Knowing you

2143 Words
Hana berjalan memasuki alamat yang di berikan oleh Miranti. Sebuah restoran mewah yang bahkan hanya untuk lewat di depannya saja, ia sudah tidak percaya diri. Tapi siapa sangka, disinilah ia berada sekarang dengan pakaian sederhananya. " Ya halo eyang. Ini aku baru masuk. Eyang dimana?" " Eyang baru aja sampai. Ini udah di dalam. Kamu langsung aja ya. Buruan, Erkan nggak suka orang yang telat" ucap Miranti sedikit berbisik. " Ya udah. Tungguin ya eyang" Hana lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas sambil menggerutu sendiri. " Calon suami, baru juga mau kenalan udah banyak aturan." ucapnya sambil geleng-geleng kepala. Hana kemudian memasuki ruangan yang telah dibukakan untuknya oleh seorang pelayan dan menemukan Miranti yang duduk dan melambaikan tangan padanya. " Eyang, maaf ya Hana bikin nunggu. Tadi Hana harus kerja dulu terus ke sini deh. Maaf ya." ujar Hana sambil menciumi kedua pipi Miranti. " Nggak apa-apa. Kami juga baru sampai. Tapi untung aja Erkan nggak langsung masuk. Dia nerima telepon tadi." " Kamu mau makan apa?" tanya Miranti disaat bersamaan ketika pintu ruangan itu kembali terbuka dan menampilkan sosok seorang pria tampan dengan balutan jas abu-abu tua yang menutupi tubuh tinggi atletisnya. " Gila, ini orang jauh lebih cakepan aslinya" bisik Hana dalam hati ketika melihat sosok pria yang akan dijodohkan dengannya. "Maaf, saya ada telepon tadi." ucap Erkan sambil langsung menempati kursi yang ada di hadapan Miranti. "Hana, kenalin ini cucu eyang. Kesayangan eyang. Jantung hati eyang. Namanya Erkan." ujar Miranti dengan ramah kepada Hana yang kini nampak salah tingkah. Erkan hanya menatap lurus pada gadis yang duduk di hadapannya itu tanpa ekspresi apapun. " Erkan, ini Hana, cucu kesayangan eyang juga. Penyejuk mata eyang." puji Miranti sambil mengusap lembut rambut Hana yang tersenyum kepadanya. " Selamat malam. Gimana kalau kita makan aja?" ucap Erkan dengan datar. " Ya udah, Hana kamu mau makan apa sayang?" " Eyang tahu kamu mau pesan apa. Pasti Zuppa Soup kan?" imbuh Miranti kembali. Hana tersenyum lebar mendengar Miranti masih mengingat makanan kesukaannya. " Kok eyang tahu?". " Itu kan makanan kesukaan kamu. Eyang ingat sejak kamu kecil, kalau kita makan di luar, kamu selalu pesan itu. Ingat nggak waktu kamu sakit, kamu nggak mau makan apapun, tapi begitu eyang bawain kamu Zuppa Soup, kamu langsung makan dengan lahap." Hana nampak menerawang masih dengan senyum merekahnya. Memamerkan deretan gigi putih, gusi merah muda dan lesung pipi menawannya. Tanpa mereka sadari, interaksi intens antara Hana dan Miranti tidak luput dari perhatian Erkan yang sesekali nampak mencuri pandang dari balik buku menu yang tengah di bacanya. " Eyang, itu cucunya lagi baca kontrak kerja apa buku menu sih? Serius amat" bisik Hana pada Miranti yang membuat Miranti tidak dapat menahan senyumnya. " Sssttt... Dia emang gitu. Orangnya sedikit serius. Tapi sebenarnya hatinya baik banget. Seperti kamu" " Ekhemm ... Permisi, eyang mau pesan sekarang?" sela Erkan yang terlihat sedikit kesal karena terlihat seperti tidak berada diantara mereka. " Oh iya sayang, eyang juga mau pesan Zuppa soup aja. " Setelah itu Erkan nampak memanggil pelayan dan menyebutkan pesanan mereka bertiga. Sambil menunggu pesanan makanan mereka datang, Miranti mencoba menjadi penengah diantara mereka. Sesekali menyebutkan kelebihan Erkan dalam pembicaraannya dengan Hana, begitupun sebaliknya saat ia berbicara dengan Erkan. Hal yang tentu saja tidak begitu menarik bagi Erkan. Namun hal yang bisa Erkan tangkap dari pertemuannya dengan Hana saat ini adalah, kedua wanita dihadapannya ini begitu sangat saling menyayangi. Meski Miranti juga dekat dengan kedua saudari perempuannya, dan mereka pun juga sangat dekat, namun hal itu dianggapnya wajar karena mereka memang memiliki hubungan darah. Namun dengan Hana, yang ia ketahui adalah anak asuh Miranti di panti asuhan, terlebih dengan sifat Miranti yang tidak gampang dekat dengan orang lain bahkan terkesan pemilih, sungguh hal ini diluar dugaannya. Gadis itu nampak luwes berada di dekat Miranti. Ia bahkan tidak ragu memeluk dan menyentuh wajah Miranti ketika mereka bercanda. Ia bahkan selalu membuat wanita tua kesayangannya itu nampak tertawa dan bahagia. Begitu pula halnya dengan Miranti, tangannya tidak henti mengusap lembut rambut dan punggung gadis cantik itu. Cantik? Ya menurut Erkan, gadis itu cukup cantik dengan tampilan sederhananya. " Andai saja dulu eyang memperlakukan Lara seperti itu juga" batin Erkan. *** " Ya udah, biar saya anterin dia pulang." ucap Erkan pada Miranti yang mengatakan sudah lelah dan ingin istirahat begitu Yuni telah sampai di restoran tempat mereka makan malam. Yang sebenarnya ingin meninggalkan Erkan dan Hana berdua agar mereka dapat sedikit mengobrol. " Nggak perlu kok eyang. Aku bisa pulang sendiri. Lagian udah malam. Eyang duluan aja, aku nggak apa-apa." ucap Hana menolak ketika Miranti menyuruh Erkan mengantarkan dirinya pulang. " Justru karena udah malam sayang, bahaya kalau kamu naik angkutan umum." " Nggak naik angkot kok eyang. Aku naik ojek online. Biar aku pesan dulu." jawab Hana sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. " Saya antar kamu pulang. Eyang hati-hati di jalan." ucap Erkan dengan tegas dan kemudian membukakan pintu mobil untuk Miranti. Miranti mengecup pipi Hana kemudian mengusap lengan Erkan dengan lembut sebelum kemudian memasuki mobilnya. " Titip Hana ya sayang," Yang dibalas dengan anggukan oleh Erkan lalu mengecup kening Miranti. Setelah mobil yang menjemput Miranti berlalu, mobil milik Erkan pun datang dan berhenti tepat di hadapan mereka. " Terima kasih." ucapnya pada pelayan Valet yang memberikan kunci mobil miliknya kemudian berjalan menuju kursi kemudi. " Ayo naik." ucapnya pada Hana. " Nggak perlu. Saya bisa pulang sendiri. Makasih sebelumnya." ucap Hana sambil berjalan meninggalkan lobby restoran tersebut. Erkan tercengang melihat tingkah wanita yang berjalan menjauh dari mobilnya tersebut. Ia kemudian melajukan kendaraannya mengiringi langkah Hana. Dan tepat di hadapan Hana, ia menghentikan mobilnya lalu turun menghampiri gadis berambut panjang tersebut. " Ayo naik. Saya antar kamu pulang. Jangan seperti anak kecil. Ini perintah eyang." ucapnya pada Hana yang berhenti di pinggir jalan dan memesan ojek online dari ponselnya. " Nggak usah. Terima kasih tuan Erkan. Tapi saya bisa pulang sendiri. Saya nggak mau merepotkan. Saya bisa naik ojek." ucapnya dengan ketus karena Erkan menyebutnya seperti anak kecil. Erkan paling tidak menyukai saat ia berbicara dengan orang lain namun orang lain tidak memandangnya. Ia lalu merampas ponsel milik Hana dan kemudian berjalan menuju kendaraannya tanpa memperdulikan reaksi protes dari Hana. " Eh, apa-apaan sih. Nggak sopan banget. Balikin hp saya deh cepetan" seru Hana ketika melihat Erkan memasuki mobilnya. " Masuk cepat. Saya kembalikan kalau sudah sampai rumah kamu." ucap Erkan santai sambil memasang sabuk pengaman dan menyalakan kendaraannya. Hana hanya bisa mendengus kesal dan kemudian memasuki kendaraan milik Erkan. " Okelah, kalau kamu maksa" ucapnya acuh. *** Sudah 10 menit lamanya mereka berjalan, namun mereka sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata apapun. Mereka berdua sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Erkan yang memikirkan Lara, dan Hana yang tahu dengan baik jika mereka berdua tidak menginginkan pernikahan ini. Terlebih Erkan yang menurutnya akan lebih banyak kerugian jika menikahi gadis seperti dirinya. " Jadi?." tanya Erkan memecah keheningan yang membuat Hana mengerutkan keningnya. " Apanya?" " Jadi bagaimana?." " Gimana apanya?." Erkan menarik napas mencoba menahan diri dari sikap gadis disebelahnya itu. " Kamu tahu kan niat eyang mengajak kita ketemu malam ini?." Hana terdiam. " Saya-----." " Saya nggak setuju." ucap Hana memotong pembicaraan Erkan. Ia hanya tidak ingin mendengar hal yang sudah ia ketahui jawabannya. Ia tahu jika pria itu pastilah tidak menyetujui ide Miranti tersebut, terlebih setelah pertemuan mereka malam ini. Karena itulah tadi ia bahkan tidak memoles dirinya berlebihan, ia berpakaian seperti biasa hanya sedikit lebih rapih. Ia bahkan tidak mencoba tampil menawan untuk memikat hati cucu Miranti tersebut. Semua karena ia tahu, jika hal ini tidak akan berhasil. Dan semua itu terbukti dengan Erkan yang bahkan tidak melirik padanya atau sekedar bersalaman dengannya saat berkenalan. " Eyang tahu itu. Saya sudah bilang eyang kalau kita terlalu berbeda. Saya tahu kamu juga tidak menginginkan hal ini sama seperti saya. Saya masih ingin kuliah, kerja yang baik. Saya bahkan nggak berani bermimpi akan menikah. Apalagi dengan orang yang tidak saya kenal. Kamu pun pasti punya standar kamu sendiri. Punya mimpi sendiri. Saya nggak mau kita saling merusak masa depan masing-masing." " Lalu eyang?." tanya Erkan. " Saya nggak mungkin menolak eyang setelah semua yang eyang lakukan untuk saya." jawab Hana datar. Kendaraan mereka berhenti saat mendapatkan lampu merah. Dan tanpa sengaja Erkan melirik gadis yang ada di sampingnya itu yang menatap lurus ke depan namun dengan pandangan kosong. " Eyang adalah orang terakhir yang akan saya kecewakan. Karena memang di dunia ini, hanya dialah yang saya punya. Yang sayang sama saya dengan tulus. Orang yang sejak saya kecil, selalu ngasih saya apapun yang saya butuhkan. Dan saat pertama kali dia minta sesuatu ke saya, mana mungkin saya menolak. Terlebih dia melakukan ini hanya karena khawatir sama kita berdua. Jadi mungkin, kita hanya harus meyakinkan eyang kalau tanpa kita menikah pun, kita akan baik-baik saja. Dan kita mungkin bisa menjadi teman yang saling menjaga. Ya itupun kalau kamu mau jadi teman saya." " Maksudnya?." " Ya kamu kan punya semua kualitas yang seperti eyang bilang ke saya. Jadi ya diantara semua potensi kamu untuk di kelilingi teman ataupun perempuan atau kolega atau apalah, nggak mungkin kan kamu mau berteman sama orang kayak saya." " Sok tahu." ucap Erkan melirik pada Hana. " Terserah. Eh depan kamu belok kanan aja, rumahnya yang sudut" Setelah mengikuti arahan Hana tadi, kini sampailah mereka di sebuah bangunan berpetak- petak khas rumah kost yang nampak ramai dengan beberapa pasangan anak muda yang sedang berkumpul. " Kamu tinggal disini?." tanya Erkan memastikan dan di jawab anggukan oleh Hana yang sedang melepaskan sabuk pengamannya. " Kenapa? Jelek?." " Iya jelek. Kayak club malam. Eyang tahu kamu tinggal disini?." ucap Erkan terus terang. " Ini yang paling murah. Lagian pagi saya kuliah, abis itu langsung kerja. Pulangnya juga udah malam. Tinggal tidur. Dan tentu aja eyang nggak tahu. Yang ada, eyang malah makin maksa supaya kamu nikahin saya." " Kamu nggak takut dinilai seperti mereka?." tanya Erkan begitu melihat seorang gadis yang turun dari mobil sebuah mobil mewah dengan pakaian minim dan dandanan mencolok. " Emang kamu tahu mereka seperti apa? Lagian saya juga nggak peduli. Toh saya kelaparan karena harus ngirit nggak ada juga yang peduli. Dan siapa tahu aja saya emang bagian dari mereka. Iya kan? Makanya, kamu yakinin eyang biar kamu nggak harus nikah sama saya. Ya udah, makasih udah antarin saya pulang. Sebagai gantinya, saya akan ngasih ide ke eyang untuk cariin kamu calon istri yang lebih serasi buat kamu. Tenang aja." ucap Hana lalu membuka pintu mobil di sampingnya namun seketika lengannya dicegat oleh Erkan. Hal itu membuat jantung Hana tiba-tiba berdetak cepat. Entah mengapa ia tiba-tiba merasa gugup dan nampak seperti orang bodoh. " Ini, hape kamu. Saya kembalikan." " Oh ow... iya." Ucap Hana salah tingkah dan dengan cepat mengambil ponsel miliknya dari tangan Erkan lalu kemudian berjalan memasuki pekarangan kost nya. " Malam Hana." sapa salah seorang pemuda yang menggoda Hana. " Dapet orderan ya Han?" tanya seorang gadis dan sempat di dengarkan oleh Erkan sebelum kaca jendelanya tertutup sempurna. Sepanjang perjalanan, Erkan memikirkan semua ucapan Hana padanya tadi. Gadis itu ternyata memiliki rasa rendah diri di balik sikap santai dan tegarnya. Dan ia pun menyadari apa yang Hana katakan ada benarnya juga. Mereka tidak boleh saling menghancurkan mimpi dan masa depan masing-masing dengan pernikahan ini. Karena sampai saat ini, ia masih belum bisa melupakan Lara. Flashback on " Erkan, kamu mau aku bertahan demi nungguin restu eyang buat kita? Sampai kapanpun, eyang kamu nggak akan restuin kita menikah. Terlepas dari aku keponakan ibu tiri kamu, eyang nggak akan pernah setuju. Terus apa yang kamu harapin dari aku? Nunggu? Sampai kapan?." " Kasih aku waktu sayang. Aku akan ngomong sama eyang lagi. Kamu tahu kan eyang sakit, aku nggak bisa bikin eyang stress dulu. Please kasi aku waktu ya " " Nggak bisa. Aku udah capek. Aku harus move on. Aku nggak bisa stuck disini terus. Masalah ini terus. Eyang kamu pikir aku ini hanya ngejar harta kamu. Oke, akan aku buktiin, aku bisa dapetin yang lebih dari kamu." " Maksud kamu?." " Aku mau putus. Aku akan nerima lamaran teman mama aku." " Sayang jangan bercanda. Ini nggak lucu." " Kita putus Erkan, semoga kamu dan eyang bahagia seperti saya yang pasti akan sangat bahagia." Lara mengambil tas nya dengan kasar lalu kemudian berjalan meninggalkan ruang kerja Erkan dengan marah. Flashback off Erkan menggenggam erat kemudinya dan memijat keningnya dengan satu tangan lainnya. Meski kejadian itu telah berlangsung beberapa tahun lalu sebelum Erkan pindah ke Singapura, dan Lara pun telah menikah, namun kejadian itu masih selalu menyakitinya. Ia kemudian menyibukkan dirinya dengan bekerja dengan serius hingga hal tersebut menjadi kebiasaan baginya sampai melupakan hal yang tidak begitu penting menurutnya. Namun beberapa hari yang lalu, saat ia bertemu dengan Sean sahabatnya, yang juga sahabat dari Lara mengatakan bahwa Lara dan suaminya sedang dalam proses perceraian. Hal yang membuat dirinya sedikit merasakan berbagai macam perasaan yang sulit ia jelaskan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD