Part 01 Mahasiswi Teladan

1490 Words
Pagi yang cerah di kota Surabaya. Semua manusia berlalu lalang untuk memulai aktifitas. Seperti halnya yang dilakukan Stevana Felicia Putri. Seorang dokter umum yang mengambil jenjang lanjutan sebagai dokter spesialis anak di Universitas Airlangga. Wajahnya yang cantik dan senyumnya yang manis membuat Stevana banyak disukai banyak orang. Terlebih lagi prestasinya dalam bidang akademik, Stevana menjadi incaran banyak pria. Tapi Stevana menganggapnya biasa. Dia tidak pernah menanggapi pria-pria yang mendekatinya. Karena buat Stevana pendidikannya untuk saat ini yang lebih utama. Meskipun Stevana terlahir dari keluarga kaya, Stevana tidak pernah membebankan keluarganya. Dari mulai dia menjadi dokter umum sampai sekarang mengambil jurusan dokter spesialis anak, Stevana kuliah dengan beasiswa penuh yang diberikan universitas untuk dirinya dari jalur prestasi. “Hai, Stev,” sapa Karlina pada Syeva yang lagi asyik dengan ponselnya. Steva menoleh pada asal suara yang tadi memanggilnya. “Hai, Na,” sapa Stevana balik. “Ada jam hari ini?” tanya Karlina. “Iya, Na. Ada jam Profesor Martin hari ini. Siangnya aku piket di rumah sakit sebagai dokter jaga di IGD,” ucap Stevana pada Karlina. “Apa kamu tidak capek, Stev? Pagi kuliah dan siang di rumah sakit. Aku saja melihatnya saja capek,” ucap Karlina. “Hahaha, kau ini sangat lucu. Bagaimana bisa capek kalau kita sendiri menikmati pekerjaan kita sebagai pelayan masyarakat. Bisa membantu mereka saja sudah ada kebanggaan tersendiri untukku. Bagaimana aku bisa capek,” ucap Stevana tersenyum manis kepada Karlina. “Kamu itu aneh, Stev,” ucap Karlina. Karlina begitu salut dengan jalan pikir Stevana yang mengabdikan dirinya secara penuh pada masyarakat. Dari kesibukannya kuliah dan di rumah sakit, Stevana tetap memegang gelar mahasiswi teladan di fakultas kedokteran anak. ***** “Bagaimana mungkin perusahaan bisa rugi sebesar itu? Bukannya kita sudah memperhitungkan semuanya?” ucap Ardi Pratama menahan marah. “Ada pihak dalam di perusahaan kita yang tidak jujur, Pak. Banyak barang-barang produksi kita tidak sampai ke pemesan,” ucap Anton sang manager pemasaran perusahaan Pratama. Ardi memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. Dia mencoba memikirkan langkah yang terbaik yang harus dia ambil untuk perusahaannya. Dia tidak ingin gegabah untuk mengambil keputusan. Karena perusahaannya kali ini dalam ambang kehancuran. Karena kerugian yang di alami perusahaan sampai mencapai enam ratus miliar. Ardi tidak menyangka kalau ada pihak dalam yang menginginkan perusahaannya sampai gulung tikar dengan menggunakan cara yang sangat licik seperti sekarang ini. Ardi tidak ingin sampai perusahaan yang dia rintis selama ini harus hancur karena para pekerjanya yang tidak bertanggung jawab. Tiba-tiba Ardi terpikir untuk menghubungi rekan kerjanya yang bernama Liang Armando Levie. Seorang pengusaha yang tidak pernah menampakkan wajahnya pada public. Tapi orang yang mendengar namanya saja, mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Karena kekuasaan yang Liang miliki, membuat Liang sangat di takuti oleh para pengusaha-pengusaha yang ingin bekerjasama dengan dirinya. Ardi mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Liang. Setelah lima kali mencoba menghubungi Liang, akhirnya panggilan pun tersambung. “Pagi, apa benar ini nomer Tuan Muda Liang?” tanya Ardi. “Iya, benar. Ada perlu apa anda menghubungi Tuan Muda Liang?” tanya kaki tangan Liang pada Ardi. “Apa saya bisa berbicara dengan Tuan Muda Liang? Karena saya ingin meminta bantuan dari Tuan Muda Liang,” ucap Ardi mencoba untuk tetap sopan. “Maaf, Tuan Muda Liang saat ini tidak bisa membantu,” ucap Clevo kaki tangan Liang. “Saya mau melakukan apa saja untuk Tuan Muda Liang. Yang terpenting buat saya Tuan Muda Liang bisa membantu perusahaan Pratama yang dalam masalah serius untuk saat ini,” ucap Ardi memohon. “Sayangnya Tuan Muda Liang tidak tertarik dengan perusahaan anda yang sudah diambang kebangkrutan,” ucap Clevo tersenyum mengejek. “Saya mempunyai putri. Akan saya berikan untuk Tuan Muda Liang kalau Tuan Muda Liang mau membantu saya mengatasi masalah perusahaan saya. “Anda sangat menjijikkan. Demi sebuah harta dan kekuasaan anda mau menjual putri anda sendiri,” ucap Clevo mengakhiri panggilan. Clevo berdecak kesal mendengar perkataan Ardi Pratama barusan. Yang mau mengorbankan putrinya hanya untuk perusahaannya bisa tetap berjaya. Liang yang mendengar obrolan Ardi Pratama dan Clevo, dia tidak bisa menahan senyumnya. “Secantik apa putrimu yang akan kamu korbankan untukku,” ucap Liang dalam hati. Liang benar-benar tidak menyangka ada orang tua yang tega menjual anaknya demi sebuah kekuasaan. Liang berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar. Tiba-tiba dia ingin menghirup udara bebas dengan menggunakan sepeda motornya. Sepeda motor Duccati keluaran terbaru. Dengan desain yang khusus Liang pesan dari pabriknya langsung. *****  “Aku duluan,” pamit Stevana pada teman-temannya. “Hati-hati di jalan. Kamu langsung pulang apa mau ke rumah sakit dulu?” tanya Mirna salah satu teman satu angkatannya. “Langsung ke rumah sakit. Karena aku ada jadwal jaga juga di IGD,” ucap Stevana sambil berlalu pergi. Stevana berjalan menuju ke parkiran mobil. Setelah sampai di parkiran mobil, Stevana langsung masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya keluar dari parkiran kampus. Bukan tanpa alasan Stevana memilih untuk bekerja di rumah sakit. Dia tidak tahan kalau berlama-lama di rumah. Salah satu alasannya yaitu sang mama yang sering kali membanding-bandingkan dirinya dengan sang kakak yang berprofesi sebagai seorang foto model. Stevana sadar kalau memang dirinya sangat berbeda dengan sang kakak. Sang kakak memiliki wajah yang sangat cantik dan body layaknya gitar Spanyol. Sedangkan Stevana lebih nyaman terlihat biasa-biasa saja. Dengan menggunakan hijab dan tanpa polesan yang berlebih di wajahnya. Bajunya pun yang dipakai tidak jauh-jauh dengan kemeja dan celana kain yang lebar. Jauh dari kata modis. Karena jarak antara tempat tugas dan kampusnya tidak terlalu jauh, Stevana pun akhirnya sampai di rumah sakit. Stevana memarkirkan mobilnya di parkiran mobil karyawan. Setelah terparkir dengan cantik, Stevana mematikan mobilnya dan keluar dari dalam mobil. Dengan langkah lebar dan tetap terlihat anggun, Stevana berjalan menuju ke ruang IGD. “Siang, Dokter,” sapa salah satu perawat dengan raut muka tegang. “Siang, Sus. Kenapa kamu sepertinya terlihat sangat panik?” tanya Stevana. “Ada pasien kecelakaan yang tidak kooperatif untuk