Bab 19

2586 Words
 NHS Tayside Hospital  London—Inggris 11:30   “Hamil?” Neo tak percaya dan mengulang kutipan yang di berikan oleh dokter di hadapan nya sekarang. Bergantian, dia melirik Dere dan dokter yang membacakan diagnosis yang di lakukan pada Dere dua puluh menit lalu. Ya, dua puluh menit lalu saat Dere mengeluh kalau badan nya terasa tidak enak, dia memilih membawa gadis nya ke rumah sakit untuk diperiksa beberapa dokter ahli, namun setelah pemeriksaan selesai, sungguh, Neo tidak bisa mengatakan bagai mana perasaan nya sekarang. “Iya, sudah berjalan tiga minggu. Dan saya ingin agar anda bisa menjaga kandungan nya, karena dari hasil  pemeriksaan yang kami lakukan, kandungan nya sangat lemah dan kalau tidak di jaga dengan benar, mungkin akan keguguran kapan pun.” Jelas dokter Obygin yang terlihat masih sangat muda itu. Neo hanya menganga mendengar penuturan dokter wanita di hadapan nya. Awalnya dia membawa Dere ke rumah sakit itu, hanya ditangani oleh para perawat di UGD, kemudian di bantu oleh perawat yang sama — Dere di minta untuk melakukan tes urin juga tes darah. Setelah itu, perawat tadi membawa mereka menemui dokter spesialis kandungan di lantai tiga untuk pemeriksaan lebih lanjut. Tentu saja pertanyaan yang belum bisa di jawab siapa pun itu timbul dan mengganggu nya, tapi sekarang ... pertanyaan-pertanyaan itu terjawab sudah, Dere wanita yang dia cintai sekarang sedang mengandung, anak nya. Perasaan bahagia tak lagi bisa di bendung Neo, sekarang ... di dalam tubuh wanita yang dia cintai itu sedang tumbuh benih milik nya. Anak nya. Darah daging nya .... Berbeda dari yang dirasakan Neo, dari wajah cantik wanita itu Neo malah melihat kecemasan meski ada sedikit senyum yang tergambar jelas di wajah cantiknya. “Akan kuminta suster membawakan obat yang kalian butuhkan, sebentar ....” dokter itu berucap sambil berjalan ke luar dari ruangan tersebut. Meninggalkan Neo dan Dere hanya berdua saja di ruangan milik nya. Neo masih melihat bagai mana kecemasan itu tergambar jelas di wajah Dere, membuat wajah cantik nya terlihat sangat tidak menarik di mata Neo. Perlahan dia mengangkat tangan nya untuk menyelipkan rambut panjang indah Dere ke belakang telinga, “kau tidak ingin anak itu?” tanyanya yang spontan membuat ketakutan baru di wajah Dere. Menggeleng kuat, itu yang pertama Dere lakukan, sebelum akhir nya dia mencari tangan Neo untuk dia genggam erat-erat. “Aku ingin!” Ucap Dere lantang sambil tangan lain menyentuh perut nya yang masih datar, “aku ingin anak ini...,” “Lalu kenapa kau terlihat sangat takut?” Hening. Hanya satu pertanyaan terlontar dari Neo namun Dere seolah tidak dapat menjawab nya meski itu hanya kalimat sederhana. Jadi, Neo hanya mendengkus, kemudian mengelus punggung tangan Dere penuh kelembutan mengabaikan bagai mana ekspresi gadis nya saat ini. Tapi, baru saja Neo memutuskan menyerah untuk mendengar Dere menjawab, tiba-tiba gadis cantik itu mengeluarkan suara indahnya meski dengar lemah. “Aku ... aku hanya takut kalau aku tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk anak ini karena ... karena ....” Wajah Dere tertunduk saat dia tidak bisa menghentikan kalimat nya. Rambut perak indah nya turun dan menutupi wajah itu, menyembunyikan kecemasan yang perlahan berubah menjadi ketakutan. Sepasang alis indah nya bahkan melengkung ke atas dengan geraham yang saling beradu meski tak menimbulkan bunyi gertakan yang berarti saat tangan yang sejak tadi dielus oleh Neo terangkat untuk menyentuh salah satu mata indah nya yang tak dapat menatap warna dunia. Neo sadar di mana letak ketakutan itu Dere rasakan, dia membalas menggenggam tangan wanita itu sementara tangan nya yang lain dia gunakan untuk menyentuh wajah cantik wanita yang sebentar lagi akan jadi ibu dari anaknya tersebut. Menyentuh matanya yang terpejam perlahan, hingga tanpa sadar mata itu mengeluarkan air mata meski hanya setetes. Baru saja Neo membuka mulut untuk mengatakan hal lain, dokter itu kembali bersama obat yang dia maksudkan tadi. Duduk di bangku nya lagi dan menyerahkan satu bungkusan kertas coklat berisi beberapa jenis obat pada Neo. “Minum lah sehari tiga kali, dan untuk obat mual nya bisa kau bisa berikan setelah indeks muntah nya sudah tidak terkendali. Selebihnya, biarkan saja, karena itu adalah hal normal yang di rasakan semua wanita hamil pada trimester pertama.” “Baikla— “ “D— dokter...,” Dere memotong kalimat Neo. “Ada apa?” Neo menyahuti, meski perhatian dokter tersebut sudah teralih pada nya. “Ap— apa anak ku laki-laki?” “Hei, kenapa kau bicara sepe— “ “Hahaha ....” dokter itu tertawa. “K— kenapa anda tertawa?” Neo yang kali ini penasaran. “Usia kandungan nya baru tiga minggu, datang lah lagi kemari setelah usia nya lima atau enam bulan, baru kita bisa melihat jenis kelamin nya apa.” “Aku kira, kau bisa melihat nya sekarang?” Dere kembali berkata penuh kekecewaan. “Tentu saja tidak, di dalam bungkusan obat mu ada hasil USG yang kita lakukan tadi dan hanya itu yang bisa kita lihat untuk sekarang. Tapi kau jangan khawatir, kalau kau makan dengan baik dan istirahat cukup lalu tidak banyak melakukan aktivitas berat selama beberapa bulan, aku yakin semua nya akan baik-baik saja.” “Apa kalau aku melakukan itu, anakku nanti adalah laki-laki?” “Ah, aku tidak tahu ... tapi kita berdoa saja kalau nanti anak kalian laki-laki.” “ ....” “kalau begitu terima kasih untuk hari ini, dokter.” Neo berdiri, membantu Dere untuk berdiri juga kemudian berjalan ke luar setelah menyelesaikan pemeriksaan mereka. Sambil memapah Dere, Neo berjalan sangat pelan di tempat pemeriksaan ibu dan anak tersebut. Di sana dia melihat ada cukup banyak wanita-wanita hamil, mulai dari perut mereka yang masih rata seperti Dere sampai yang sudah membuncit melebihi ukuran bola basket. Melihat semua itu, Neo hanya diam, meski dalam kepala nya  sekarang bergelayut tentang macam-macam pikiran mengenai, ‘bagai mana kalau nanti anak itu tumbuh besar dalam perut Dere, mungkin kah nanti Dere akan seperti wanita-wanita itu?’ Dengan kepala penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang bahkan tidak pernah dia bayangkan sebelum nya, Neo masih terus berjalan  sambil sebelah tangan pria itu menyangga pinggang Dere, dan tangan yang lain mengelus jabang bayi yang sedang tumbuh di dalam perut datar itu. Melihat Dere yang juga ikut mengelus perut nya, Neo merasakan ada sebuah getaran hebat yang bergejolak tak tertahan dan mencoba melompat ke luar, namun tak bisa dia katakan perasaan macam apa itu, tapi yang jelas sekarang dia benar-benar sangat bahagia. Dia akan melakukan apa pun untuk melihat anak itu terus tumbuh dan tentu saja dia harus menjaga ibu dari anak nya juga. Setelah mereka ke luar dari rumah sakit, Neo langsung membawa Dere kembali ke rumah. Seperti kata dokter tadi, dia tidak ingin kalau Dere terlalu capek lalu anak mereka kenapa-kenapa. Hanya saja ... saat mereka tiba, hidung Neo mencium bau gosong yang sangat menyengat dari arah dapur. Sambil terus memapah Dere bersama nya, Neo berjalan ke dapur dan menemukan Nana sedang memasak makan siang yang tentu saja dengan menghancurkan setengah dapur yang biasa nya selalu terlihat sangat bersih di tangan Ash. “Apa-apaan ini?” tanya Neo tidak percaya saat melihat panci gosong saling tertumpuk di wash basin, lantai yang becek oleh air dan oven yang terbuka hingga mengeluarkan asap hitam. Jangan lupakan masakan yang tampilan nya sangat aneh. Selain itu, di atas meja juga ada segelas s**u dan sereal. “Wah~ kalian sudah pulang? Padahal aku baru saja akan memasukkan ikan ini ke dalam oven.” Nana menjawab pertanyaan Neo dengan sebuah sapaan. Sementara di tangan nya ada satu piring besar berisi ikan utuh dengan irisan lemon di atas nya dan beberapa jenis sayuran yang seharus nya tidak di masukan ke dalam oven. “Na— Nana ...?” panggil Dere setelah mendengar suara Nana, orang yang di ajak bicara oleh Neo. “Duduk lah, aku sudah membuat makanan dan sebent— “ “Tidak, kau tidak akan makan makanan seperti itu! Sebaik nya ku antar kau kembali ke kamar.” “Hei, aku sudah susah-susah masak makanan untuk Dere, kalau kau tidak mau makan tidak masalah.” Kesal Nana. Tapi seperti nya Neo tidak peduli, dia terus saja mendorong Dere untuk menjauh dari dapur dan meminta Nana untuk membereskan kekacauan yang sudah dia buat. “T— tapi Neo, Nana sudah membuatkan makanan untuk kita ....” “Sudah lah, aku tidak ingin anakku kenapa-napa karena memakan makanan seperti itu.” Ingat Neo untuk makanan aneh yang dibuat gadis berambut ikal setengkuk itu. Sungguh, demi kehidupan nya yang pernah sangat melarat pun, Neo tidak pernah memakan makanan aneh yang pasti nya rasa makanan itu juga tidak akan kalah aneh dari penampilan nya. Klang.             Piring berisi ikan yang dipegang Nana jatuh berantakan di lantai setelah mendengar apa yang di katakan Neo barusan. Secepat yang dia bisa di bergerak menghampiri Dere, menarik dia dari Neo dan memegang pundak wanita yang sudah dia anggap seperti kakak nya sendiri itu, memandang wajah cantik itu dan menatap ke dalam sepasang mata kelabu tanpa cahaya kehidupan itu kesal.             “Katakan pada ku kalau tadi orang ini bercanda.” Nana menuntut. Tapi sial nya, wajah Dere malah merona merah. Membuat Nana semakin beram dan mengalihkan pandangan nya pada Neo yang berdiri tepat di belakang Dere.             “Kau. Apa yang sudah kau lakukan pada Dere?!”  tanya Nana penuh emosi kali ini.             “Bukanya ucapanku sudah jelas?” Neo menjawab pertanyaan Nana dengan sangat santai. Meski mendapat respon tak enak dari gadis itu, tapi Neo tetap memasang wajah santai. Dia tahu kalau cepat atau lambat, setidak nya bocah itu akan menerima kalau keadaan Dere sekarang tidak lagi seperti dulu.             “Ayo kita ke kamar.” Neo menyentuh bahu Dere lagi, tapi sekali lagi Nana memelototi Neo sambil menarik tangan pria itu.             “Hei! Aku tidak terima ini! Akan ku laporkan ini semua pada Hetshin!”             Mendengar itu Neo hanya diam. Menatap Nana dingin. Dia memang sudah mendapatkan apa yang dia inginkan dengan membawa Lucifer dari Hetshin, tapi dia masih belum puas kalau sampai orang yang sudah menghabisi seluruh keluarga nya itu masih berkeliaran di muka bumi tanpa ada siapa pun yang mengadili nya.             Rahang Neo mengeras, seperti ada kebencian yang bangkit tiba-tiba dari dalam diri nya. Melepaskan tangan nya dari Dere, kemudian Neo menyentuhhkan tangan nya pada pergelangan tangan Nana, memegang erat tangan kurus itu penuh kebencian yang seharus nya tidak dia lampiaskan pada gadis kecil seperti itu tapi ... bukankah Nana yang sudah menyulut kebencian itu untuk ke luar lagi?             “Katakan pada Het— “             “Katakan, apa yang terjadi dengan dapur yang baru saja saja saya  bersihkan semalam?”             Ash memotong kalimat Neo dengan memegang tangan majikan nya dan menjauhkan tangan itu perlahan dengan cengkeraman yang sama yang di lakukan Neo pada Nana. Kaget tentu saja di rasakan Nana saat dia melihat sarung tangan yang selalu di pakai oleh Ash berlumuran darah dan kotoran yang memenuhi nya, bukan hanya itu. Pakaian yang dipakai pria itu pun hancur seperti tersayat di mana-mana, robek dan tentu saja ada luka yang terlihat masih sangat segar di sana. Penampilan yang sama persis yang terakhir Nana lihat saat Ash kembali malam itu, malam di mana oven di dapur ini meledak dan hampir menghancurkan seisi rumah.             Nana meneguk ludahnya melihat itu semua. Dia tidak tahu apa yang sudah terjadi pada Ash, tapi dia yakin kalau yang terjadi pada nya sekarang adalah ulah orang-orang yang dia temui tadi di Burlington House itu. Nana juga yakin kalau Ash juga yang sudah membunuh orang-orang yang dia temui tadi di ruangan tersebut. Tapi ....             “Jadi Nona kecil,” Ash kembali angkat suara, tersenyum sambil memandang Nana. Tentu saja dengan tatapan dingin penuh tanda tanya besar di kepala gadis ini, “apa anda sedang mencoba meledakkan dapur ini lagi, begitu?”             “A— itu ...,” dia tidak mungkin mengatakan kalau dia melakukan ini karena untuk membuat kamuflase agar Ash tidak mencurigai nya ke luar dari rumah tadi hanya untuk mengikuti pergi ke mana dia...             “Apa?” Ash menuntut.             “Tad — tadi, kan, Neo Arguandral membawa Dere ke rumah sakit dan ku pikir kalau aku membuatkan makanan sehat untuk nya dia akan cepat sembuh, tapi ...,”             “Tapi?” tanya Ash lagi saat kalimat Nana kembali terhenti. Dan sial nya, wajah Neo jadi sasaran kemarahan Nana, sekali lagi gadis ini menatap sinis ke arah Neo sambil menunjuk batang hidung Neo dengan telunjuk nya.             “Salahkan pria b******k yang sudah membuat Dere hamil seperti sekarang! Aku tidak terima kalau seperti ini, aku akan membawa Dere kembali ke rumah kami!” Marah nya.             “Rumah? Jadi anda sudah punya uang untuk membayar semua kerugian yang telah anda timbulkan? Bagus lah, biarkan saya menghitung nya sekarang.” Ash melepaskan tangan Neo dan menadahkan tangan yang sama ke arah Nana. Yang spontan membuat gadis itu mundur beberapa langkah.             Menggigit bibir bawahnya sebal, Nana tidak tahu harus mengatakan apa. Dia benar-benar tidak ingat kalau Ash pasti akan mengungkit masalah hutang-hutang nya jika dia mengatakan kalau dia ingin pulang, lagi pula Nana tidak punya uang sebanyak itu, juga dari mana dia bisa dapat uang kalau setiap kali Ash menyuruhnya untuk bekerja saja dia tidak membayarnya. Tapi sekarang ... dia benar-benar kesal dengan kelakuan seorang pria bernama Neo Arguandral. Bagai mana bisa pria itu membuat Dere- nya hamil sementara Dere itu adalah milik kakak nya, Hetshin. “Wah, sayang sekali. Karena anda masih belum punya uang untuk membayar hutang-hutang anda, kita kembali saja pada perjanjian awal dan bereskan kekacauan ini sekarang juga.” Ya, Nana memang tidak punya pilihan lain. Dan menurut adalah hal yang harus dia lakukan sekarang setelah semua kekacauan ini. Tapi ... kehamilan Dere benar-benar mengganggu nya, dia tidak ingin membuat Hetshin semakin marah pada nya hanya karena ini. Dia harus melakukan sesuatu .... “Ada apa lagi? Cepat bereskan.” Perintah Ash seolah mutlak. “Ba— baik ....” Nana menghela napas nya dalam-dalam, meninggalkan Neo Arguandral untuk mengambil kain lap. Mengabaikan Nana yang sudah mulai memunguti sampah di atas lantai, Neo mengalihkan pandangan nya pada Ash yang penampilan nya sangat kacau sekarang. Bukan hanya di tubuh nya, tapi sebagian wajah nya pun terkena cipratan darah yang entah milik siapa. “Kenapa penampilan mu seperti ini?” tanya Neo Arguandral dengan nada yang sedikit terdengar kesal. “Ah, hanya terjadi sedikit kekacauan terjadi. Tapi sudah saya bereskan, anda tidak usah khawatir.”  Jawab nya tak melepaskan senyum di wajah itu. Meski Ash mengatakan hal demikian, bukan berarti Neo Arguandral bisa percaya begitu saja. Dengan raut wajah yang tidak berubah sedikit pun, Neo masih memandang pelayan setia nya itu sebal sebelum kemudian memberi satu perintah mutlak seperti biasa nya. “Temui aku di ruang kerja, setelah aku membawa Dere masuk ke kamar nya.” Harus nya, mendengar dan melihat bagai mana tidak suka nya Neo dengan penampilan seperti itu, yang di lakukan Ash adalah ketakutan. Namun, ketakutan yang di pikirkan Nana sama sekali tidak terlihat di keluarkan Ash meski itu hanya sebiji zarah sekali pun. “Kejutan yang anda berikan sangat luar biasa, tuan...,” ujar Ash seolah sedang mengganti topik mereka sebelum Neo membawa Dere lebih jauh dari pintu dapur, membuat pria itu kembali memalingkan perhatian nya pada Ash, sementara Dere ... dia hanya diam seperti biasa nya. Tak lagi memedulikan ocehan Ash, Neo meminta Dere untuk segera mengikuti nya pergi dari sana. Melihat tuan nya hengkang dari sana, Ash hanya bisa tersenyum kemudian melirik ke arah Nana yang sudah tenggelam dalam dalam kesibukan nya membereskan kekacauan yang gadis itu buat sendiri. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Ash pun mengikuti jejak Neo untuk kembali ke kamar nya, mengganti baju dan membenahi diri nya sendiri. ‘Tidak bagus ternyata,  berjalan-jalan di dalam rumah dengan pakaian compang-camping dan bau anyir darah yang mengganggu.’ Pikir Ash. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD