Chapter 2

1850 Words
Wanita itu menghempaskan tubuhnya dengan keras pada sandaran kursi dan menghembuskan napasnya keras-keras, membuat wanita yang duduk di depannya hanya bisa menatap sedih dan ikut prihatin dengan apa yang menimpa sahabatnya itu.                   "Kau tau kan Na, sejak dulu bahkan saat menginjak High School aku sudah memiliki kriteria suami masa depan, dia harus tampan, mapan, rupawan, anak sultan, karir cemerlang dan masa depan gemilang, bukan pria asing yang bahkan tidak kuketahui rupa dan sifatnya. Di jaman seperti ini, bahkan perceraian begitu mudah terjadi dari pasangan yang saling mencintai dan menjalin hubungan sebelum menikah, bisa kau bayangkan bagaimana kehidupan pernikahanku nanti dengan pria asing yang belum pernah aku temui dan sebentar lagi akan menjadi suamiku? Ya Tuhan. Takdir macam apa yang kau berikan padaku? Kandas semua mimpiku menikah dan dijemput oleh pangeran berkuda putih yang akan memberikan kebahagiaan dan hidup yang sejahtera penuh cinta hingga akhir hayat. Oh Tuhan," Kyra mengetuk-ngetukkan kepalanya di meja, nada suaranya yang terdengar sangat frustasi membuat wanita di depannya hanya bisa terkekeh melihat tingkah sahabatnya itu.                   "Ck, mimpi menggelikanmu itu masih saja kau pegang teguh, hey... hidup tidak seindah impian-impian konyolmu itu, hidup ini terlalu keras jika kita hanya berpegang pada impian manis yang nyatanya jika di kehidupan nyata lebih banyak pahitnya, dan jangan menghakimi sesuatu di saat kau bahkan belum melihatnya, mungkin saja pria yang akan menjadi suamimu itu seseorang yang mirip dengan Adam Levine, sangat lembut dan perhatian, dan mungkin juga dia hebat dalam urusan ranjang," Nana mendekat saat mengatakan kalimat terakhirnya membuat Kyra langsung mendelik dan memukul bahu wanita itu dan menatapnya kesal.                   "Adam Levine bokongmu, Ya Tuhan apa lagi yang bisa kau harapkan dari pria menyedihkan yang tidak bisa bangkit dari rasa sakit hatinya karena dikhianati hingga sang ibu putus asa dan mencarikan jodoh untuknya dengan cara yang sangat-sangat tidak masuk akal seperti memilih ikan segar di pasar. Bayangkan, Na. Bayangkan, ibunya tiba-tiba mendatangi Bundaku, mengatakan akan membantu biaya pengobatan Davina dengan syarat konyol di saat wanita itu bahkan baru mengenal bundaku! Ya Tuhan, aku benar-benar tidak habis pikir. Benar-benar menggelikan," Kyra kembali bergidig ngeri saat mengingat cerita ibunya, bagaimana wanita tua itu tiba-tiba meminta Lea untuk menyerahkan salah satu putrinya.                   "Mungkin ia memiliki alasan lain di balik itu, menurutku tidak mungkin seorang ibu bisa se-random itu memilihkan calon istri untuk putranya, pasti ada alasannya, dan berhenti berpikiran negatif tentang calon suamimu, dari pada terus mengeluh, lebih baik kau banyak berdoa agar suamimu itu memang benar-benar memiliki sifat yang baik sebagai manusia, berhenti memikirkan seperti apa wajahnya, mungkin dia orang yang penyayang dan lembut, bukankah hati lebih penting dari apapun saat kita memilih untuk menjalin hubungan?"                   "Ck, bijak sekali dirimu, coba bayangkan jika kau yang berada di posisiku?" Kyra mendecak kesal dengan sikap Nana yang tidak seperti biasanya.                   "Oh aku tidak akan membayangkannya karena aku akan mencari pria yang tampan, kaya, mapan dan rupawan tentu saja," lalu setelahnya Nana langsung tertawa terbahak-bahak membuat Kyra langsung mengumpat kesal dan memukul sahabatnya itu.                   "Gadis jahat!" Teriak Kyra memberikan pukulan bertubi-tubinya pada Nana, tidak mengetahui jika sejak tadi seorang pria memperhatikan dan mendengar semua keluh kesahnya.                   "Ck, sudah kuduga, wanita matrealistis yang mendewakan uang di atas segalanya, benar-benar menyedihkan," Pria itu menggumam dengan nada sinis lalu beranjak dari duduknya dengan emosi dan berbagai pikiran yang akan ia lakukan untuk membalas wanita yang akan menjadi istrinya itu, wanita yang hanya mementingkan uang untuk kehidupannya.   ~***~                   Wanita itu tersenyum sendu pada sang adik yang menatapnya dengan raut sedih, adik yang sangat menyayangi dan melindunginya walau kini ia mengetahui jika pria itu bukanlah adik kandungnya.                   "Apa yang kau lakukan di sini? Kuliahmu sudah selesai?" Kyra memukul pelan d**a Bintang dengan sling bag-nya membuat Bintang merengut kesal namun detik selanjutnya langsung merangkul kakaknya itu.                   "Tentu saja menjemput kakakku yang paling menyebalkan ini," Bintang yang memang memiliki postur tubuh lebih tinggi dari Kyra dengan mudah merangkul Kyra dan membuat gadis itu berada dalam kungkungannya.                   "Yakk!! Lepaskan tanganmu." Kyra menyikut perut Bintang membuat pria itu langsung mengaduh kesakitan dan memegangi perutnya.                   "Yakk Kak !!" Bintang protes tidak terima sedangkan Kyra menunjukkan wajah puasnya.                   "Kau benar-benar kurang kerjaan sampai menjemputku ke sini ya?" Kyra mendecak kesal, pasalnya bukan sekali dua kali Bintang selalu menunggunya di depan kantor, namun terlalu sering hingga beberapa rekan kerjanya mengira Bintang adalah kekasihnya.                   "Ck, memang ini kan pekerjaanku? Memastikan kau pulang dengan aman, memang kenapa jika aku hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan kakakku sebelum tiba di rumah yang rasanya seperti neraka karena ada nenek sihir yang kini menguasai tuan dan nyonya rumah," Bintang memutar bola matanya malas, membuat Kyra yang melihat itu menghembuskan napasnya lelah.                   "Jangan seperti itu Bintang, bagaimana pun Davina adalah kakakmu, kakak... kakak kandungmu, kau harus menyayanginya sama seperti kau menyayangiku bahkan seharusnya melebihiku, dia sedang membutuhkan perhatian Bunda dan Ayah begitu juga dirimu, selama ini hidupnya telah menderita, wajar jika dia bersikap manja pada Bunda dan Ayah," Kyra kembali mendekat pada Bintang dan menggenggam lembut tangan adiknya itu.                   "Tapi bukan seperti itu seharusnya dia bersikap, sekali pun dia benci dengan keadaan yang membuatnya harus terpisah dari Bunda dan Ayah tidak seharusnya dia membencimu dan memperlakukan dirimu dengan semena-mena, seharusnya dia juga tidak menggunakan sakitnya untuk memperbudak Kak Kyra  dan membuat Bunda dan Ayah mau menuruti semua permintaannya, aku benar-benar tidak bisa respect dengan sikap dia yang seperti itu dan aku ... aku tidak suka dengan dia yang tiba-tiba masuk dalam kehidupan keluarga kita dan menghancurkan keharmonisan yang ada di keluarga kita. Aku membenci hal itu, Kak ."                   Bintang mengepalkan tangannya kuat-kuat mengingat semua perlakuan buruk Davina yang selalu mengerjai Kyra juga ketidakberdayaan kedua orang tuanya yang selalu menuruti semua permintaan Davina dengan alasan mereka ingin memberikan yang terbaik bagi Davina dan mengganti semua waktu yang terbuang terlebih hidup Davina kini selalu bermain-main dengan maut akibat sakitnya.                   "Bintang, aku akan marah jika sekali lagi kau mengatakan hal itu, wajar Davina melakukan hal itu, aku juga tidak merasa keberatan jika dia meminta tolong padaku untuk melakukan sesuatu, aku  justru bahagia bisa membantunya dan menebus sedikit demi sedikit rasa iri yang mungkin masih ia rasakan akibat kehidupannya yang jauh dari kata sempurna, seharusnya kau bisa memperlakukannya dengan baik, dia kakakmu, sudah seharusnya kau menunjukkan rasa sayang dan pedulimu padanya, bukan selalu mengacuhkannya." Kyra mengusap lembut lengan Bintang berusaha meredakan emosi pria itu yang masih terlihat begitu jelas di wajahnya.                   "Tapi dia bukan meminta tolong padamu, dia sengaja mengerjaimu karena tidak suka padamu, dia sengaja menggunakan alasan sakitnya untuk membuatmu mau melakukan apapun yang dia perintahkan, apa Kak Kyra tidak sadar selama ini telah dipermainkan olehnya? Melakukan semua yang dia mau layaknya b***k?"                   Bintang menggeram marah mengingat semua hal yang dilakukan Davina setiap harinya pada Kyra, namun ia juga tidak bisa melakukan apapun karena sang ibu yang selalu menatapnya dengan tatapan memohon agar membiarkan Davina melakukan apapun yang dia inginkan termasuk menyuruh Kyra ini dan itu, masih dengan alasan yang sama, ibunya hanya membiarkan Davina untuk merasakan kebahagiaan dengan melakukan apapun yang ia inginkan, namun bagi Bintang semua itu sudah keterlaluan, tapi sekali lagi ia tidak berdaya jika sang ibu sudah menunjukkan raut sedih dan terlukanya mengingat bagaimana putri yang telah dinyatakan meninggal nyatanya masih hidup dan kini kembali di tengah-tengah mereka. Bintang tidak mungkin menyakiti hati ibunya, dia tidak bisa melakukan apapun saat Davina berlaku semena-mena pada Kyra.                   "Aku menganggapnya sebagai pertolongan, Bintang, bukan sebuah perintah dan aku senang bisa membantunya. Ayo pulang," Kyra tidak ingin memperpanjang masalahnya berlarut-larut, biarlah semua berjalan sebagaimana waktu mengalir, Kyra cukup tau diri untuk membiarkan Davina memperlakukannya semena-mena, menyuruhnya ini dan itu, ia sangat mengerti perasaan Davina yang benci dan marah padanya karena selama ini dialah yang justru mendapat kehangatan dan kasih sayang dari Lea dan Kenzo sedangkan Davina harus hidup dalam penderitaan dan bayang-bayang ibu tiri yang selalu menyiksanya setiap saat.                   Kyra menganggap jika perlakuan Davina adalah kemarahan sesaat karena merasa takdir begitu kejam pada gadis malang itu yang harus merasakan pahitnya kehidupan bertahun-tahun hingga melampiaskan padanya, namun ia tidak menyangka sudah setahun berlalu nyatanya Davina seolah tidak ingin berdamai dengan dirinya dan selalu menatapnya dengan tatapan benci, menginginkan semua hal yang ia miliki dan memintanya dengan begitu mudah pada Lea.                   Lea yang selalu diliputi perasaan bersalah melihat penderitaan anak kandungnya membuat wanita tua itu tidak bisa berbuat banyak selain menuruti semua keinginan Davina sebagai penebus semua waktu yang telah berlalu dan meninggalkan banyak luka untuk Davina, wanita itu selalu di hadapkan dengan pilihan yang sulit dan selalu meminta tolong pada Kyra untuk membantunya mengabulkan permintaan Davina dengan wajah tidak berdayanya termasuk meminta koleksi pribadi milik Kyra seperti tas dan sepatu.                   "Kak! Bagaimana bisa kau memiliki hati selapang itu?" Bintang menggeram frustasi dan mengacak rambutnya kesal, membuat Kyra langsung berbalik dan menatap Bintang dengan tatapan teduhnya.                   "Jika aku tidak memiliki hati yang lapang apa kabar dengan Davina yang harus hidup dalam siksaan oleh ibu tirinya? Dia memiliki hati yang lebih lapang dari pada aku, dia mampu bertahan dan bebas dari siksaan ibu tirinya dan berhasil meraih kebahagiaannya. Jadi, Bintang, bisakah kau juga memperlakukannya dengan baik? Menambah daftar kebahagiaan dalam hidupnya yang masih sedikit. Sudah terlalu lama ia menderita dan sudah sepantasnya aku mengalah dan mau menuruti semua keinginannya, karena pada kenyataannya aku juga selalu diliputi perasaan bersalah, mungkin jika dulu Bunda dan Ayah tidak mengangkatku menjadi anaknya aku masih menjadi anak panti beberapa tahun ke depan atau lebih buruknya aku diangkat oleh keluarga yang buruk dan tidak memperlakukanku dengan baik, atau yang paling buruk aku akan terus tinggal di panti hingga usiaku tujuh belas tahun dan harus keluar dari sana dan hidup seorang diri. Dibandingkan denganku, Davina mengalami hal pahit lebih banyak dalam hidupnya, aku termasuk orang beruntung yang bisa merasakan kehangatan keluarga bersama Bunda, Ayah dan dirimu." Kyra menatap Bintang dengan raut berkaca-kaca membuat Bintang langsung membawa Kyra ke dalam pelukannya, kakaknya yang sangat ia sayangi dan tidak akan pernah ia biarkan siapa pun menyakitinya.                   "Maafkan aku Kak , jika sikapku selama ini membuatmu dan Bunda merasa sedih karena aku yang menolak kehadiran Davina, aku ... aku sangat sulit menerimanya, sikapnya yang semena-mena dan menyalahkan dirimu karena bisa merasakan kasih sayang Bunda dan Ayah lebih lama membuatku muak, aku tidak suka dirinya yang selalu meminta ini dan itu pada Bunda dan memperlakukanmu dengan buruk, aku takut .... aku takut jika Bunda membiarkan sikapnya seperti itu dia akan meminta sesuatu yang lebih besar yang mungkin suatu saat Bunda tidak akan bisa mengabulkannya." Bintang melepaskan pelukannya dan mengusap lembut air mata yang membasahi wajah Kyra.                   "Tidak apa-apa asal kau bisa memperlakukan Davina lebih baik lagi, dia kakakmu, Bintang, tidakkah kau memiliki perasaan sayang itu?"                   "Tidak, aku hanya menyayangimu sebagai kakakku, rasa... rasanya hatiku masih merasa jika dia hanyalah orang asing yang tiba-tiba masuk dan membawa kesedihan untukmu, Bunda juga Ayah,"                   "Bintang, hilangkan pikiran bodohmu itu. Bagaimana pun dia adalah kakakmu." Kyra mendesah sekali lagi dengan Bintang yang masih keras kepala enggan mengakui keberadaan Davina.                   Sedangkan Bintang menghembuskan napasnya panjang, ada hal yang lebih penting yang harus ia pastikan pada Kyra daripada memikirkan hubungannya dengan Davina. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD