Orang Yang Tak Kukenal

1117 Words
Sedih, itulah yang dirasakan Brian saat memandang istrinya diujung ranjang dengan tatapan takut serta kebingungan. Ia mencoba mendekati Amora diujung ranjang. Namun Amora malah menarik selimut guna menjaga dirinya.            “Jangan mendekat!” perintah Amora.            “Kenapa aku tidak boleh mendekat?”            “Karna aku tidak mengenalmu!”            Kedua kalinya Brian terkejut. Brian mengira tadi istrinya hanya berpura-pura tidak mengenalinya. Namun kali ini Brian benar-benar melihat raut wajah Amora yang menunjukkan memang ia tidak mengenal dirinya.            “Tapi aku suamimu Amora!” ucap Brian meyakinkan.            “Tidak! Aku belum menikah. Sekarang tolong pulangkan aku. Aku tidak tau siapa kalian semua. Aku mau bertemu ayah dan ibuku” ucap Amora dengan frustasi. Ia benar-benar tidak tau bagaimana bisa dia bisa disini. Kepalanya sangat sakit. Ia memegangi kepalanya yang sakit. “Akh!” Amora merintih kesakitan. Kepalnya seperti dibelah menjadi dua. Brian mendekat karena sepertinya Amora kesakitan. Namun lagi-lagi Amora melarang dirinya mendekat.            “Jangan-jangan kalian telah menculikku dan bersandiwara seakan-akan aku ini adalah istrimu.” “Amora tenanglah!” bentak Brian.            Brian sudah tak tahan, ia tidak mengerti jalan fikir Amora. “Tidak ada yang menculikmu. Kamu ini benar-benar istriku.” Gelengan kepala Amora membuat Brian frustasi. “Baiklah kalau kamu tidak percaya.” Brian pergi meninggalkan kamar, sekarang hanya ada Amora yang memegangi kepala di pojok kasurnya. “Tidak… aku pasti diculik. Jangan sampai aku percaya pada mereka,” ujar Amora dengan pandangan kosong. Amora membaringkan badanya, kepalanya semakin pusing. Ia tak tau kenapa kepalanya setiap saat pusing. Bahkan ia tidak ingat apa yang membuatnya se pusing ini. “Ayah…ibu… kalian dimana? Pasti kalian mencariku kan. Aku ingin pulang,” gumam Amora. Ia memejamkan matanya, berharap semua ini hanya mimpi dan akan terbangun di kamarnya sendiri, ia sangat rindu suasana kamar sederhananya di desa. Dilain sisi Brian berjalan secara gusrak ke arah ruang keluaga guna menemui kedua orang tuanya. Terlihat kedua orang tuanya masih duduk-duduk dan menonton TV. Brian segera mendekati mama dan papanya itu. “Ma, pa. Kalian sudah bertemu dengan Amora?”tanya Brian dengan tatapan ingin menangis.            Kirana dan Darel hanya diam memandang anaknya yang sedang kebingungan.            “Kenapa Amora tidak mengenaliku?”            Brian mengusap wajahnya yang frustasi. Sedangkan Kirana muak dengan ekspresi anaknya saat ini.            “Brian, bukankah ini yang kamu inginkan?”            Ucapan Kirana membuat Brian kebingungan. Apa yang dimaksud oleh mamanya itu. Sedangkan Darel, suami Kirana memandang istrinya dengan tatapan tajam.            “Apa maksudmu Kirana?” tanya Darel kepada istrinya.            “Dulu… bukankah kamu ingin pisah dengan istrimu? Kenapa tidak kamu manfaatkan keadaan ini saja. Toh istrimu tidak mengingat kita,” ucap Kirana dengan wajah tidak merasa bersalah.            Brian terkejut atas ucapan mamanya. Memang benar dulu ia ingin sekali pisah dengan istrinya, namun keadaan hatinya sudah berubah dan ia sangat kesal mamanya berkata di saat seperti ini.            “Jaga ucapanmu Kirana!”            “Kenapa mas? Toh aku berkata yang sejujurnya.”            Darel memandang Brian yang tengah terdiam akibat ucapan Kirana. “Brian, apakah yang dikatakan mamamu ini benar?” tanya Darel memastikan.            “Gawat… mama kenapa sih bilang di depan papa”            “Brian!”            “Ah iya pa, tapi itu dulu. Sekarang Brian sudah berubah pa. Brian sekarang sangat mencintai Amora”            “Papa tidak menyangka ternyata dulu kamu se b***t itu. Jika Amora sekarang seperti ini, itu artinya karma buatmu. Sekarang kamu yang harus berjuang untuk mendapatkan cinta Amora kembali,” ucap Darel dengan tegas.            Darel tidak menyangka anaknya dan istrinya dulu tidak menyukai Amora. Selama ini ia melihat menantunya itu selalu tersenyum maka dari itu ia tidak tau bahwa sebenarnya dia tidak bahagia bersama Brian. Bagi Darel Amora adalah anaknya sendiri karena kedua orang tua Amora adalah sahabat kecilnya di desa.            Brian hanya diam saat Darel bicara. Sebenarnya ucapan papanya ada benarnya. Mungkin ini memang karma untuknya.            “Kamu ini keterlaluan mas. Bilang anak sendiri kena karma, memang ini sudah takdirnya Amora. Kembalikan saja dia sama orang tuanya dan nikahkan Brian sama Elora. Dia kan cantik dan kaya. Orang tu-“            “Cukup ma!” ucap Brian dengan geram.            Ucapan Kirana terpotong karena Brian sudah muak mendengar mamanya bicara jelek tentang Amora, bagaimana pun juga sekarang menantunya sedang sakit dan tidak bisa mengingat apa-apa.            “Mungkin mama masih berpikir Amora adalah gadis desa yang miskin. Tapi bagiku Amora sekarang istriku ma. Dan siapa tau Amora akan ingat siapa kita.”            “Hahaha Jangan lupa, kalau dia bisa mengingat semuanya… mungkin kamu yang akan ditinggalkanya” ucap Kirana meremehkan.            “Aku tau itu… jika memang dia ingin meninggalkanku saat dia sudah mengingat semuanya, aku akan ikhlas. Tapi sebelum itu aku akan tetap menebus kesalahanku dan ingin merawatnya sampai sembuh,” ucap Brian sungguh-sungguh.            Darel menghela nafas melihat pertikaian istri dan anaknya. Meskipun ia ingin marah kepada Brian karena selama ini ternyata dia tak membahagiakan Amora, namun setelah mendengar ungkapan Brian, Darel tau bahwa anaknya sungguh-sungguh ingin mendapatkan kepercayaan dan cinta dari Amora kembali.            “Aku akan ke dokter menanyakan tentang hal ini,” ucap Brian sambil melangkahkan kaki.            Brian melangkahkan kakinya menuju parkiran mobil, namun ia teringat sesuatu yang membuatnya kembali ke dalam rumah.            “Katanya ke dokter?” tanya Darel.            “Ada yang harus kupastikan,” ucap Brian dengan serius. Dengan wajah tersipu ia kembali bertanya pada Kirana dan Darel. “Apa istriku sudah makan?”            Darel tersenyum tipis sedangkan Kirana memutar bola mata menunjukkan dia tidak suka.            “Dia belum makan sama sekali,” jawab Darel.            Brian langsung mengambil makanan di dapur dan berjalan menuju kamar Amora. Tok…Tok…Tok            “Amora…” panggi Brian.            “…”            Tidak ada sahutan dari istrinya, langsung saja Brian membuka ganggang pintu kamar dan masuk ke dalam. Ia melihat Amora sedang tertidur. Padahal baru saja ditinggal sebentar, namun istrinya ini sudah tertidur lelap. Brian meletakkan makanan di atas meja di samping ranjang. Brian ingin sekali membangunkan Amora agar segera menyantap makanannya, namun mengingat reaksinya tadi, ia mengurungkan niatnya dan lebih memilih pergi. Belum sampai pintu tiba-tiba ada suara membuat langkahnya terhenti.            “Kamu mau meracuniku?” ucap Amora dengan posisi yang masih tidur.            “…”            Brian hanya diam, ia takut akan terbawa emosi jika menanggapi Amora yang berontak seperti ini.            “Kalau mau membunuhku. Bunuh saja langsung, tidak perlu pakai meracuniku.”            Tangan Brian terkepal, ia sungguh kesal bercampur sedih. “Apa kamu pura-pura tidak mengingatku?”            Dengan geram, alhasil ucapan itu yang terlontar dari mulut Brian. Amora merasa kesal karena ia dituduh berpura-pura.            “Apa aku terlihat sedang berpura-pura?!” ucap Amora tidak terima.            “Lantas apa aku juga terlihat berpura-pura Amora?!” bentak Brian.            Brian mengusap wajahnya secara kasar. “Sudahlah. Makanlah itu… tenanglah tidak ada racun di dalamnya.”            Setelah mengucapkan itu ia pergi dari kamar Amora dan langsung berjalan menuju parkiran mobil untuk segera ke rumah sakit. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD