibuat oleh ayahnya yang telah meninggal. Grafton pun mengunjungi ibu dari Duke of Cornwall, nenek dari tunangannya, walau hanya sebentar untuk kesopanan. Wanita tua itu adalah wanita paling kaku dan paling membosankan yang pernah Grafton temui. Sama sekali tak ada senyum yang terlihat, dan pandangan yang benar-benar merendahkan saat wanita tua itu melihat bekas lukanya. Tak terlihat kemiripan sama sekali antara wanita tua berambut putih kecil ringkih itu dengan anaknya, Duke of Cornwall. Bahkan Grafton bersumpah bahwa untunglah gadis kecil yang pernah dilihatnya, tunangan mungilnya, tidak memiliki satu pun kemiripan dengan wanita tua yang terlihat menyebalkan itu. Grafton kemudian pamit dari tempat tersebut. Mimik kepasrahan dari wajah Duke of Cornwall terlihat sangat jelas sewaktu membicarakan tentang putrinya. Ayah gadis itu sendiri pun menyerah. Tapi Grafton belum. Dia tidak akan menyerah sampai melihat gadis itu di depan matanya sendiri. Sebenarnya, ayah Graftonlah yang memulai pencarian gadis kecil itu secara diam-diam, Grafton hanya meneruskan usaha tersebut. Dan Grafton akan menikahi tunangannya tersebut setelah menemukannya, kecuali gadis itu sudah beristirahat dengan tenang--tentu saja dengan syarat, Grafton yakin bahwa gadis itu adalah benar tunangannya. Selama mengambil alih pencarian Lady Marlene Marshal, kadang-kadang dia pun menjadi pesimis, karena informasi yang datang sangat sedikit. Kadang-kadang informasi yang didapatnya tidak membantu sama sekali dan sering juga dia mendapatkan informasi yang meragukan. Dan di sini lah dia saat ini, berharap keberuntungan mengikutinya agar dapat menemukan gadis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD