2. Rayya : Aku, di antara Abhi dan Jessica

1844 Words
“Rayya…” sebuah goncangan terasa di lengan baju Rayya, gadis berparas manis berusia dua puluh satu tahun. Tapi sepertinya gadis itu abai pada sahabat di sebelahnya ini. Matanya lekat melihat ke arah depan. Seorang lelaki tampan bertubuh atletis tampak menggandeng mesra seorang perempuan sangat cantik bak putri raja, menuju sebuah mobil mewah. “Ray, udah deh gak usah dilihat itu. Yuk buru kita daftar wisuda dulu.” Gadis yang sedari tadi coba membuyarkan konsentrasi Rayya, kembali coba membuat Rayya tersadar. “b******n emang dia San! Sekarang bahkan dia tega banget di depan mataku menggandeng tuan putri tadi dengan begitu mesranya.” Santi, si sahabat akhirnya juga ikut melihat ke arah yang sedari tadi mata Rayya lekat memandang. Dalam hatinya, Santi ikut mengumpati lelaki tampan yang dengan hati-hati dan penuh sayang menggandeng gadis super cantik. “Kan aku udah bilang, gak usah dilihat! Yuk, kita bayar wisuda dulu Ray, bentar lagi tutup nih.” Akhirnya mau tak mau, Santi menarik tangan Rayya ke suatu tempat, tapi dia lupa bahwa mereka harus melewati pasangan yang sedang dimabuk asmara itu. Cengkeraman tangan Rayya semakin kencang pada lengan Santi, membuat gadis bertubuh atletis bak atlit itu meringis. Dia yang terbiasa olah tubuh saja merasa sedikit kesakitan dengan cengkeraman tangan itu. Santi berdehem agar Rayya terpecah konsentrasi dan tidak terus menerus melihat ke arah sepasang cucu Adam yang bergandengan tangan dengan mesra. Bahkan sekarang tampak si lelaki membuka jaket yang dia pakai dan disampirkan di pundak sang gadis cantik. Mata Rayya semakin membola melihatnya. Namun kali ini juga diiringi beberapa bulir air mata yang mengalir. Sesuatu di sudut hatinya terasa sangat sakit melihat pemandangan indah di depannya. Mungkin, karena merasa diperhatikan, akhirnya si lelaki mmenyadari hal itu. Kepalanya menoleh ke arah Rayya. Untuk sesaat, mata keduanya bersirobok. Tampak senyum yang dipaksakan terbit di bibir si pemuda tampan. “Bhi, kenapa berhenti? Aku kedinginan nih.” Suara lembut mengalun merdu, menyadarkan lelaki muda nan tampan itu bahwa dia sedang bersama seorang gadis lain. Abhi, si lelaki, menunduk dan memberikan senyum lebar pada Jessica. “Eh iya, maaf. Yuk masuk mobil sebelum kamu tambah kedinginan.” Abhi membuka pintu penumpang mobilnya, setelah memastikan Jessica duduk manis, dia kembali menoleh ke arah gadis yang sedari tadi terpaku melihat ke arahnya. Kembali sebuah senyum dia paksa terbit di bibirnya. Tangannya terkepal saat melihat Rayya menyeka sudut mata indahnya dengan kasar. Abhi harus mematikan hatinya, menulikan telinga, membutakan matanya, berpura tidak melihat bahwa di depannya ada seorang gadis yang melihat ke arahnya dengan pandangan mata penuh kebencian. Dia harus mematikan hatinya agar tidak menjerit, meneriakkan nama Rayya, merengkuh pundak ringkih gadis yang telah mengisi harinya selama enam tahun ini! Ya, enam tahun bersama Rayya, berbagi suka dan duka, berbagi cerita, berbagi asa dan angan untuk merajut mimpi indah. Semuanya hancur karena ada gadis lain yang harus dia jaga baik-baik. Jessica, gadis yang kecantikannya bak seorang putri raja dari negeri dongeng. Gadis yang membuatnya harus rela melepas mimpi indah bersama Rayya. Gadis yang saat ini menatapnya dengan penuh kebencian. Benci! Yah, mungkin itu yang terbaik bagi mereka saat ini. Rasa benci adalah yang diperlukan oleh gadis tadi untuknya, menggantikan rasa sayang dan cinta yang mereka bina selama enam tahun ini. Dia harus menjejakkan kakinya terpaku di tempatnya saat ini, agar tidak lancang berlari dan memeluk Rayya, memberi penghiburan pada gadis itu, berkata bahwa semua tidak seperti yang terlihat. Bahwa dia melakukan ini semua karena terpaksa. Bahwa dia dan Jessica hanyalah sebuah keterpaksaan saja. Tapiii… itu tidak mungkin dia lakukan. Suara ketukan pintu kaca mobil kembali menyadarkannya, ada gadis lain yang sudah ditetapkan akan menjadi istrinya beberapa bulan lagi. Abhi yang memutus kontak mata pertama kali, dia memutari kap mobil depan, segera menyalakan mobilnya dan menekan pedal gas agar bisa segera pergi dari sini. Tapi dari spion mobil dia bisa melihat kekasih hatinya terjatuh! Dia ingin berhenti dan berlari menolong Rayya, tapi sudah ada Santi dan teman-teman lain yang menolong gadis itu. Biarlah dia memainkan peran antagonisnya dengan sempurna agar Rayya membencinya dan melupakannya. * Ponsel Rayya berdering nyaring. Dilihatnya sang penelpon adalah kakak tercinta yang ada di kampung halaman, mengajak panggilan video. Malas-malasan Rayya menjawab. “Halo assalamualaikum…” Sapanya, dipaksa riang. “Waalaikumusalam. Hai dek, lagi ngapain? Ada sesuatu yang Mbak mau beri tahu ke kamu, tapi kamu janji yang kuat ya.” Rayya merasa penasaran karena kakaknya malah mengajak main teka-teki. “Ada apa mbak? Ada sesuatu yang penting ya? Bapak, ibu sama eyang baik dan sehat semua kan?” Mendadak Rayya merasa cemas jika ada salah satu keluarganya yang sakit. Dia berada cukup jauh dari kampung asalnya, walau masih di Indonesia juga hanya beda pulau. Tapi saat melihat wajah Dinar, kakaknya terlihat suram, tidak seperti biasanya. “Alhamdulilah kami baik dan sehat dek. Ini bukan tentang kami, tapi tentang Abhi.” Terdengar helaan nafas berat dari kakaknya. “Abhi? Ada apa dengan Abhi mbak?” Tanya Rayya. Dia was-was kenapa nama Abhi, lelaki yang menjadi kekasihnya sejak mereka sekolah menengah atas hingga lulus kuliah, ralat tepatnya hingga dua bulan lalu. “Semalam, orang tua dan eyangnya Abhi datang ke rumah. Kami kaget karena sangat mendadak. Ternyata untuk memberi undangan bahwa minggu depan, bapak dan eyang mendapat undangan tasyakuran di rumah Abhi dek.” Suara Dinar memelan, sepertinya dia coba merangkai kata agar adik kecilnya siap dengan kabar buruk yang akan dia sampaikan. Rayya menelan ludah, dia coba mengusir perkiraannya. “Tasyakuran ya Mbak? Kelulusan Abhi ya? Wah kalau gitu nanti bapak dan ibu juga harus bikin tasyakuran buatku ya mbak.” “Dek, apakah kalian berdua putus?” Tanya Dinar dengan prihatin. Dia tahu betapa Rayya sangat mencintai Abhi. Rayya menggeleng lemah, senyum getir muncul di bibirnya yang memucat. Abhi memang tidak pernah berkata putus padanya, tapi mendadak lelaki itu menggandeng putri cantik nan kaya raya. Mungkin dia sudah bisa menduga kabar yang akan disampaikan kakaknya, tapi dia mencoba menyangkal. “Seperti yang Mbak duga, huuuftt…. Sialan si Abhi emang.” “Mbak, tasyakuran apa di rumah Abhi minggu depan?” Tanya Rayya. “Abhi akan menikah dengan gadis lain, dek. Itulah kenapa papa mamanya sowan ke rumah semalam untuk memberikan undangan sekaligus meminta maaf.” Jebol sudah bendungan air mata Rayya yang dia tahan sedari tadi. Ternyata benar, Abhi akan menikahi gadis cantik bak putri itu. “Dek, gak usah nangis yaa. Mungkin saja Abhi memang bukan jodohmu. Kamu akan dapat lelaki lain yang jauh lebih baik darinya. Seka air matamu dek, lupakan Abhi!” Kata Dinar, tegas. Rayya mengangguk sambil menyeka matanya, tapi ada satu yang mengganjal dari berita yang disampaikan kakaknya tadi. “Mbak, kenapa papa dan mama Abhi minta maaf?” “Kata mereka, karena selama ini kalian sangat dekat tapi Abhi menikahnya dengan gadis lain, bukan kamu. Mbak yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka, nanti mbak akan cari tahu ke Eliza. Sebagai seorang kakak, seharusnya Eliza tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi dek, pesanku lebih baik kamu lupakan Abhi dan membuka hatimu untuk lelaki lain.” Panggilan video itu selesai. Rayya membenamkan wajahnya di bantal, dia menangis tersedu. Melampiaskan segala kesal, kecewa, emosi dan patah hati yang dia rasakan di saat bersamaan. *** “Rayya, kamu yakin dengan keputusan ini? Jangan hanya karena ingin melarikan diri dari Abhi, terus kamu salah kaprah ikutan kami ke Sulawesi.” Suara seorang gadis memecah konsentrasi Rayya yang sibuk mengepak ransel. “San, kamu kan tahu alasan pastinya apa. Abhi sudah memilih perempuan lain. Selama ini dia hanya menipuku saja, memanfaatkanku. Kukira dia tulus, nyatanya dia lelaki b******k! Sama dengan lelaki b******n di luaran sana.” Rayya, gadis manis yang mengumpati Abhi. Santi menghela nafas panjang. Menjadi sahabat Rayya dan juga dekat dengan Abhi, membuatnya terjebak. Sialan lu Bhi, kenapa juga gak terus terang sama Rayya sih? Gue yang kejepit nih. Amsyong! Santi juga ikut menyumpahi Abhi walau hanya dalam hatinya. “Kamu gak mau coba cari tahu alasan sebenarnya Ray? Apa yang terlihat belum tentu terjadinya seperti itu.” Santi mencoba meluluhkan hati Rayya. “Alasan apalagi sih San? Dua bulan ini Abhi membuangku layaknya aku ini tisu bekas! Dia tega San, tega banget bermesraan di depan mataku! Mentang-mentang gadis itu jauh lebih kaya, lebih cantik, anak pemilik berbagai perusahaan! Aku gak mungkin bisa dibandingkan dengan gadis itu. Apalah aku ini San? Hanya seorang gadis kampung yang polos dan dengan bodohnya mau begitu saja dimanfaatkan oleh lelaki bernama Abhi Hafi Ihsan.” Suara Rayya terdengar getir. “Ray…, gak semua yang tampak terlihat oleh mata, begitu keadaannya. Sekali lagi aku nasehati kamu sebagai seorang sahabat, yang terjepit di antara kamu dan Abhi, pikirkan baik-baik hal ini sebelum kamu pergi ikut kami ke Sulawesi. Kontrak kita di sono tiga tahun lebih Ray.” “Sulawesi kan masih bagian Indonesia juga sih San, cuma butuh penerbangan doang kan? Aku masih bisa pulang ketemu bapak ibu dan eyang tiap Idul Fitri, itu sudah cukup. Yang pasti, aku ingin melupakan Abhi dan segala janji manis sialannya itu.” Kembali Santi menghela nafas panjang. Kali ini dia menggaruk rambutnya. Gadis ini, Rayya Fatima Utami, adalah gadis lemah lembut yang sayangnya keras kepala. “Jangan sampai menyesal ya Ray. Karena jika penyesalan itu datang, pasti datangnya terlambat.” “Iya.” Jawab Rayya mantap. *** Rayya menatap ponselnya dengan mata membola. Abhi menelponnya! Padahal saat ini dia sudah di basecamp akan ke bandara. “Halo…” Akhirnya mau tak mau Rayya menjawab telpon itu. “Hai Aya… “ Suara bariton Abhi tercekat, seperti tidak tahu harus berkata apalagi. “Ada apa Bhi?” Tanya Rayya dengan nada dingin. Padahal dalam hati, sungguh dia ingin melihat Abhi dan memeluknya, menuntaskan rindu. “Aku di depan kosmu, ada yang ingin kubicarakan sebentar. Sebentar saja.” Jawab Abhi setelah menghela nafas panjang, penuh depresi. Ganti terdengar helaan nafas Rayya. Kening Abhi berkerut, tidak biasanya Rayya membutuhkan waktu menjawab selama ini untuk menjawab. “Bhi, aku sudah tidak kos di situ lagi. Aku sekarang di basecamp, sebentar lagi ke bandara.” “Bandara? Mau ke mana? Kamu mau pergi mana Aya?” Teriak Abhi. Pergi ke mana saja yang penting melarikan diri darimu Abhi! Teriak hati Rayya. “Aku ikut program LSM kantornya Sinta. Tiga tahun.” “A… apa? Kamu mau pergi ke mana Aya?” Suara Abhi terdengar panik, Rayya tahu itu. “Rayya… ayo berangkat, takut terjebak macet.” Terdengar samar-samar suara seorang lelaki memanggil nama Rayya, mengingatkannya bahwa mereka harus segera berangkat ke bandara. “Iya Kak Rivan, tunggu sebentar. Bhi, sudah ya. Lagipula di antara kita sudah tidak ada apa-apa lagi kan? Kamu membuangku demi gadis lain yang aku sendiri bukanlah tandingannya. Aku tahu kamu akan segera menikah, selamat ya Bhi. Semoga bahagia. Aku sakit dan patah hati Bhi, aku terluka dan kamu tahu itu. Tapi aku tidak akan mungkin menang melawan gadis itu. Maaf aku tidak bisa hadir di pernikahan kalian.” Tuuut… tuuut…. Abhi melihat ke ponselnya. Raut wajahnya berubah muram, sangat muram. Abhi menjerit kencang untuk salurkan kekesalannya. Mungkin lebih baik begini, Rayya pergi darinya tanpa pamit, seperti dia yang pergi dari hidup Rayya juga tanpa pamit. Masing-masing hanya meninggalkan luka, bukan meninggalkan kenangan indah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD