Neo tidak tahu apa yang terjadi setelah dia memejamkan matanya. Tapi dia berada di tempat yang sangat gelap sekarang. Tempat yang tidak dia ketahui, semua nya hampa.
Bahkan, pakaian yang dia kenakan pun bukan pakaian yang di berikan Jo padanya. Tapi, pakaian yang dia cuci sore tadi bersama Jo dan dia sangat ingat kalau pakaian itu belum kering karena seharian hujan.
Bahkan, pakaian yang dia cuci itu sama sekali tidak terlihat bersih, bahkan lebih lusuh dan kumal dari yang dia ingat, pakaian yang dipakai Neo sekarang seperti apa yang dia pakai setelah dia kehilangan seluruh ke luarganya. Kehilangan Raya, Winna, Ben, Allan, April dan Dere ... sementara semua kesalahan itu berawal dari Hetshin.
Ya, Hetshin ....
Gelap yang membentang berubah perlahan. Membawa siluet mengerikan yang coba dia lenyapkan.
Di hdapannya, ada onggokkan mayat yang sangat dia kenal, bersama darah dan bau anyir yang benar-benar nyata untuk nya.
Tubuh Neo gemetar hebat. Tubunnya pun lemas seketika, hingga jatuh dan sukses menyentuh lantai kayu rumah bobrok milknya yang dia tinggali dengan anak-anak seusianya yang dihabisi dengan kejam oleh Hetshin.
“Ke—kenapa?” Tubuh Neo beringsut, dia mundur beberapa inci dengan menggeser bokongnya di atas lantai ketakutan.
Tapi, saat dia semakin menjauh, mayat-mayaat yang berada di hadapan nya tiba-tiba bergerak, mereka bangun dengan wajah mengerikan dan darah yang terus bercucuran.
“Tidak ... tidak ... tidak!”
“Neo....” suara mengerikan yang terdengar serak dan sangat berat terdengar ke luar dari mulut Raya. Dengan tubuh yang terus merangkak, mayat-mayat yang Neo ingat sudah dia kuburkan di halaman depan itu bagai mana bisa sekarang ada di sini?
“Tidak! Pergi! Tidak!”
“Neo ....”
“Pergi! Pergi!”
Neo terus merangkak menjauh sambil sesekali kaki nya menendang wajah-wajah itu , nenyingkirkan orang-orang yang semuala dicintainya namun sekarang sungguh menakutkan untuk nya.
“Tolong ... tolong ....” Jeritan demi jeritan Neo terdengar menggema, namun tak ada satu pun orang yang bisa menolongnya, tempat itu tak jauh beda dari kuburan. Sepi dan mencekam.
Neo terus berusaha melarikan diri, tapi saat dia bangun untuk mencoba berlari, tangan Winna menarik kaki nya, membuat Neo kembali terjatuh dan membuat Neo semakin ketakutan. Tidak sampai di sana, Winna, April, Raya Ben dan Allan mulai merangkak naik ke atas tubuhnya, menarik-narik pakaiannya, bahkan rambutnya, membuat cakaran di tubuh Neo hingga kulitnya terasa terbakar lalu berdarah dengan luka yang cukup dalam.
Dia ketakutan, dia kesakitan dan dia tidak tahu harus meminta tolong pada siapa pun di sana.
Teriakan demi teriakan Neo menggema, bahkan kuku-kuku tangan nya sudah terkelupas setiap dia menggaruk lantai untuk terlepas dari mereka kemudian melarikan diri, tapi mereka tetap tidak melepaskan Neo, hingga tiba-tiba semua orang-orang yang dia sayangi itu menghilang, bersama gelap yang mencekam.
Meski sudah tidak ada lagi yang memegangi Neo, tapi pria kecil itu tetap ketakutan. Peluh membasahi seluruh tubuhnya bahkan Neo bisa merasakan kalau pakaian yang dia kenakan mulai basah, tapi ... perlahan basah itu berubah, dari keringat yang hanya terasa dari dalam, sekarang setetes demi setetes air langit mulai turun, gambar gelap di depan nya yang membentang pun berangsur berubah, tergantikan oleh pemandangan gukit dan pepohonan rimbun di mana tak ada apa pun di sana. Neo tidak tahu dia ada di mana, tapi dia yakin kalau sekarang dia ada di dalam hutan.
Neo yang panik karena hujan semakin deras, berusaha menutnpi kepala nya dengan tangan, berlari sekencang yang dia untuk menemukan tempat berteduh. Tidak peduli di mana pun, asal hujan tidak terlalu kuat mengguyurnya, itu sudah cukup.
Tapi, belum sempat dia menemukan tempat yang dia inginkan, suara-suara yang terdengar sangat keras mengganggunya.
Suara-suara itu terdengar seperti bentakan dan kalimat memerintah yang terdngar sangat kuat. Bahkan tak jarang Neo mendengar jeritan di sana. tapi ... suara-suara itu bukan dari orang dewasa melainkan suara anak-anak.
Dan saat Neo mencoba mencari sumber suara itu, Neo benar-benar terkejut saat menemukan beberapa orang dewasa, membawa segerombolan anak-anak dengan pandangan dingin dan kosong. Pakaian mereka terlihat sama semua nya, tangan dan kaki mereka diikat oleh rantai, wajah mereka lusuh, kotor dan sangat tidak seperti anak-anak pada umumnya, meski sebenarnya Neo juga tidak begitu, tapi setidak nya dia tidak semenyedihkan anak-anak itu.
Anak-anak itu memakai pakaian serupa dress selutut untuk yang wanita, dan yang laki-laki memakai pakaian berwarna sama namun dengan celana yang sedikit panjang hingga beberapa terlihat terinjak hingga kotor oleh lumpur. Sementara kaki mereka terus berjalan tanpa alas.
Jauh berbeda dengan anak-anak yang mereka bawa, orang-orang dewasa itu terlihat lebih rapi. Dua dari mereka menggunakan pakaian seperti pakaian pelindung medis berwarna putih dan sangat rapi. Sementara lainnya menggunakan jaket hoodie yang terbuat dari kulit, dan tak kalah rapi dari dua orang di awal.
Neo tidak tahu mau di bawa ke mana anak-anak itu, mau di arahkan ke mana mereka dengan penampilan seperti itu.
Di tengah guyuran hujan, Neo berusaha mencari tahu. Dia mengikuti anak-anak itu, mengikuti ke mana orang-orang dewasa itu membawa mereka. Dan setelah berjalan cukup lama dan semakin masuk ke dalam hutan, Neo melihat mereka berhenti.
Tapi, di tempat itu tidak ada rumah, tidak ada tempat berteduh, hanya beberapa orang bepakaian sama berdiri di dekat tenda-tenda dengan tungku api yang terus dinyalakan hingga bara di tengahnya terlihat sangat merah.
Saat Neo mencoba mencari tahu, tiba-tiba anak-anak itu diminta berbaris dalam satu garis lurus, kemudian satu per satu anak-anak berusia tiga hingga empat tahun itu diminta mendekati satu orang yang berdiri tepat di sisi api, kemudian mereka diminta membuka pakaian mereka lalu tanpa belas kasihan, orang tadi menempelkan lempengan besi panas di pinggang bawah anak-anak itu dengan angka-angka yang berbeda.
Neo gemetar melihat apa yang terjadi dengan anak-anak itu, jeritan demi jeritan yang ke luar dari mulut anak-anak itu sampai ke telinga nya hingga dia bisa merasakan seperti apa sakit yang terima anak-anak itu.
“Bukankah itu sama dengan sudah anda dapatkan?”
Neo tersentak mendengar suara itu sangat jelas di telinga nya. Dia sempat menjerit hingga tersungkur jatuh di tanah penuh lumpur. Sementara pemilik suara itu, hanya tersenyum sambil terus memegang payung di tangan nya.
Pria itu terlihat tidak asing untuk Neo. Orang itu memakai setelan khas serang bangsawan, dengan payung berwarna hitam yang sangat elegan.
“Anda melupakan saya?” ujar pria itu sambil mengulurkan tangan nya untuk membantu Neo berdiri.
“K—kau?”
“Ah, senang rasanya anda masih mengingat saya.”
“Se—sedang apa kau di sini?”
“Saya hanya sedang melihat bagai mana anda melihat seperti apa proses perekrutan Garnet berlangsung.”
Sepasang iris zamrud Neo terbelalak sangat lebar saat orang itu kembali mengatakan tentang Garnet. Nama yang sama, yang pernah disebut oleh Hetshin setelah saudara nya itu membantai semua anggota keluarga nya, orang-orang yang dia sayangi.
“A—apa itu Garnet?”
“Anda tidak tahu?”
Neo menggelengkan kepala nya ragu. Dia bukan tidak tahu, dia tahu, karena Hetshin pernah menyebut nama itu dulu sekali, tapi apa itu Garnet lah yang tidak dia tahu.
Pria itu tersenyum melihat Neo seperti kebingungan. Dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Neo namun tidak sedikit pun berniat mensejajarkan tinggi mereka dengan itu, meski payung yang terus dia pegang ikut sedikit memayungi tubuh Neo yang sudah terlanjur basah.
“Lihat mereka, dan ingat apa yang anda miliki namun anda abaikan.”
Suara pria itu terdengar sangat dingin, meski sepasang matanya menatap sangat tajam tanpa kehangatan, namun bibir pria itu sama sekali tidak berhenti untuk tidak tersenyum. Itu terlihat sangat mengerikan di mata Neo. Dia mencoba menekan rasa takut itu, namun saat Neo berusaha untuk tidak takut, suara jeritan seorang anak menggema, membuat nya tersentak dan berusaha mencari sumber suara itu.
Hingga pandangan Neo tertuju pada seorang anak yang menjerit, setelah sebuah lempengan besi panas ditempelkan pada pinggang bawahnya.
Bocah itu mengelepar di tanah sama seperti anak-anak lainnya yang sudah lebih dulu di berikan cap.
Neo sempat membekap mulut nya saat melihat bagai mana bocah yang mungkin berusia kurang dari tiga tahun itu mengelepar kesakitan atau mungkin sedang meregang nyawa di tanah basah sambil diguyur hujan.
Neo sempat meminta tolong, namun pria itu hanya menggelengkan kepala nya sambil sekali menggidikkan bahu dengan wajah yang terus tersenyum seolah tidak ada sedikit pun rasa kasihan di sana.
Sambil terus memegangi payungnya, pria dengan sepasang mata berwarna keemasan itu hanya melihat saat Neo berlari dan mencoba mendekat.
Awalnya Neo ketakutan, tapi kaki kecilnya terus bergerak mendekat ke pada mereka. Neo takut kalau dia akan ditangkap oleh mereka, tapi saat dia semakin mendekat, dia diabaikan. Seolah semua orang menganggapnya tidak ada di sana.
Karena merasa diabaikan, Neo langsung berlari mendekat ke arah bocah yang masih mengerang kesakitan di tanah itu, tapi saat dia mencoba meraih tubuh bocah itu, Neo benar-benar terkejut melihat bagai mana wajah bocah itu sangat mirip dengan nya.
Tubuh Neo yang sudah gemetar semakin kaku, ketakutannya semakin menjadi. Dia tidak tahu, bahkan wajah bocah itu tidak bisa dia bilang bukan dirinya dengan wajah dan sepasang iris berwrna zamrud sama seperti milik nya.
Karena takut, Neo mencoba melihat ke arah pria dengan sepasang mata keemasan itu lagi, dan dia masih terus tersenyum dengan sepasang mata yang sama sekali tidak tersenyum. Sepasang mata yang sangat dingin, sama persis seperti sikapnya yang sama sekali tidak mencerminkan sosok manusia.
Sepasang mata Neo berubah merah, saat pria itu mulai mengangkat tangan nya dan menyentuhkan tangan yang dibungkus sarung tangan berwarna putih itu ke bibir, seolah memerintahkan Neo untuk tidak menjerit atau bersuara sedikit pun. Setelah itu, dia mulai menujuk ke arah belakang Neo, sesuatu yang tidak ingin dia lihat namun harus.
Dan saat Neo melihat ke belakang, dia melihat sebuah gumpalan kabut hitam membentuk sosok tinggi besar yang seolah ingin melahapnya.
Mulut makhluk itu terbuka, meski dia hanya berupa gumpalan kabut berwarna hitam pekat, namun tidak menutup sedikit pun kalau gigi-gigi yang dimilikinya sangat tajam dan siap mengoyak Neo menjadi potongan-potongan kecil daging cincang.
Dengan ketakutan yang teramat, Neo mencoba menjerit dan melarikan diri namun, belum sempat dia melakukan itu, makhluk tadi sudah menangkap Neo, sementara pria tadi hanya diam melihat Neo dengan sebuah senyuman.
‘Panggil saya, kapan pun anda mau dan saya akan datang hanya untuk anda ....”
Zrask!
Neo terbangun karena buku-buku di atas meja berjatuhan karena ulahnya.
Karena terkejut, Neo langsung membuka mata, mengatur napas nya yang tidak beraturan sebelum dia sadar kalau itu hanya mimpi.
Neo mengusap peluh yang turun dari keningnya dengan punggung tangan.
“Mimpi ...?” gumam Neo sambil melihat begitu banyaknya peluh yang membasahi wajah dan sekujur tubuhnya. Bahkan tengkuknya pun basah oleh keringat. Tapi ... mimpi itu kenapa terasa begitu nyata untuk Neo?
Anak-anak itu, bocah yang mirip dengan nya dan—
Seperti disadarkan oleh sesuatu, Neo berdiri, menarik bajunya ke atas dan langsung membuka celananya hingga memperlihatkan pinggang bawah Neo yang kurus.
Tapi bukan hanya tulang berlapis kulit dengan sedikit daging yang dia lihat di sana, melainkan sebuah tato yang lebih mirip luka bakar dengan angka yang dia lihat seperti dalam mimpinya.
“6218 ...?”