Sudah dua hari Shani berada di tanah kelahiran suaminya.
Dan juga, sudah dua hari juga ia tidak bisa menghubungi Cio, cowok itu tidak juga mengabarinya sejak terakhir mereka bertemu.
Membuat semakin frustasi, di tambah lagi sang Opa yang sudah melarangnya kembali ke Jakarta tanpa suami nya.
Itu berarti semua tergantung Afdhal. Kapan akan kembali ke Jakarta.
Namun, saat ia bertanya semalam. Pria itu malah menjawab belum tau. Karena, ayah nya masih belum bisa berjalan jadi untuk sementara semua kegiatan sang Ayah harus di urus Afdhal.
Maka dari itu, Afdhal belum bisa memastikan kapan bisa kembali ke Jakarta. Dan. Untuk pekerjaan nya di sana. Ia sudah mendapat Izin dari Pak Erwin langsung.
Kedua abang nya Afdhal sudah kembali ke Jakarta kemarin siang bersama keluarga kecil mereka. Jadi, sekarang di rumah hanya ada mereka saja.
Shani sudah hampir mati kebosanan di sana karena tidak tau harus kemana.
Afdhal juga sedang sibuk, sehingga tidak mengajak nya pergi keluar untuk sekedar jalan-jalan.
Ia hanya di rumah, membantu ibu mertua nya.
Tidak banyak yang bisa ia bantu, bahkan untuk memasak saja ia tidak becus. Membuatnya, malu sendiri dengan Ibu mertua nya. Walau beliau tidak mengatai nya. Justru, mengatakan.
"Gak apa, nanti juga bisa. Dulu, Kak Kinal sama Shania juga gak bisa masak. Tapi, seiring berjalan nya waktu bisa sendiri. Yang penting mau belajar. " Ucap Beliau tadi pagi saat ia membantu ibu mertuanya memasak.
Dan ini sudah sore, Afdhal turun dari lantai dua dengan pakaian santai.
"Aku mau cari ikan, kamu mau ikut atau di rumah?" Tanya Afdhal, sambil berlalu menuju pintu samping.
Shani diam sejenak, ia tengah berfikir. Tidak ada salah nya ia ikut, dari pada ia semakin mati kebosanan di rumah.
Jadilah ia beranjak dari ruang tengah, mematikan tv dan berjalan mengikuti Afdhal yang keluar dari pintu samping.
Di sana ia melihat Afdhal sedang merapikan peralatan nya mungkin. Ada jaring ikan, yang biasa di gunakan para pencari ikan umum nya.
Lalu, keranjang sedang.
Sepertinya cowok itu sudah biasa dengan alat-alat tersebut. Sehingga, tidak banyak protes.
"Pasar di sini jauh, ya ?" Tanya Shani, padanya.
"Lumayan, kalau mau belanja biasanya ada tukang sayur keliling. Mereka dari bawah." Jawab Afdhal.
Setelah membereskan jaringan nya. Afdhal menoleh pada Shani yang berdiri di ambang pintu. "Kamu beneran mau ikut? Aku cari ikan nya di sungai, lho!"
"Hm, bosan di rumah terus" jawab Shani dengan nada bosan.
Afdhal mengulum senyum, ia pun mengangguk saja.
***
Ia tidak bisa berhenti berdecak kagum saat mereka tiba di sebuah sungai yang jarak tempuh nya tidak terlalu jauh dari rumah.
Hanya berjalan kaki kurang lebih lima menit.
Melewati hutan kecil, yang lebih mirip perkebunan sih.
Dan sungai yang mereka datangi juga tidak terlalu besar.
Namun, aliran nya cukup deras walau tidak terlalu dalam.
"Hati-hati licin" ingat Afdhal pada Shani ketika mereka turun langsung ke sungai.
Shani sedikit kesusahan untuk berjalan, karena bebatuan yang licin. Afdhal membantu menggandeng nya berjalan sedikit ke tengah.
"Air nya bening banget" ujar Shani, kagum.
"Ini langsung dari mata air asli, dan disini gak ada pencemaran lingkungan yang pasti. Makanya, udara di sini masih sangat asri " jelas Afdhal, sambil cowok itu mempersiapkan jaringan nya.
Shani memilih duduk di batuan besar, lalu menatap sekeliling.
Suara aliran air sungai terdengar begitu nyaman. Cuaca panas tidak sama sekali terasa, malah sejuk karena udara dari uap air sungai yang dingin. Dan air sungai nya memang dingin banget sejak awal kaki nya masuk kedalam air.
Ia memandangi Afdhal yang berada tidak jauh dari tempat nya duduk.
Cowok itu sedang melempar jaring nya ketempat yang sedikit lebih dalam.
Lalu mengitari pandangan nya lagi.
Sepi.
Suara air mengalir saja yang terdengar.
Dan, hanya ada mereka berdua saja di sini.
Ia tidak tau apa alasan Afdhal mencari ikan seperti ini. Seharusnya ia bisa membeli saja. Jika, itu memang hanya untuk makan.
Tapi, sepertinya bukan itu alasan nya. Mungkin cuma untuk iseng saja. Karena, cowok itu pulang siang tadi setelah mengurus kegiatan ayah nya. Lalu, tidur untuk istirahat.
Setelah Ashar, baru mereka berangkat ke sini.
***
Shani tidak bisa berbohong, kalau tempat ini sungguh nyaman untuk nya.
Dan, sikap nya pada Afdhal juga tidak lagi dingin seperti biasanya.
Tempat ini seolah membuat nya berfikir positif. Bahkan, ia melupakan ke frustasian yang sejak dua hari ini ia alami.
Tadi, setelah Afdhal selesai menjaring ikan. Dan mendapatkan hasil yang lumayan.
Cowok itu tidak langsung mengajak nya pulang.
Malah, memilih menepi dan membakar ikan hasil jaringan nya.
"Aku fikir kamu gak akan betah di sini" ucap Afdhal di sela-sela ia menyiapkan kayu bakar.
"Kenapa?"
"Ya, secara kamu kan wanita karir banget. Hidup kamu itu metropolitan. Gak terlihat kalau kamu bakal suka ke kampung gini" jelas Afdhal menyalakan api.
"Kamu berlebihan".
"Tapi, yang paling aku syukuri. Semenjak, kita disini. Hubungan kita kembali normal. Kamu gak lagi dingin sama aku" jelas Afdhal mengulum senyum kecil.
Shani diam sebentar, apa yang di katakan Afdhal benar.
Suasana di sini banyak memberinya aura positif. Ia tidak sering ribut dengan Afdhal.
Terkesan menjalani semua apa yang ada.
Tidak banyak obrolan lagi di antara mereka berdua.
Afdhal sibuk membakar ikan, sedangkan Shani terlihat asik bermain air sendiri.
Sesekali Afdhal memandangi istrinya, kemudian akan mengulum senyum kecil.
Atau sebaliknya, Shani terlihat senang berada di dalam air yang memang sangat jernih itu.
Hingga ia tersadar akan sesuatu. Membuatnya menoleh pada tempat Afdhal yang tadi sedang membakar ikan di pinggir sungai. Tapi, ia heran karena cowok itu tidak ada di sana.
Dengan cepat ia langsung mengitari matanya. Dan tidak menemukan cowok itu di mana pun.
Shani pun memutuskan untuk keluar dari dalam sungai. Berjalan menuju tempat mereka tadi.
Ia tidak sadar berapa lama ia berada di dalam air, terlalu asik dengan ikan-ikan kecil di sana. Tidak sadar kalau Afdhal menghilang. Lagi. Pula mengapa suami nya itu tidak pamit jika ingin pergi.?
Tidak mungkin kan, cowok itu meninggalkan nya.
Ikan yang tadi di panggang Afdhal sudah matang, masih ada di atas bara kayu.
Ia menoleh sekitar mencari Afdhal. Tapi, tidak menemukan nya.
Dan mendadak suasana sepi itu sedikit membuatnya merinding.
Ia takut, kalau-kalau ada orang asing yang berniat jahat.
Di sini tidak ada orang,jauh dari permukiman.
Jadi..
"Dor!"
"Aakk!."
Byur...
Bukan salah Shani.
Itu sudah pasti. Bukan salah nya, jika Afdhal tercebur ke air. Salah kan cowok itu yang sengaja mengejutkan nya dari belakang, membuatnya kaget dan berfikir kalau itu orang jahat jadi reflek ia langsung mendorong dengan kuat.
Sehingga, Afdhal jatuh terduduk di dalam air.
"Ya!" Seru Afdhal kaget, dan sial nya cowok itu menarik tangan nya. Sehingga mereka jatuh bersamaan ke dalam air yang cetek tapi bisa membuat mereka basah.
Dan, Shani jatuh di atas pangkuan Afdhal.
Jeritan Shani yang sempat terdengar saat tangan nya di tarik tadi terhenti seketika.
Saat ia jatuh di pangkuan Afdhal, dengan kedua tangan berada di dua bahu cowok itu.
Juga, kedekatan yang lumayan intim.
Saat kedua mata mereka bertemu, hanya beberapa saat sebelum Shani lebih dulu sadar dan mendorong keras bahu Afdhal sehingga cowok itu terdorong kebelakang.
"Apa-apaan sih,!" Ketus nya kesal.
Ha-ha-ha.
"Kamu asik sendiri sih! Masa aku bakar ikan nya sendiri," jawab Afdhal dengan kembali normal.
Shani mendelik, untuk sejenak suasana menjadi canggung di antara keduanya.
Afdhal memilih kembali menyibukkan diri dengan ikan yang udah matang.
Menaruhnya ia atas daun pisang.
"Kamu dapat bahan buat bumbu dari mana ?" Tanya Shani saat melihat ada bekas perasan jeruk nipis, cabe, garam,dan beberapa bahan lain nya.
"Petik di kebun sana" jawab Afdhal.
"Cobain " ujar Afdhal memberikan satu ekor ikan panggang ke Shani.
Istrinya ia menerima, dan mencolek nya sedikit untuk ia rasa.
"Enak" jawab Shani, membuat Afdhal mengulum senyum nya.
Mereka pun larut dalam menikmati makanan nya, sesekali mengobrol. Atau tepat nya Afdhal yang bercerita tentang kehidupan nya di kampung.
"Disini tuh belum banyak ada tempat rekreasi, cuma beberapa. Mau kemana-mana jauh. Capek di jalan. Tapi, nanti aku ajak kamu deh. Ke air terjun. Kalau kamu mau" jelas Afdhal.
"Kami lahir dan tumbuh di sini, masa kecil yang aku atau saudara-saudara ku disini menyenangkan. Beda jauh dengan di ibu kota. Tapi, sekarang udah sedikit berubah. Karena teknologi yang juga semakin maju, jadi sekarang kurang lebih kayak di kota juga.
Semua rata-rata yang muda-muda pada sibuk dengan Hp.
Aku sering di ajak Ayah nyari ikan. Karena aku suka main air, mandi di sungai.
Suka di ajak ke kebun untuk nanam cabe, pilih pinang, atau panen cabe. Makanya, kalau kerajaan berat udah gak ngebuat aku ngeluh lagi. " Ujar Afdhal.
"Makanya waktu pak Imran ngerjain kamu dulu, kamu biasa aja? " Sela Shani
Ha-ha-ha..
"Iya, aku fikir beneran tugas di lapangan nya jadi tukang bangunan. Hahaha. Dan, mau-mau aja waktu di minta buat ngaduk semen. "
"Bodoh" ucap Shani dengan heran. Afdhal hanya bisa nyengir saja.
Dan keduanya pun, dengan perlahan mulai larut dalam obrolan seru.