Bab 31

1996 Words
  Tubuh tua Jo menggeliat saat cahaya matahari menyelusup melalui celah di jendelanya. Setelah menyingkirkan selimut, perlahan Jo menurunkan sebelah kaki nya kemudian sebelah yang lain. Dia tidak sandar kalau dia sudah tidur terlalu lama hingga bangun sesiang ini. Hujan di luar juga sudah berhenti dan dia yakin dengan matahari yang bersinar cukup terang di luar sana, tidak akan ada lagi hujan yang akan turun. Masih dengan kehati-hatian, Jo mulai berdiri dengan berpegang pada tepian ranjang kemudian mengenakan sandal yang ada di bawah ranjang. Dengan langkah sedikit tertatih, tubuh tua Jo mulai bisa mencapai pintu kamar nya, sementara kepala nya sekarang sedang berpikir untuk membuat beberapa sarapan yang dia ingat kalau dia masih punya beberapa potong roti dan beberapa butir telur di kulkas. Mungkin, dia akan mengolahnya menjadi sandwich untuk menu sarapannya dengan Neo pagi ini. Namun, saat pintu kamar nya terbuka lebar, Jo bisa dengan mudah  mencium aroma lezat yang menggugah seleranya. Dengan cepat, wanita tua ini pun berjalan ke dapur milik nya dan menemukan Neo sedang mengeluarkan panggangan  berisi beberapa potong roti yang terlihat sangat lezat. “Neo? Sedang apa kau?” Tanya Jo dan sukses membuat Neo terkejut, namun beruntung karena pria kecil itu tidak menjatuhkan pemanggang panas yang baru saja dia keluarkan dari oven menggunakan sebuah lap kering. Dengan cepat, Neo berlari membawa apa yang sudah dia buat ke hadapan Jo. “Selamat pagi, Jo.” Sapa Neo penuh senyum dan dibalas senyum yang sama oleh wanita tua itu. “Selamat pagi juga pria kecil. Apa itu?” “Roti bawang putih.” “Apa?” “Umn, kemarin ... waktu Jo bilang mau membuatkanku roti bawang putih, Jo bilang kalau itu enak, jadi ... aku bangun lebih pagi untuk membuat ini.” “Untuk ku?” tanya Jo, kemudian di jawab anggukkan oleh Neo. Jo menatap roti  yang dibawa oleh Neo, roti itu terlihat cukup tidak biasa yang dia ingat. Meski pun Neo mengatakan kalau itu roti bawang putih seperti obrolan mereka semalam, tapi tidak dengan bentuk dan warnanya. Roti itu terlihat sedikit hitam karena bawang putih yang dipanggang dalam oven dan mulai terlihat gosong. Sementara bawang putih yang harusnya dilumatkan dan dicampur butter, hanya dicincang kasar oleh pria kecil itu kemudian dia olesi mentega baru kemudian dipanggang. Susah payah Jo menahan diri untuk tidak tertawa. Dia tidak tega kalau Neo harus melihat nya tertawa sementara pria kecil itu sudah bangun sangat pagi untuk membuatkan sarapan pagi untuk mereka. Meski beberapa kali dia melihat roti di atas loyang yang masih dipegang oleh Neo, dan bagaimana wajah bocah itu terlihat sangat memelas, akhir nya Jo mengalah dan meminta bocah itu untuk menaruh rotinya di atas meja sementara dia membuat teh di belakang sana. "Jo!" Panggil Neo setelah menaruh loyang berisi roti bawang putih yang dia buat di atas meja makan, kemudian berlari menghampiri Jo, "Boleh aku membantumu?" "Kau ingin kuajari membuat teh?" "Apa aku bisa?" "Kamu akan bisa kalau kau suka." Jo tersenyum sangat lembut pada Neo yang terlihat cukup antusias. "Jadi ... apa kau suka teh floral yang kubuat?" Neo mematung. Tubuhnya kaku seketika saat ditanya sesuatu yang tidak pernah bisa  dia katakan enak. Meski baru dua kali merasakan teh aneh dengan banyak campuran daun dan bunga. Tapi karena Jo menyukai minuman seperti itu, dia ingin sedikit belajar. "Kalau tidak sukaz tidak apa-apa, hari ini kita buat teh biasa saja ak—" "Tidak! Aku mau teh floral! Aku mau belajar!" Neo bertekad. Ya, dia ingin membuat teh itu, karena jika dia bisa membuat teh yang enak dan harum seperti kesukaan Jo, dia bisa membuatkan teh untuk wanita tua itu setiap waktu, mungkin itu bisa dia jadikan cara untuk bisa bisa berterima kasih pada Jo karena sudah mau menampungnya yang hanya seorang gelandangan. Dengan telaten Jo mulai mengajarkan Neo tentang jenis-jenis rempah yang harus dia masukkan ke dalam teko sebelum menuangkan air panas ke dalam nya. Tapi kali itu, Neo tidak melihat Jo mengambil batangan kayu manis atau pun butiran pala dan cengkeh. Dia malah mengambil sebuah toples kaca berisi bunga kering yang terlihat sedikit berair. Bunga-bunga itu tertumpuk dan terlihat seperti kapas berwarna-warni. Mulai dari kuning terang hingga oranye pekat. "Apa itu?" Tanya Neo penasaran. "Ini namanya bunga Marigold. Aku sering minum ini setiap pagi, tapi karena kemarin kita bangun kesiangan, jadi aku tidak membuat nya dan hanya menjadi umat teh biasa." "Apa itu berbeda?" "Neo," suara Jo terdengar lebih lembut dari biasa nya, "untuk flowering tea ini ada banyak sekali macamnya. Mulai dari campuran rempah seperti kayu manis, pala, cengkeh, jahe, mawar dan kadang bunga melati, ada juga campuran dari Marigold, Lily, bunga Krisan kuning, Osmanthus dan lainnya." "Begitu juga khasiatnya?" Jo mengangguk. "Ini, bunga Marigold selain bisa dicampurkan ke dalam larutan teh, bunga Marigold juga bisa membantu menurunkan demam, detoksifikasi, membantu memelihara kesehatan hati dan mempercantik kulit. Lihat? Aku tetap awet kuda di usiaku sekarang?" Jo tertawa dengan ucapannya sendiri, diikuti Neo yang juga tak bisa untuk tidak tertawa saat mendengar betapa bahagianya Jo saat mengatakan itu. "Apa hanya itu?" Neo lebih antusias. "Manfaatnya atau rasanya?" "Umn, manfaat!" "Bunga Marigold juga bisa membantu melancarkan pencernaan, kadang kalau aku merasa sedikit sembelit, aku akan membuat teh ini dan meminumnya dua kali sehari, setelah itu aku akan menghabis kan banyak waktu di toilet ...Hahaha." Wanita tua itu kembali tertawa. "Jo," Neo memotong, "a—apa, rasanya sama seperti kemarin?" "Kau mau mencoba?" Sekali lagi Neo mematung. Dia sepertinya sudah salah memilih pertanyaan. Untuk teh kemarin saja rasanya sudah tidak bersahabat di lidah nya, dan sekarang ...? "Kau tidak perlu takut, rasanya seperti teh biasa." Jo kembali bersuara memecah lamunan pria kecil itu. Sementara menunggu jawaban Neo, Jo mulai memasukkan bunga dua buah bunga Marigold ke dalam teko kaca berukuran kecil, kemudian dia meminta Neo memenuhi teko dengan air di keran, untuk dia masak hingga mendidih di atas kompor. Setelah air mendidih, Jo tidak langsung mematikan kompor tersebut, dia hanya mengecilkan apinya lalu kembali mengambil sebuah toples lain dari rak atas, dan itu sebuah toples dengan gambar daun teh. "Bisa ambilkan aku sebuah sendok kecil?" Jo meminta tolong, dan langsung disambut Rian oleh pria kecil itu. Dengan cepat Neo mengambil sebuah sendok teh dari salah satu laci kitchen set milik Jo, dan memberikan sendok itu pada wanita tua tersebut. "Terima kasih." Ujar Jo kembali tersenyum. Sungguh, senyuman tulus seperti itu baru kali ini dia dapatkan, setelah selama dia tinggal di jalanan, Neo hanya melihat orang-orang memandangnya jijik, meremehkannya bahkan menganggapnya tidak berharga. Berbeda dengan apa yang Jo lakukan padanya. Meski mereka hanya baru saling kenal tiga hari terakhir, wanita tua itu benar-benar memperlakukan Neo seperti keluarga, bukan sampah. Usai mendapatkan sendok dari Neo, tangan tua penuh keriput milik  Jo mulai membuka toples bergambar daun teh itu, dan mengambil isinya dengan sendok tersebut. Ternyata isi toples itu adalah teh kering, dan setelah Jo mengambil teh kering itu dengan sendok tadi, dan menuangkannya ke dalam teko kaca yang sudah lebih dulu terisi oleh bunga Marigold tadi. Setelah menuangkan teh kering, Jo kembali meminta Neo untuk mengambilkan sebuah lemon dari dalam lemari es, memotongnya sangat tipis lalu memasukkannya juga ke dalam teko kaca tadi baru kemudian menuangkan air panas dari atas kompor yang masih menyala. Awalnya Neo berniat menutup hidung agar tidak menghirup aroma yang menurutnya tidak biasa, tapi ... aroma teh yang dibuat Jo kali ini terasa berbeda. Aromanya terasa cukup segar. Bukan hanya itu, bunga yang tadinya terlihat layu, setelah berada di dalam teko dan dituang air panas, bunga dan daun teh kering tadi perlahan mulai mekar, sangat indah. Melihat Neo yang mulai antusias dengan aroma yang dikeluarkan teh itu, Jo yang melirik Neo melalui ekor matanya hanya bisa tersenyum, dan membuat sedikit keriput tuanya terangkat ke atas. "Kau suka?" Jo memulai obrolan mereka lagi, "aroma lemon dan Marigold-nya tercium sangat segar, bukan?" Neo mengangguk pasti. Kali ini dia tidak bohong. Aromanya benar-benar segar, tercium sangat harum di hidung Neo, bahkan dia sudah meneguk beberapa kali ludahnya paksa karena ingin mencicipi teh tersebut. Melihat tingkah, Neo, Jo segera meminta Neo untuk membawa toples gula yang tak jauh darinya ke atas meja, sementara dia membawa tray berisi teko teh unik itu, juga dua cangkir bersama piring tatak untuk mereka. "Jo, biar aku yang tuangkan teh-nya." Ujar Neo masih penuh semangat. Dan lagi-lagi sukses membuat wanita itu tertawa. "Silakan." Meski tidak setinggi Hetshin, tapi Neo cukup bisa menjangkau tinggi meja makan mereka, dengan itu dia bisa dengan mudah menuangkan teh dari teko kaca berisi bunga dan daun teh yang nikmat ke dalam cangkir masing-masing dari mereka. Setelah itu, Neo kembali duduk di kursinya dan mulai menyesap perlahan Flowering Tea yang dibuat Jo untuk menemani sarapan mereka. Seperti aromanya. Meski tidak manis, tapi aroma bunga Marigold dan segarnya lemon bercampur dengan kesatnya dari rasa daun teh. "Jo, ini enak!" Ujar Neo memuji. "Tidak pahit?" Dia menggeleng. "Sama sekali." "Kau bisa tambahkan gula di dalam cangkirmu." Neo menggeleng. "Karena ada lemonnya, teh ini tidak pahit." "Benarkah? Hahaha ... kalau begitu minumlah lagi, kalau kau suka aku akan membuatkannya lagi untukmu." Ujar Jo sambil tak berhenti tersenyum. Sementara Neo sibuk menikmati teh yang dibuat olehnya dan Jo, wanita tua itu meletakkan cangkir di tangan nya untuk mengambil roti bawang putih yang dibuat oleh Neo. Jo tidak tahu harus berkomentar seperti apa untuk roti yang dibuat oleh Neo. Tapi, meski bentuknya tidak seperti yang dia tahu, Jo tetap memakan roti yang sudah dibuat Neo pagi ini. Melihat Jo mulai makan roti, Neo pun tidak mau kalah. Dia menaruh cangkir milik nya juga dan mengambil sebuah roti yang masih tersisa dan menggigitnya tanpa ragu hanya ... saat gigitan pertama, roti itu terasa sangat keras, bahkan rasanya pun aneh. Neo hampir saja memuntahkan lagi yang sudah masuk ke dalam mulut nya. "Kenapa?" Tanya Jo sambil tersenyum dan terus mengunyah roti bawang putih yang dibuat oleh Neo. "I—ini...?" "Enak. Akan kuhabiskan." "Ta—tapi Jo!” Pria kecil ini benar-benar tak habis pikir tentang apa yang dilakukan Jo. Tentu saja, rasa roti ini sangat tidak enak dan bawang putihnya juga terasa sangat pahit, tapi kenapa wanita tua itu mau menghabis kan apa yang sudah dia makan? Melihat Neo yang kebingungan, Jo hanya tertawa dalam hati, meski begitu, Neo tetap mencoba menghabis kan roti yang sudah dibeli oleh Jo dengan uangnya dan tidak ingin membuat wanita tua itu marah padanya karena sudah menyia-nyiakan makanan. Beberapa kali, ya ... beberapa kali Neo nyaris dibuat muntah oleh roti bawang putih itu, tapi dia tahan karena malu pada Jo yang sudah menghabis kan roti milik nya dan kembali meminum teh yang sudah berubah menjadi hangat dalam cangkir. “Hei, pria kecil,” panggil Jo, “kalau rasanya tidak enak jangan dipaksakan, perutmu bisa sakit.” “Ta—tapi?” “Hari ini kita akan ke pasar, kita akan membeli banyak makanan dan pakaian untukmu. Jadi, kau tidak usah makan itu lagi.” Neo menelan seteguk ludah susah payah. Mengigit bibirnya takut sebelum menaruh roti yang hanya bisa dia habiskan beberapa gigit saja kembali ke atas loyang pipih di atas meja. “Maafkan aku, Jo.” Ujar Neo takut. “Tidak perlu, nanti akan kuajarkan cara membuat roti bawang putih yang enak. Dan kau bisa membuatkanku itu setiap pagi.” Neo tahu kalau Jo memang tidak marah, itu terdengar jelas dari nada bicara yang digunakan Jo padanya, hanya saja, Neo benar-benar tidak habis pikir, jika dia tidak menghabis kan semua roti itu, maka mereka harus membuang nya? Sementara membuang makanan tidak pernah dibenarkan oleh Neo. Jadi, dengan gerakan cukup cepat, Neo mengambil kembali roti itu dan mulai memakan nya lagi. Melihat itu, Jo menggelengkan kepala nya lemah sambil menghela napas ringan. “Sudah hentikan, tidak usah dimakan lagi.” “Ta—tapi, kalau tidak dihabiskan ini—“ “Si tua Bradley punya beberapa angsa di belakang rumah nya. Aku bisa memberikan sisa roti itu untuk dijadikan makanan angsa-angsa yang dia pelihara.” Mendengarnya, Neo bisa sedikit bernapas lega. Jadi dia menaruh lagi roti itu dan mengambil cangkir teh milik nya, menenggaknya hingga habis dan menungkannya lagi untuk menghilangkan rasa tidak enak dari bawang putih gosong di dalam mulut nya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD