Aunty ?

1078 Words
******************** ⏳ 30 Menit Kemudian... Sienna melangkah keluar dari kamar Samuel. Aroma sabun yang menempel di kulitnya terasa asing, bercampur dengan aroma maskulin samar dari kamar itu. Ia mengenakan celana bahan pendek berwarna cream dan kemeja putih Samuel yang kebesaran, jatuh longgar di bahu kurusnya. Matanya menyapu setiap sudut ruangan mewah yang dilewatinya, mencari-cari, mengintai keberadaan Samuel. Rasa canggung bercampur rasa ingin tahu. Hingga di ujung tangga lantai satu, ia berhenti. Sunyi. Hanya keheningan yang mahal dari rumah itu. Ia menoleh ke kanan dan kiri—kosong. Sienna berjalan lebih jauh, dan samar-samar, sebuah suara membuatnya menahan napas: deheman singkat, seperti orang membersihkan tenggorokan, datang dari area belakang. Tanpa pikir panjang, ia bergegas menghampiri sumber suara itu. Sedikit senyum terulas di bibirnya ketika ia melihat Samuel. Mantan suaminya itu sudah rapi dalam balutan jas hitam yang sempurna, duduk tenang di meja pantry dapur modern. Sienna mendorong pelan pintu kaca yang memisahkannya dengan Samuel, lalu berjalan menghampirinya. Ia mengerutkan kening. Samuel hanya duduk, menopang dagu, pandangannya lurus ke luar jendela. Apa yang sebenarnya sedang dilakukan pria sedingin ini? "Kamu ngapain di sini?" Samuel tidak langsung menjawab. Matanya yang tajam menyusuri penampilan Sienna, dari rambutnya yang setengah basah hingga ujung kakinya yang mungil. Jeda sesaat, penuh makna. "Menunggu delivery," jawabnya datar. "Kamu pakai baju dan celana saya?" "Ya iyalah. Kan enggak mungkin pakai yang kemarin. Kotor," balas Sienna, menarik kursi tinggi dan duduk tepat di hadapan Samuel. Samuel menaikkan alis tipisnya. "Pakaian dalam?" Sienna terkekeh nakal, tanpa beban. "Hehe... punya kamu juga." Mereka saling bertatapan. Samuel menatap mata indah Sienna dengan tatapan yang sulit diartikan—seperti membaca sebuah buku yang pernah ia baca, namun kini penuh babak baru. Sienna membalas tatapan itu, senyumnya tetap terpasang, namun benaknya dipenuhi seribu pertanyaan yang terasa berat untuk ia lontarkan. "Delivery apa?" Akhirnya, hanya pertanyaan paling netral yang berhasil lolos dari bibirnya. "Pizza," balas Samuel singkat. "Berapa? Dua?" Sienna memastikan, berharap Samuel masih memikirkan seleranya. "Tiga." Samuel bangkit, seiring terdengarnya suara bel. Pesanan sepertinya sudah tiba. "Tiga? Bukankah di sini hanya ada aku dan dia? Kenapa dia memesan tiga kotak? Apa nafsu makannya bertambah? Atau jangan-jangan..." Batin Sienna terpotong. Ponselnya berdering keras, memecah keheningan. Di layar, tertera nama kontak: My money tree. Sienna segera mengangkatnya. "Kamu ke mana aja sih? Aku tuh khawatir nyariin kamu!" Suara cemas, bahkan sedikit menuntut, langsung menyergap telinga Sienna. "Aku—" "Jadi kamu beneran mutusin aku? Jadi agensi kamu enggak bohong?" "Enggak... enggak, Sayang. Itu tuh cuman akal-akalan agensi aku doang," potong Sienna cepat, nadanya dibuat meyakinkan. "Terus dua hari ini ke mana aja? Kok enggak nemuin aku, enggak ngejelasin apa-apa, malah ngilang?" desak suara di seberang. "Aku lagi..." Sienna menjeda. Pintu dapur terbuka. Samuel masuk, menenteng tiga kotak pizza yang bertumpuk. "Aku lagi minta bantuan teman aku. Sayang, sudah dulu ya. Nanti aku telepon lagi. Bye..." Belum sempat pria bernama Malik itu membalas, Sienna sudah mematikan sambungan. Samuel hanya terkekeh singkat, suara rendahnya terdengar mengejek. Ia meletakkan kotak-kotak pizza itu di meja pantry dan mulai membukanya. "Kenapa enggak langsung minta bantuan Malik aja buat ngeluarin kamu dari agensi?" "Dia sudah terlalu sering aku mintai uang. Aku kan juga pengen meras uang mantan suami aku," ujar Sienna asal, memasang wajah yang ia anggap imut, tapi bagi Samuel jatuhnya hanya menyebalkan. Samuel tahu itu. Anehnya, ia sama sekali tidak terbebani, bahkan senyum kecilnya tampak samar-samar puas. Samuel menyodorkan satu kotak pizza ke hadapan Sienna. "Yang ini satu buat siapa?" tanya Sienna bingung, menunjuk kotak ketiga. Samuel tidak menjawab. Ia hanya menatap Sienna dengan ekspresi yang tidak terbaca. Ia mengabaikan pertanyaan itu dan mulai melahap potongan pizzanya sendiri. Merasa tidak akan mendapat jawaban, Sienna menyerah dan mulai memakan pizzanya juga. Namun, beberapa saat kemudian, Samuel tiba-tiba berhenti. Matanya melirik Rolex silver yang melingkar di pergelangan tangannya yang berurat. Tanpa sepatah kata, ia bangkit dan melangkah pergi dari dapur. Sienna bersikap bodo amat. Ia terlalu fokus pada aroma dan rasa pizza keju kesukaannya. Ia senang, bahkan sedikit terharu, karena mantan suaminya itu masih mengingat makanan kesukaannya. Samuel tidak kunjung kembali. Sienna hampir menghabiskan separuh pizzanya. Dua puluh menit berlalu. "Kalau sampai aku habiskan semua pizza ini dia belum kembali, aku akan mencarinya," janji Sienna pada dirinya sendiri. Sambil menunggu, Sienna bersenandung pelan. Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Ia langsung menolehkan kepalanya ke belakang, siap menyambut Samuel. Jantung Sienna serasa berhenti sejenak. Samuel memang kembali, tapi kini ia berjalan ke arahnya sambil menggendong seorang bocah lelaki berusia sekitar empat tahun. Bocah itu menyandarkan kepala kecilnya di bahu kekar Samuel. "Ah... rupanya Samuel memang mempertahankannya," batin Sienna, suaranya tercekat. Mau tidak mau, Sienna harus mengakui: anak yang kini didudukkan Samuel di kursi khusus balita itu tumbuh menjadi balita yang teramat tampan. Ia terlihat begitu serasi menjadi anak Samuel—sama-sama tampan—dan entah mengapa, wajahnya terasa sangat familiar bagi Sienna. Setelah empat tahun lamanya ,kini dia melihat lagi sosok yang dulu pernah menjadi bagian hidupnya . Bebera saat kemudian akhirnya Siennapun tersadar dari keterkejutannya. Dia berdehem pelan sejenak agar mencairkn suasana yang menurutnya sangat tak nyaman . "Dady ,apa ada orang lain disini ?" Tanya anak itu "Hn.." balas Samuel sambil memotong pizza keju kecil-kecil itu agar muat di mulut nick . "Siapa ?" Samuel terdiam sejenak ,dia seperti memikirkan sesuatu . Sementara Sienna terdiam membeku ditempatnya. Dia menunggu Samuel bicara. "Tantemu . Kamu bisa memanggil dia aunty" Jederrrrr..... Entah kenapa ,ada secuil rasa sakit yang hinggap di hatinya . Sienna kembali berdehem saat merasakan tenggorokannya tiba-tiba kering. Apa ini ? Dia kenapa? Pertanyaan itu berkecamuk di benak Sienna. Hening..... Tak ada obrolan apapun setelah itu .Samuel mulai menyuapi Nick pizza dan semua itu tak luput dari perhatian Sienna. Perlahan selera makan Siennapun lenyap seketika. Merasa tak nyaman dengan keadaan ini ,akhirnya Sienna beranikan untuk bicara . "K-kamu kasih sarapan dia pizza tiap hari ?" Samuel menoleh ke arah Sienna. " kamu kan tau aku gak bisa masak .Kalau ada Cheline aja ,kalau gak ada aku suka beli makanan." Sienna mengangguk nganggukan kepalanya . " Celine sering kesini ?" Tanya Sienna lagi dan entah sadar atau enggak sudah menyudahi acara makannya .Biasanya dia bisa menghabiskan 1 porsi besar pizza keju ,tapi sekarang dia hanya menghabiskan separuh nya saja. "Enggak juga .palingan hanya dua atau tiga hari dalam seminggu " balas Samuel Sienna berdiri dari duduknya membuat kursi nya berderit. Samuel mengernyit heran sambil memandang mantan istrinya itu .Dilihat Sienna berjalan ke arah kulkas besar di yang berada di sudut ruangan . "Kamu mau ngapain ?" To be continue....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD