Amnesia?

1343 Words
Brian telah sampai di parkiran rumah sakit setelah ia mengendarai mobil dengan kencang. Ia segera berlari ke Ruangan dokter yang dulu menangani Amora.            BRAK            Brian mendobrak pintu, membuat seseorang di dalam ruangan menjadi terkejut.            “Astaga… apa kau mau merusakkan pintu itu?” Tanya dokter Aris.            Dokter Aris adalah teman dari Brian sekaligus dokter yang sudah menangani Amora selama di rumah sakit. Maka dari itu Brian berani untuk bertingkah laku tidak sopan di depan Dokter Aris.            “Ada yang perlu kubicarakan,” ujar Brian dengan ekspresi serius.            “Siahkan duduk dulu bro.”            “Kenapa Amora tidak mengingatku dan kedua orang tuaku?” tanya Brian langsung pada intinya.            Aris heran dengan apa yang ditanyakan temanya itu karena hasil pemeriksaan kemarin sepertinya baik-baik saja.            “Hah? Saat terakhir memeriksa istrimu, keadaanya tidak apa-apa.”            “Dia tidak mengenaliku ris. Tapi dia mengingat kedua orang tuanya. Jadi bisa dibilang dia hanya hilang ingatan tentang keluargaku.”            Brian menjelaskan dengan raut wajah sedih. Ia mengingat kejadian tadi pagi ketika wajah Amora terlihat sangat takut dan tidak mengenalinya.  Sedangkan Aris terlihat sedang berfikir.            “Memori ingatan yang hilang hanya tentang keluargamu ya emm…”            Aris terlihat sangat berpikir, ia mencari jawaban yang cocok dengan kasus yang ditanyakan oleh Brian.            “Ah… ini bisa saja terjadi jika ada bagian otaknya yang cidera, yang menyebabkan kejadian menyakitkan atau yang membuatnya tertekan bisa terlupakan. Mungkin saja saat kecelakaan itu terjadi kondisi pikiran istrimu sedang kacau.”            Brian terkejut atas jawaban Aris yang menurutnya tepat sasaran. Karena memang pada malam itu dirinya malah asik bermain dengan wanita lain dan tak menghiraukan istrinya yang benar-benar membutuhkanya.            “Apa sebelumnya dia punya kenangan menyakitkan tentangmu dan kedua orang tuamu?” tanya Aris.            “….”            Diamnya Brian memberi jawaban atas pertanyaanya tadi.            “Baiklah aku mengerti… mungkin saat ini kamu harus berusaha menebus semua rasa sakit yang dirasakan Amora dulu.”            “Iya. Aku pasti melakukanya,” ujar Brian dengan kepala menunduk.            Aris melayangkan tanganya ke bahu Brian dan menepuk-nepuknya pelan. Ia paham kondisi temanya ini.            “Sabar ya bro… semua ini pasti berlalu. Kalau bisa ajak istrimu kesini biar aku priksa lagi. Diagnosaku tadi juga belum tentu benar”            “Aku tidak yakin Amora mau kesini. Apalagi sekarang ia mengira aku sedang menculiknya. Dan menurutku diagnosamu tadi sudah benar ris,” ucap Brian pasrah.            Brian sudah yakin kalau memang diagnosa Aris benar, karena ia merasa memang pantas keluarganya di lupakan karena sudah sangat menyakiti Amora.             “Tidak bisa begitu bro. kita harus lakukan pemeriksaan ulang”            “Iya aku akan berusaha membujuknya. Tapi kira-kira apa suatu saat nanti dia bisa ingat memori yang hilang ini?”            Aris terlihat berpikir lagi, badanya bergoyang ke kanan dank e kiri membuat kursi yang di dudukinya bergerak mengikuti arah badanya. ia melirik Brian yang terlihat menanti-nanti jawabanya. “Yah… Kemungkinan kecil bisa, tapi itu juga didasari atas kemauanya sendiri. Jika dia cenderung ingin berusaha mengingat kepingan-kepingan ingatan itu. Tapi… saat berusaha mengingatnya, istrimu akan merasakan rasa sakit yang luar biasa di kepalanya karena otaknya tertekan oleh ingatan yang sudah menyakiti pikiran, hati bahkan jiwanya.”            “Oke Ris. Terimakasih. Aku pamit dulu… doakan selalu istriku,” ujar Brian dengan melangkahkan kaki keluar ruangan Aris.            “Oke bro sama-sama. Jangan lupa bujuk istrimu untuk priksa.”            Aris menghela nafas ketika Brian benar-benar menghilang di balik pintu. ia tidak menyangka temannya yang dulu terkenal dingin bisa menunjukkan ekspresi khawatir seperti tadi.            “Ternyata kamu sudah lebih bijak ya hihihihi. Selamat berjuang temanku tersayang.” Gumam Aris. ***            Kruyukkk            “Aduh perutku”            Gadis yang dari tadi terus di kamar sedang memegangi perutnya yang terasa lapar. Sejak satu jam lalu ia sangat lapar, matanya selalu mencuri pandang ke nampan di atas meja yang berisikan makan lezat. Namun ia sangat takut untuk memakanya.            “Lapar sekali,” ringisnya.            Ia mengambil kelopak bunga yang ada di dalam vas di atas meja. Dan mulai menghitung kelopak bunga tersebut.            “Makan… jangan… makan… jangan… makan… jangan.” ucapnya dengan mencabut Satu persatu kelopak bunga.            “Makan… jangan… Makan.”            “Hah? Makan?”            Kelopak bunga terakhir menunjukkan bahwa ia harus memakan makananya. Namun Amora lagi-lagi masih bimbang.            “Kalau aku mati nanti gimana hiks,” ucap Amora.            Tanganya mulai menggapai nampan makanan dan matanya fokus menatap semangkuk sup ayam yang tadi diberikan oleh Brian.            “Kelihatanya lezat sekali,” ucapnya dengan melas.            “Nggak papa kan, cuma satu suap.”            Amora mengambil sendok dan mengaduk sup ayam yang sudah dingin itu. Ia mengambil suapan pertama, hatinya sangat ragu untuk memakanya namun perutnya tidak sinkron dengan hatinya.            “Ibu, ayah. Kalau Amora meninggal, maafin Amora karena belum bisa bahagiain ayah sama ibu,” ucap Amora dengan nada yang sedih.            Setelah beberapa menit menyusuri kebimbangan hanya untuk makan sup ayam, akhirnya ia memasukan suapan itu ke mulutnya dengan mata terpejam. Ia bersiap untuk menerima reaksi dari racun tersebut. Tapi ternyata tak ada apapun yang terjadi.            “Tidak terjadi apa-apa,” ucap Amora sambil membuka mata.            “Baiklah. Untuk saat ini mungkin dia tidak meracuniku. Tapi aku harus tetap hati-hati, karena aku tidak sebodoh itu,” ucap Amora dengan senyum miring diwajahnya.            Amora kembali menyuapi makanan ke mulutnya dengan lahap. Perutnya sungguh lapar seperti tidak makan satu bulan lamanya. Ia terus makan dengan pandangan yang tetap waspada, takut jika orang yang mengaku sebagai suaminya tadi masuk lagi ke kamar.            “Eeeghh~”            Amora bersendawa menandakan ia sudah kenyang. Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 2 siang. Ia memutar bola matannya, sebenarnya ia sangat bosan jika harus dikamar terus menerus. Tapi ia juga tidak tau harus pergi ke mana. Ia ingin sekali bisa pulang tapi ia tidak tau caranya. Handphone juga tidak ada.             “Apa ayah dan ibu tidak mencariku?”            Amora menatap langit-langit kamar, lidahnya mencoba mengambil serpihan daging ayam yang terselit di giginya. Kemudian menghela nafas dan beranjak ke kamar mandi. Ia tidak bisa terus merenungi nasibnya. Ia harus berusaha pergi dari rumah ini.            “Yah! Aku harus kabur” Ucap batin Amora penuh semangat.            Sementara itu, pria tampan berkulit putih dan berambut hitam legam berjalan dengan keadaan yang terlihat frustasi, ia memijit pelipisnya yang sedari tadi terasa pusing. Ia tidak menyadari bahwa ekspresinya saat ini membuat wanita yang berlalu lalang tersenyum dan merona. Brian Aditya Nara, seorang konglomerat tampan yang tidak dikenali istrinya. Sebuah penyesalan terdalam yang ia rasakan mungkin sebuah karma buatnya.            Brian memasuki mobilnya dan melaju kembali ke rumah guna memastikan keadaan istrinya itu. Apa lagi ia merasa bahwa Amora tidak mungkin keluar kamar dan mungkin saja makanan yang tadi ia bawa ke kamarnya belum dimakan karena Amora takut dirinya telah memasukkan racun ke dalam makananya. Seteleh beberapa menit, akhirnya ia sampai di rumah kemudian berjalan ke kamar Amora.            “Rasanya seperti De Javu. Sudah tiga kali aku masuk kamarnya, apa yang ketiga ini akan berakhir sama saja,” gumam Brian di depan pintu kamar.            Tok Tok Tok            “Amora”            …            Hening, tidak ada sahutan dari Amora. Brian membuka pintu kamar Amora karena takut terjadi sesuatu pada istrinya. Namun ketika Brian membuka pintu, bertepatan juga Amora yang membuka pintu kamar mandi.            “Amora apa ka-“            “Kyaaaaa!” Teriak Amora.            BRAK            Brian langsung menutup pintu kamar, wajahnya merah merona setelah melihat hal yang masih baru untuknya, ia melihat Amora hanya memakai handuk dan keluar dari kamar mandi. Mungkin bagi suami istri di luar sana ini adalah hal biasa. Namun bagi Brian ini adalah pertama kalinya ia melihat lekuk tubuh istrinya yang di balut handuk.            Setelah menutup pintu kamar dengan heboh, Brian berjalan meninggalkan kamar Amora, ia mengurungkan niatnya untuk menemui Amora, namun akan menemuinya lagi nanti malam sekalian mengantarkan makan malam Amora.            Sedangkan Amora mengomel sendiri di dalam kamar karena tindakan orang yang mengaku suaminya tersebut lancing membuka kamarnya.            “Dasar laki-laki hidung belang, m***m!” ucapnya dengan wajah kesal.            “Awas aja kalau dia kesini lagi dengan lancang. Dasar laki-laki kok nggak punya adab. Dasar orang sinting.”            Amora masih kesal dan terus saja mengomel, ia benar-benar tidak terima Brian masuk ke kamar Amora. Setelah kejadian ini mungkin akan sulit jika Brian ingin masuk ke kamar istrinya lagi. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD