Remember

1142 Words
Ara cemas. Ara gemas. Kenapa juga dia bisa lupa kalau hari ini ada ujian. Teman – teman sekelasnya terlihat begitu tegang. “Mampus, bakal dapet jelek ini sih. Mukanya tegang semua.” Batin Ara. Jumat horor. Mata kuliah Aril (Analisis Riil) 1, bukan aril noah ya. Jam masuk 07.15 tapi mahasiswa tiba – tiba jadi rajin tiap hari jumat. Mereka datang lebih cepat, jam 06.30 sudah ada di kampus. Sungguh pencapaian yang bagus untuk berbagi hasil tugas Aril minggu lalu. Kenapa disebut jumat horor? Ya karena hororlah. Kalian bayangin saja, 3 SKS matkul (mata kuliah) Aril, diajar oleh seorang dosen yang kalau ada mahasiswa telat sedetik saja setelah beliau duduk di kelas, maka mahasiswa itu disuruh menutup pintu. Menutup pintu dari luar kelas! Tak ada ampun. Lembar soal sudah dibagikan, saatnya menguras memori kenangan mengikuti matkul Aril 2 minggu lalu. Dan kenangan itu hanya tersisa ketegangan saja ditiap pertemuannya. Hampir mewek Ara kalau mengingat itu. Dia kerjakan saja 2 soal itu dengan santai, karena dia yakin hasilnya pasti jelek. Karena, sudah belajarpun hasilnya masih standart apalagi ga belajar. Tuhan berilah keajaiban. Pinta Ara dalam hatinya. Ujian usai. Wajah – wajah tegang itu mulai melemas. Sedikit rileks, otot – otot mata mulai berkedut – kedut karena sudah berjuang sangat keras saat melirik isi lembar jawaban teman seberang meja. Ara dan teman – temannya bergegas ke basecamp. Mereka adalah pengurus HMJ fakultasnya. Yang terbiasa pulang pagi dan balik lagi ke kampus hanya untuk mandi dan ganti baju saja di rumah. “Ra, gimana tadi? Sukses?” tanya Loli pada Ara. “Ini mau jawaban jujur apa ga jujur nih. Emosi aku jadinya, jelas – jelas ga inget ada ujian. Gimana mau sukses jawab. Sukses dapet jelek yang ada.” Teman – temannya serempak tertawa. Karena merekapun sama, sama – sama tak berharap dapat bagus tiap ujian matkul Aril. Pasrah saja mereka, menunggu nasib baik tapi tak kunjung datang. Kemudian seseorang nyeletuk “Tau ga, ada penelitian kalau : satu orang murid gagal paham apa yang diajarkan, berarti kesalahan ada pada murid itu. Tapi kalau hanya satu murid yang paham pada suatu yang diajarkan, berarti ada kesalahan pada gurunya.” “Terus tujuan kamu bilang gitu apa mas?” tanya Loli. “Kamu bilang aja gitu ke dosenmu.” “Heh mas, kamu pingin aku ga lulus matkul beliau kayanya ya.” Jawab Loli. Mereka tertawa. Jangankan berkata begitu, ijin ke toilet aja ga berani kalau waktunya beliau. Karena mereka duduk ful di kelas saja masih sedikit ngerti, gimana kalo keluar kelas. Ambyar yang ada. Dita, Loli dan fira mulai membuka lembar laporan kegiatan bulan kemarin. Ara dan nesa sibuk dengan hapenya sendiri – sendiri. “Ra, ambilin bolpoin. Ketua panitia mau tanda tangan.” Kata Dita. “Injih buket.” “Kok buket sih, ga enak banget. Ahahahaha.” “Apa dong yang enak?.” “Es campur sama siomay enak tuh.” Sahut fira. Mereka melongo melihat ke arah fira. “Eh ada apa?.” Tanyanya. “Tadi kamu bilang apa?.” Tanya Dit. “Es campur sama siomay enak.” “Yang nanya makanan siapa coba fir?.” “Itu tadi ara nanya.” Berahirlah perbincangan itu menjadi tertawaan seluruh penghuni basecamp. Gantian, fira yang melongo. Bingung. Kenapa semua orang tertawa dan dia tak tahu apa yang lucu. Tuing. Notifikasi chat Ara berbunyi. “Hai pesek.” Ara tersenyum lebar, ada perasaan bahagia dihatinya. Ada harum bunga mekar dan ada bintang hingga bulan bersinar. Ara berbinar, Dita mencuri pandang padanya. Ada informasi baru nih. Begitu pikirnya. “Kok cuma diread?.” “Sibuk.” “Sibuk apa sibuk?.” “Sibuk.” “Kalo sibuk kok masih dibales?.” “Suka – suka aku dong.” “Oh kamu juga suka sama aku?.” “Dih siapa yang bilang suka sama kamu.” “Nah itu suka – suka katanya.” “Ya terserah aku kan mau bales atau ga.” “Ya aku seneng sih.” “Kenapa?.” “Karena kamu suka aku.” “Dih. Mulai ga jelas.” “Kamu sendiri yang bilang katanya terserah mau bales atau ga. Nah berarti kan suka bales chat aku.” “Sesukamu aja deh. Sebahagiamu. Bebas.” “Oke sayang.” “Sayang palamu.” “Sayang kakimu.” “Maksudnya?.” “Kan kau sayang palaku, aku sayang kakimu.” “Sumpah ya kamu tuh gila apa gimana sih.” “Aku gila. Tergila – gila padamu.” “Gombal, serbet, pel – pelan, kanebo.” “Ahahahaha jualan neng?.” “Hih bodo ah.” “Pinter ah.” Read. Ara bingung harus menjawab apa. Tapi ada senyum yang tak bisa dia jelaskan. Ada rasa aneh yang timbul perlahan. “Beneran sibuk yah? Aku ga ganggu dulu deh. Tapi inget ya, kalo kangen chat aja. Ga usah malu. Inget ya.♥️” Ara sedikit kaget membacanya, karena percakapan itu harus berahir disitu. Dia gengsi untuk chat dan bilang tidak sibuk. Padahal sibuk kan cuma alasan dia saja. Ara melipir kepojokan, Dita meliriknya lagi. Ara memasukkan hapenya ke dalam tas,, dan mengeluarkan sepucuk sticky note. Menulis sesuatu lalu menempelkannya di papan pengumuman HMJ. “Besok rapat koordinasi divisi litbang (penelitian dan pengembangan). Buletin harus siap untuk dicetak besok dan dipublikasikan lusa. Semangat tim! ” Kemudian dia melenggang keluar basecamp. Dita mengikutinya. “Mau kemana?” “Mau jajan lah, laper belum sarapan.” “Ikut.” “Ayo.” “Tadi siapa?.” “Yang mana?.” “Yang bikin kamu senyum – senyum.” “Hah? Kapan? Loli tadi kan bikin ngakak di basecamp.” “Bukan, yang di hape.” Deg. Dita, detektif aja kalah sama dia. Urusan informasi terbaru dia jagonya. Mau cari gosip terhangat di kampus? Dita pasti tau. Caru info mahasiswa ganteng? Dita jagonya. Tak ada informasi terlewat dari pandangannya. “Kebiasaan banget sih, kepo amat.” “Aku seneng aja sih, terahir aku lihat kamu ga begitu pas sama Diki.” “Ah ngapain bahas dia sih.” “Aku cuma inget aja tiba – tiba gitu pas lihat kamu senyum gitu.” “Ga usah inget – inget dialah. Males.” “Kalau sama yang tadi ga males? Cerita dong cerita.” “Apa yang mesti diceritain. Dia tuh cuma orang random yang chat aja. Ga tau siapa, ga kenal.” “Oh dia lagi pedekate toh.” “Stop stop. Makan aja yuk.” Ara menstop percakapan dengan makan, karena kalau dilanjut bisa – bisa dia korek – korek segala informasi tentang siapa yang chat dengannya. “Ra, inget ga Diki pernah pesen ke aku buat nemenin kamu selama kalian LDR?.” “Ga.” “Seriusan ra.” “Ya buat apa sih diinget Dit?.” “Ya padahal kukira dia setulus itu, tapi ternyata begitu. Main sama cewek lain. Pingin kujitak palanya kalo ketemu.” “Jitak aja sono ke Papua.” “Ogah, kalo dia pulang aja aku jitaknya.” Ara melanjutkan makannya, kemudian mengingat masa lalu. Masa dimana dia bertemu Diki. Anak culun di tempat bimbel ternyata malah jadi pacarnya. Dia nemenin Diki dari nol, dari belajar bareng bikin PR, sampai nemenin Diki belanja buat persiapan merantau daftar militer. Mengingat masa dimana nonton bioskop dan kehilangan sandal karena disandung orang lewat. Salah sendiri sandal dilepas dan kaki dinaikin ke kursi. Lalu ketika makan bakso pinggir jalan, maksud hati nuang kecap manis malah kecap asin yang ketuang, ahirnya minta ganti kuah sama abangnya. Ngerepotin emang! Ara mengingat semuanya, kenangan itu indah, tak mungkin terlupa. Tapi buat apa, kalau dia memilih lainnya. Ara menghempaskan nafas dengan berat. Dita meliriknya lagi. “Kenapa?.” “Kepedesan.” Jawab Ara asal. Dita memang tak tahu tempat. Dia sudah terbiasa menggali segala informasi. Hal itu sangat mengganggu bagi Ara. Terkadang Ara sengaja menutupi segala hal tentangnya. Dia arahkan saja Dita makan. Biar mulutnya sibuk ngunyah, ga sibuk nanya – nanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD