Chap 3

704 Words
KALAU ADA TYPO BENERIN YA! TQ ALL. . ANGKASA MENYERUPUT TEH di sebuah kursi kayu ruang tamu. Tangan kirinya memegang ponsel android, melakukan hobinya membaca sebuah berita di aplikasi Baba. Tak lama dari itu seorang wanita uzur datang menghampirinya, membawa sepiring makanan yang isinya pisang goreng, bala-bala, lemper, dan juga dadar gulung. Makanan tradisional. Ia kemudian duduk disamping cucu semata wayangnya. "Lee" Panggil Gayatri, nenek Angkasa dengan logat yang khas. Dan yang di panggil pun menyudahi aktivitasnya dan menatap sang nenek. "Waktu itukan kamu jatuh dari motor terus ada perempuan ngomong ke warga, bilang kalau kamu itu jatuh. Dia sudah menolong kamu, sekarang nenek minta tolong kamu anterin gorengan ini ke dia sebagai ucapan terimakasih" Gayatri melanjutkan ucapannya diiringi oleh Angkasa yang mengangguk-angguk. " Rumahnya dimana nek?" Angkasa bertanya sebelum ia benar-benar mengantarkan makanan itu.. " Dari rumah ini kamu belok saja ke kanan, dihitung 7 rumah dari sini itu rumahnya, de'e iku tetangga kita" Sebernanya Angkasa agak malas melakukannya, kakinya juga sedikit sakit namun ia tak enak apabila harus menolak, lagi pula orang yang dimaksud nenek kan juga ikut ambil bagian dalam menolong dirinya. "Sekarang nek?" Angkasa memastikan. Gayatri memandang cucunya gemas serasa menepuk pipinya pelan "Yo Sekarang to, masak tahun depan" Kemudian ia menggelengkan kepalanya pelan. Angkasa kemudian berdiri, membawa sepiring jajanan yang berada di depannya, dan berjalan dengan kaki yang terseret. Masih agak sakit. Sang nenek yang melihatnya pun teringat bahwa kaki cucunya masih sakit. "Kakimu masih sakit to? Kalau itu biar nenek aja yang anter" Tawarnya pada sang cucu, namun cucunya malah menggeleng pelan. "Nggak usah nek, Angkasa bisa kok lagian sambil ngetlatih kaki juga biar nggak kaku" "Ya sudah tapi hati-hati" Wanita uzur itu memandangi cucunya khawatir, ingin membujuk Angkasa, namun ia tahu bahwa cucunya itu sangat keras kepala, kalaupun nanti ia menyuruh Angkasa berhenti maka Angkasa akan ngeyel tidak akan berhenti. Padahal, tidak demikian, Angkasa sekarang ini sangat malas kalaupun disuruh berhenti, pasti dengan senang hati ia akan berhenti. " Iya, Assalamualaikum" "Waalaikum salam" *** Tok tok tok Pintu diketuk, siapa lagi jika bukan Angkasa yang hendak mengantarkan ucapan terimakasih berkedok makanan. Di depan rumah dengan cat tembok warna putih dan ubin berwarna hijau ia menunggu, mengetuk sudah lebih dari 5 kali namun pintu merah itu tak kunjung dibuka. Ia menghela napas, berpikir bahwa sang tuan rumah tak berada dirumah_lagi. Pemuda itupun berbalik, pulang dengan perasaan dongkol, sudah bersusah payah dirinya ke rumah ini dengan kaki yang agak nyeri namun yang dicari tidak ada. Baru dua kali kaki kanan dilangkahkan, gendang telinganya menangkap suara kenop pintu dibuka. Angkasa pun membalikkan badan mendapati seorang gadis cantik dengan piyama warna hijau polkadot dan rambut yang di kepang sekenanya. Ia memandangi Angkasa dengan raut muka datar, tanpa mengucap sepatah kata, Sedang Angkasa memandangnya heran. Pemuda itu menunjuk hadis didepannya dengan jari telunjuk "Angkara? Lo Angkara?" Angkasa bertanya padahal jawabannya sudah jelas. Ya, gadis itu adalah Angkara. Gadis yang sama yang ia temui di malam saat dirinya jatuh dari motor. Gadis itu mengangguk, enggan megeluarkan suara seolah sepatah katanya bernilai jutaan dolar. Angkasa berjalan lagi menaiki 2 anak tangga kemudian menyodorkan makanan yang dibawanya ke arah Angkara dengan canggung "Engg.. ini buat lo dari nenek gue, Bu gayatri" Yang ditanya hanya mengerutkan dahi sambil menatap Angkasa bingung. "Untuk?" "Ucapan terimakasih karena nolong gue" Angkasa menerangkan. Sang gadis hanya mengangguk-angguk mengerti kemudian menerima sepiring makanan itu dan tersenyum sekilas namun amat dipaksakan. "Tunggu sebentar" Kata Angkara, sebelum masuk kembali ke dalam rumahnya itu. Angkasa kembali menunggu_lumayan lama. Sesekali ia berpikir, apakah dirinya juga harus meminta maaf karena kejadian tempo hari? Juga ia bertanya-tanya mengapa gadis itu tidak merasa terganggu atau salah tingkah, seolah tidak terjadi apa-apa? Angkara terlihat sangat lugu, tidak mungkin apabila sebuah kecupan tidak memporak porandakan isi hatinya, terlebih kecupan itu datang dari pemuda setampan Angkasa. Sekitar lima belas menit kemudian gadis yang ia tunggu akhirnya datang dengan membawa piring yang sama seperti yang dibawa Angkasa tadi, namun sudah kosong dan bersih.  Angkara menyerahkan piring itu ke angkasa dan berterima kasih. Angkasa menerima piring itu, kemudian pergi kerumah neneknya dengan cara yang sama seperti tadi, berjalan dengan langkah terseret. Pulang dengan sebuah maaf yang tidak tersampaikan. Mungkin suatu saat nanti, tapi sayangnya lelaki itu tidak tahu kapankah kata nanti akan tiba.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD