******************
Cahaya matahari lembut menembus gorden tipis berwarna krem, menerangi sebuah ruang tamu sederhana. Dinding berwarna putih polos dihiasi satu-dua pigura foto. Lantai keramik bersih hanya dialasi sebuah karpet kecil di depan sofa.
Sofa kain berwarna cokelat muda terlihat nyaman dengan beberapa bantal berwarna senada. Di meja kopi kayu di depannya hanya ada satu cangkir bekas teh dan beberapa lembar majalah yang terbuka.
Di sudut ruangan tampak rak buku kecil berisi beberapa buku dan tanaman hias dalam pot terakota. Sebuah gitar akustik bersandar di samping rak.
Jendela terbuka sedikit, membiarkan angin sepoi-sepoi membawa masuk suara kicauan burung dari luar. Televisi di dinding tampak mati.
Ruangan ini terasa lapang dan tenang di bawah cahaya siang. Kesederhanaannya menciptakan kesan damai dan santai.
"Oke. Jadi namamu Nicholas?"
"Yeah..." jawab Nick ragu. Pasalnya, dia jarang bahkan hampir tidak pernah berbicara dengan orang lain selain ayahnya, Celine, Marsel, dan Sienna.
"Kamu ke sini sama siapa? Di mana mama kamu ?" tanya Dio, anak pertama Renata yang berumur 12 tahun. Dia baru saja pulang sekolah. Saat masuk ke dalam rumah, dia cukup terkejut saat melihat seorang anak yang sedang duduk sendirian di ruang tamu rumahnya.
"Mama?" tanya Nick heran.
"Yes, Mommy. Your mommy. Kamu pasti punya, kan?"
Nick hanya terdiam membisu. Ia pernah mendengar istilah itu, tapi tidak tahu apa yang dimaksud. Ayahnya tidak pernah memberitahunya tentang itu, jadi dia tidak mengerti.
"I don't know," jawab Nick pada akhirnya. Ia akan menanyakan itu pada ayahnya nanti.
Apakah ia punya mommy atau tidak.
Dio tersenyum hangat sambil mengusap kepala Nick. Sebenarnya, dia heran kenapa anak ini tak melihat ke arahnya saat berbicara dengannya barusan.
"Kamu pasti punya mommy. Kalau kamu nggak punya, mana mungkin kamu ada di dunia ini. Nanti tanya sama daddy-mu, mengerti ?" ujar Dio.
Nick mengangguk mengerti. Dia mulai menyunggingkan senyumannya.
Senyuman pertamanya pada orang asing yang baru saja dikenalnya beberapa menit lalu.
"Em... kamu mau ini?" Dio menyodorkan sebutir permen pada Nick sebagai tanda perkenalan pertama mereka.
"Namaku Dio, Nadio."
"Apa itu?" tanya Nick ragu.
Dio mengernyitkan dahinya heran. Dia menatap Nick dan permen yang diberikannya secara bergantian.
"Kamu nggak bisa lihat ini?" tanya Dio.
Nick terdiam sebentar, lalu menggeleng pelan.
"Karena aku masih kecil. Daddy bilang kalau masih kecil semua orang nggak bisa melihat. Nanti kalau sudah besar pasti bisa melihat. Dio sudah besar, kan?"
"Ah... ya. Aku baru saja tumbuh besar," tanggap Dio, mencoba mengerti apa yang dibicarakan Nick meski otaknya mencoba bekerja keras memikirkan apa yang dimaksud anak itu.
Sementara Sienna yang baru saja sampai di ruang tamu dan mendengar perkataan Nick terakhir tadi membuatnya sedikit terkejut.
Jadi, Samuel tak mengatakan yang sebenarnya sama Nick. Bukankah nanti akan menyakiti hati anak itu jika ia tahu dia dibohongi? pikir Sienna.
Renata yang di samping Sienna pun juga terkejut mendengar apa yang diucapkan bocah yang saat bayi pernah digendongnya itu.
"Dio...! Ganti baju dulu, habis itu cuci tangan sama kakinya," ujar Renata sedikit keras, membuat anak sulungnya itu terkejut. Dio juga melihat ke arah Sienna yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit dimengerti.
"Ih... Mama kaget tahu nggak!" kesal Dio sambil memegang dadanya yang tengah berdetak lebih cepat.
"Kalau habis pulang sekolah itu langsung ganti baju, cuci tangan sama kakinya terus makan. Kumannya jadi nempel semua kan di sofa itu," jelas Renata sambil menunjuk-nunjuk sofa yang diduduki Dio.
Bukannya menurut, Dio malah mengabaikan perkataan mamanya itu sambil mengupil.
"DIO...."
"Iya, iya. Punya Mama marah-marah terus," ujar Dio sambil melangkah gontai pergi dari sana menuju kamarnya di lantai dua. Ia menyeret tasnya dengan malas.
Renata hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan anak sulungnya itu, lalu menghampiri Nick.
"Nick, do you remember me?" tanya Renata sambil duduk di samping Nick yang masih terjerat baby carrier yang sudah hampir terlepas dari tubuh gempalnya itu, lalu meletakkan gelasnya di meja depan.
Nick menggeleng saat dia mendengar lagi suara yang membentak Dio tadi menyapanya.
Siapa lagi orang asing yang mengajak bicaranya ini? Di mana Sienna ? Apa Sienna meninggalkannya? Pikir Nick.
"Where's Aunty Sienna ?" tanya Nick.
"I'm here," jawab Sienna yang masih saja berdiri di tempatnya.
"Aunty ?" gumam Renata heran, yang langsung membuat Sienna melayangkan pandangan nyalang ke arahnya.
"Kapan kita pulang?" tanya Nick yang lebih persis seperti rengekan.
"Makan dulu baru pulang," jawab Sienna sambil merebut kembali mangkuk sup di tangan Renata, lalu menyuapi Nick perlahan.
"Itu apa?" tanya Nick.
"Sup," balas Sienna.
"Nanti ke kantor Daddy, ya Aunty?" ujar Nick sambil memakan sup yang disuapi Sienna.
"Iya," jawab Suenna sekenanya, lalu matanya menangkap Renata yang tengah tersenyum penuh arti ke arahnya.
"Ngapain senyum-senyum kayak gitu? Nyeremin tahu nggak!" ujar Sienna sarkas, yang langsung membuat raut wajah Renata berubah menjadi tidak menyenangkan.
"Sialan lo. Sini ah, biar gue aja yang nyuapinnya," paksa Renata. Ia merebut kembali mangkuk itu dari Sienna.
"Nick tahu nggak? Dulu tuh kita sering ketemu loh, pas kamu bayi," ujar Renata memulai obrolannya sambil menyuapi Nick.
"Nick bayi?"
"Iya. Pas Nick dilahirkan. Nick sangat lucu sekali," jelas Renata tanpa mengetahui kalau Sienna sudah merah padam di sampingnya.
"Dilahirkan? Aunty tahu siapa mommynya Nick?"
Deg...
Raut muka Renata langsung berubah. Yang tadinya tersenyum ceria kini malah menjadi kikuk di tempatnya.
Ia menoleh ke arah Sienna yang ternyata tengah menahan amarah melihatnya.
"Terusin aja... terusin," bisik Sienna, namun tangannya sambil noyor kepala Renata pelan.
"Aunty..."
"Diam. Makan aja yang benar, Nick!" sentak Sienna, membuat Nick cukup terkejut dan langsung terdiam membisu. Tak hanya Nick, Renata juga terkejut dengan bentakan Sienna pada Nick.
"Kok, dibentak sih?"
"Lo juga diam!" sarkas Sienna, membuat Renata juga nggak berani membantahnya dan kembali lanjut menyuapi Nick.
Tidak lama kemudian, Dio sudah balik lagi dari kamarnya dan sudah berganti baju dengan setelan kasualnya.
"Ma, Keyla lagi sama Papa, ya?" tanya Dio yang mencari sosok adiknya yang tak ia temukan di rumahnya.
"Iya, lagi beli buah. Kenapa?"
Dio menghela napasnya berat. Ia jadi menyesal kenapa main dulu sama teman-temannya tadi. Dia jadi nggak diajak ke pasar bareng adik sama papanya.
"Kok, nggak nunggu Dio pulang dulu sih, Mah? Kan Dio juga mau ikut," ujarnya kecewa sambil uring-uringan di sofa kayak anak kecil.
"Tadi Papa nungguin kamu, tapi Mama suruh tinggalin aja."
Dio merasa terkejut sekaligus sakit hati sama mamanya. Ekspresinya yang lucu cukup membuat Sienna terhibur.
Anak-anaknya Renata memang sangat menggemaskan sedari kecil, dan termasuk juga Dio. Bahkan di usianya yang mau remaja saja tingkahnya masih sama dengan usia lima tahunan.
"Kok, Mama jahat sih sama Dio? Dio punya salah apa sama Mama? Dio kan sudah minta maaf sama Mama soal baju Mama yang Dio buat lap ingus kemarin," ujar Dio dramatis yang sangat kontras dengan wajah tampannya yang sok cool.
Nick malah refleks tertawa hingga kuah sup yang masih ada di mulut kecilnya meleleh keluar lewat sudut bibirnya saat mendengar perkataan Dio.
"Tadi tuh mendung, Dio. Jadi, Mama suruh Papa cepat-cepat berangkat karena nanti takutnya keburu hujan kalau nunggu kamu," jelas Renata yang geram sama anak sulungnya ini yang masih saja merajuk ketika dirinya tidak diajak ke suatu tempat, meski ke rumah tetangga sekalipun.
"Tapi buktinya nggak hujan, kan?"
Renata semakin geram dengan Dio yang sudah pandai menentang semua ucapannya.
"Nggak usah banyak omong. Sana cepat makan!"
"Suapin," rengek Dio pelan.
"NADIO..."
"Iya, iya, makan sendiri. Nggak usah bentak-bentak bisa nggak sih, Mah?" gumam anak itu lirih, lalu beranjak pergi ke ruang makan.
"Mama tiap hari marah-marah terus. Nggak kayak Papa, lembut, penuh perhatian," dumel Dio.
"Dio, Mama dengar, ya!" sarkas Renata sambil menyuapkan sup terakhir pada Nick.
"Ya sudah. Emang Dio sengaja Mama dengar. Dio kecewa sama Mama. Dio marah sama Mama."
Sienna hanya tertawa gemas melihat tingkah Dio. Namun berbeda dengan Renata yang terlihat semakin geram dengan anak sulungnya itu. Dia lalu pergi menyusul Dio ke ruang makan.
To be continue....