ditangani oleh para perawat. Dan pasiennya seperti meremehkan kemampuan kami sebagai tenaga medis, dokter,” ucap perawat itu. Stevana yang tanpa banyak berbicara, dia langsung masuk ke dalam ruang IGD dan menemui sang pasien kecelakaan tersebut. Stevana berdiri di hadapan sang pasien yang saat ini sedang menutupi wajahnya dengan menggunakan tangannya. “Siang, Pak,” ucap Stevana dengan lembut. Pasien yang tidak lain adalah Liang tersebut membuka tangan yang menutupi wajahnya. Liang menatap dalam diam dan tanpa bicara sepatah kata pun. “Kalau bapak tidak menjawab saya itu tidak masalah. Yang terpenting buat saya saat ini bisa merawat bapak dengan baik. Terlebih lagi luka bapak yang terlihat dalam itu,” ucap Stevana dengan lembut. Stevana dengan cekatan menjahit luka Liang yang lebar yang ada di kakinya. Setelah beres menjahit luka Liang, Stevana pun langsung menuliskan resep obat yang perlu ditebus di apotik rumah sakit. “Dimana keluarga anda?” tanya Stevana dengan sopan kepada Liang. Tapi Liang masih tetap diam sambil tetap menatap wajah cantik Stevana. “Jangan menatap saya seperti itu, Pak. Saya jadi salah tingkah nantinya. Lebih baik anda menjawab pertanyaan saya saja saat ini. Karena itu sangat penting,” ucap Stevana menatap balik Liang. Liang masih tetap sama dari tadi. Diam tanpa ekspresi yang berarti di wajah tampannya. Stevana mencoba untuk tetap bersabar karena melihat Liang yang masih tetap diam. Stevana berpikir mungkin Liang tidak bisa berbicara. Stevana pun akhirnya menyuruh sang perawat untuk mengambilkan obat di apotik terlebih dahulu. “Sus, tolong ambilkan obat di apotik. Ini resepnya,” ucap Stevana. Salah satu perawat yang membantu Stevana itu pun langsung menuju ke apotik setelah mendapatkan resep dari Stevana. Stevana menghela nafas sambil menatap pasiennya yang satu ini. Entah terbuat dari batu pasiennya itu. Dari tadi yang dilihat Stevana cuma tatapan dingin yang terpancar di mata Liang. “Kalau ada perlu apa-apa anda bisa memanggil saya. Saya masih berada di tempat ini,” ucap Stevana pada Liang. Liang menatap Stevana dalam diam. Tidak berselang lama kaki tangannya datang dengan raut wajah yang sangat cemas. “Bagaimana keadaan anda saat ini, Tuan Muda,” ucap Clevo menghampiri Liang. “Seperti yang kamu lihat saat ini. Aku masih hidup dan bisa bernafas dengan baik. “Cari tahu tentang dokter yang menanganiku tadi. Karena aku menyukainya,” ucap Liang. Clevo mengerutkan dahi mendengar permintaan yang tidak biasa Tuan Mudanya kali ini. “Baik Tuan Muda,” ucap Clevo. “Bagaimana kabar terbaru Ardi Pratama?” tanya Liang. “Dia benar-benar mau menjual putrinya kepada anda, Tuan Muda. Saya tidak habis pikir ada orang tua yang seperti itu. Yang menghalalkan segala cara demi harta dan kekuasaan,” ucap Clevo pada Amar. “Setiap orang berbeda-beda. Jadi kamu tidak bisa menyamakan Ardi Pratama dengan orang lain. Seperti aku pun juga begitu,” ucap Liang pada Clevo. “Bagaimana anda bisa kecelakaan seperti ini, Tuan Muda?” tanya Clevo ingin tahu. “Aku mencoba menghindari seorang nenek yang menyebrang di jalan,” jawab Liang. Clevo yang mendengarnya geleng-geleng kepala dengan Tuan Mudanya itu. Karena sudah diingatkan untuk tidak memakai motor besarnya itu, dia masih saja memakainya.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD