2. Kebusukan Anggara

2013 Words
Andita berjalan menuju ke ruang belakang, di sana dia melihat Anggara sedang berdiri sambil menumpukan kedua telapak tangannya di atas pagar beranda yang ada di luar dapur, menatap halaman belakang. “Mas Gara!” tegur Andita pada Anggara. “Kenapa? Katanya kalian ada janji mau pergi, Ayu sudah nunggu lama.” Ucap Anggara pada Andita, adiknya. “Cuaca nggak begitu panas, ruangan utama ber-AC. Baju Ayu basah kuyup, Mas Gara juga sama. Mas Gara nggak bisa bohongin Andita. Mas, Mbak Andini sudah ngamuk-ngamuk kemarin, sekarang Mas Gara bikin ulah lagi? Itu Ayu, Mas. Teman aku dari SMA!” Seru Andita pada kakaknya dengan wajah gemas bercampur kesal. Andita bukan anak kemarin sore yang tidak tahu apa-apa. Melihat Ayu Kinanti duduk merapat di sofa bersama Anggara sudah jelas kalau sahabatnya itu memiliki hubungan khusus dengan kakaknya. “Sudahlah, kamu nggak usah ikut campur, Dit. Urus saja kuliahmu yang bener, lagi pula bukan aku yang mulai. Kucing dikasih ikan! Ikan segar pula! Ya aku makan!” Serunya santai seraya menyesap batang rokoknya lalu mengepulkan asapnya di udara. Ada senyum licik menghias bibir Anggara. “Nyari mangsa nggak lihat-lihat! Teman Dita juga dimakan! Kalau sampai Ibu Bapaknya Ayu Kinanti datang dan protes ke sini? Dita mau ngomong apa coba!?” “Tutup mulutmu rapat-rapat! Nggak usah ikut campur! Lagi pula Ayu nggak akan hamil.” Anggara menoleh ke belakang punggungnya menatap tajam Andita sambil memberikan isyarat menggunakan jari telunjuknya agar adiknya itu tutup mulut. “Sudah sana, siap-siap!” Usirnya pada Dita. Ada rasa tidak nyaman bergelayut dalam hati Dita. Tapi dia tidak bisa memutuskan hubungan Anggara dan Ayu Kinanti. Andita selama ini juga tahu Anggara sering menggoda Ayu dengan candaan. Tapi mungkin Ayu menganggap semua ucapan Anggara adalah sebuah kebenaran. Andita memilih menurut dengan saran Anggara, dia tidak memiliki pilihan lain. “Mas Gara katanya mau jemput Mbak Andini? Sekalian kami mau nebeng mobil Mas Gara ke bioskop.” Tanpa bicara lagi Anggara segera berjalan menuju ke kamar mandi. Sore itu Anggara mengantarkan Andita dan Ayu ke bioskop. Adiknya bersama Ayu sedang duduk di kursi belakang. Sesekali Anggara menatap ke arah spion untuk melihat Ayu yang sedari tadi duduk di sana tanpa membuka percakapan sama sekali. Dari wajah Ayu, Anggara bisa melihat sepertinya gadis itu mulai menyesal dengan semua yang sudah mereka berdua lakukan hari ini di dalam kediaman Anggara. Sifat Anggara yang mau seenaknya sendiri tentu saja tidak akan membiarkan wanita lain mengacaukan kehidupan rumah tangganya. Sampai di bioskop, dua gadis itu langsung turun dari dalam mobil. Anggara sengaja membukakan pintu mobil untuk Ayu, pria itu mengedikkan dagunya pada Andita untuk meninggalkan mereka berdua di sana. Ayu kaget sekali, karena Anggara mendadak menarik lengannya dan menekan kedua bahunya dengan kasar agar bersandar pada badan mobil di belakang punggungnya. “Mas Gara?!” ucapnya lirih seraya menatap ke sekitar, Ayu cemas dan takut sekali. Parkiran di bioskop juga sepi. Anggara mencengkeram dagu Ayu. “Aku nggak ingin kamu membuat masalah atau koar-koar tentang yang kita lakukan di dalam rumahku. Juga, jangan sampai kejadian hari ini menyapa telinga Andini. Kamu harus tutup mulut!” “Iya Mas, Ayu nggak akan cerita sama siapa-siapa. Maafkan Ayu, tentang surat itu, Mas Gara bisa singkirkan dan anggap Ayu nggak pernah kasih. Dulu Ayu masih labil dan nggak ngerti kalau itu salah. Maafkan Ayu, Mas.” ucapnya sambil menahan derai air matanya. Tatapan mata Anggara saat ini sangat berbeda dari tatapan mata yang biasa dia lihat sebelum-sebelumnya. Anggara agak terkejut karena Ayu tiba-tiba meralat perasaan yang baru saja dimulai. Ada rasa kecewa menyelinap di dalam hati pria beristri tersebut. Anggara merasa kesal sekali. Pikirnya Ayu akan setuju untuk tutup mulut tapi tidak memutuskan rasa cinta untuknya. “Fine, aku akan menganggap kejadian hari ini tidak pernah terjadi. Tapi bagaimana dengan Bapak dan Ibumu? Aku nggak mau mereka tiba-tiba datang ke rumahku dan mengacaukan semuanya.” “Bapak-Ibu Ayu nggak tahu tentang ini, Mas Gara nggak perlu cemas.” Ayu meneteskan air matanya. Cinta yang sejak lama dia simpan untuk sosok Anggara Lesmana kini terhempas dari dalam hatinya. Perasaannya sangat hancur dan sakit. Selesai mendengar ucapan Ayu, Anggara menarik lengan Ayu menjauh dari mobilnya. Pria itu masuk ke dalam tanpa menoleh lagi. “Ayuuuu! Ayooo!” Panggil Andita padanya. Andita melambaikan tangan ke arah Ayu agar Ayu segera pergi menghampirinya. Ayu segera mengusap air mata pada pipinya. “Kamu bodoh sekali Yu, kenapa harus jatuh cinta sama Mas Gara! Bodooh sekali!” ucapnya dalam hati sambil berjalan menuju ke arah Andita. Saat duduk di dalam bioskop, Ayu sama sekali tidak bisa menikmati film yang sedang diputar di layar. Gadis itu terus meneteskan air matanya. Bukan perasaan senang yang Ayu rasakan setelah dirinya dan Anggara melewati momen yang hanya dilakukan oleh pasangan yang saling mencintai. Melainkan hanya rasa sakit yang tak terperi. Malam itu, Anggara berhasil membawa Andini pulang ke rumah beserta kedua anaknya. Tentu saja setelah Anggara merayu Andini habis-habisan sampai wanita itu luluh dan bersedia ikut pulang bersamanya. Setibanya di rumah, Anggara segera memeluk bahu Andini menuju ke dalam kamarnya. “Mas Gara, aku mau nemani anak-anak dulu. Mas Gara tidur saja, nanti aku nyusul ke dalam kamar. Kasihan anak-anak sudah ngantuk.” Andini mengukir senyum pada bibirnya. “Ya, kamu memang istriku yang paliiiing cantik, paling baik, paling sempurna!” Anggara mengambil jemari tangan Andini lalu mengecup punggung telapak tangan wanita itu. Baru disanjung dan dipuji sedikit saja, Andini terlihat begitu senang. Anggara Lesmana dan Andini Septian menikah karena kehamilan Andini. Awalnya Anggara menolak untuk bertanggung jawab pada Andini yang dulunya merupakan adik kelasnya di kampus dengan alasan kalau bayi dalam perut Andini belum tentu benih darinya. Andini dan Anggara tetap melangsungkan pernikahan setelah keluarga Andini mendatangi keluarga Anggara di Jakarta untuk meminta pertanggungjawaban! Akhirnya mereka membina hubungan rumah tangga sampai pada detik ini. Kebiasaan Anggara yang sering main perempuan sampai sekarang masih sama, tidak berubah. Berulangkali Anggara membuat Andini cemburu hingga pulang ke kediaman kedua orangtuanya lantaran tidak bisa menerima luka demi luka yang Anggara berikan. Anggara melepaskan pelukannya dari tubuh Andini. Wanita itu segera menemani putra dan putrinya di dalam kamar mereka. Sementara Anggara berjalan menuju ke ruang makan, pria itu berniat mengambil air dingin untuk melegakan tenggorokannya. Anggara menatap pintu kamar Andita, beberapa detik kemudian Ayu Kinanti keluar dari dalam kamar tersebut. Ayu baru saja berpamitan pada Andita untuk pulang ke rumah. Dia tidak tahu kalau Anggara sudah pulang. Melihat pria itu berdiri menatap dirinya sambil meneguk air mineral dari dalam botol Ayu buru-buru memutar tubuhnya untuk cepat-cepat meninggalkan ruangan tersebut. Melihat wajah ketakutan Ayu, Anggara kembali memiliki niat untuk mengusili gadis lugu tersebut. “Yu,” tegurnya. Ayu yang sudah takut dan panik mendadak menghentikan langkah kakinya, gadis itu diam di tempatnya berdiri sambil menundukkan wajahnya. Ayu mendengar langkah pelan Anggara sedang menuju ke arahnya, pria itu tiba-tiba memeluknya dari belakang. “Kamu masih memiliki perasaan padaku?” Tanyanya sambil menepikan rambut yang menutupi lehernya, Anggara memberikan kecupan pada sisi lehernya. Tubuh Ayu gemetar, gadis itu mengepalkan tangannya sambil menutup kedua matanya rapat-rapat. Dia tidak menjawab dan Anggara malah memaksanya agar menghadap ke arah pria tersebut, Anggara mulai memagut bibir Ayu Kinanti. Ayu membuka matanya, kedua tangannya meremas kuat-kuat ujung rok mini yang dia kenakan. “Melihat kamu menurut, sepertinya kamu masih menyimpan perasaan untukku. Bagaimana jika aku bilang kalau aku juga menginginkanmu? Asalkan kamu bisa menjaga rahasia antara kita.. hem?” Anggara menatap kedua mata Ayu lekat-lekat. Kali ini tatapan mata pria itu terlihat lembut seperti hari-hari sebelumnya. “Yu?” “Mas Gara, aku mau pulang dulu.” Ayu sengaja mengatakan itu untuk menghindari Anggara, Anggara yang sudah hafal dengan sikap para wanita langsung menyahut. “Ayo, aku antar, sudah larut begini. Nyari taksi juga susah. Kamu tunggu di beranda, aku mau pamitan sama istriku dulu.” Tanpa menunggu jawaban dari Ayu Kinanti, Anggara langsung mengambil kunci mobilnya. Diam-diam pria itu mengukir senyum licik pada bibirnya. Ayu masih mematung di tempatnya berdiri, dia sangat cemas dan takut. Tidak tahu hal apa lagi yang akan Anggara katakan padanya saat mengantarkannya pulang ke rumah nanti. Anggara masuk ke dalam kamar putra dan putrinya, dia berpamitan pada Andini. “Andin, aku mau ngantar Ayu pulang dulu, dia tadi nemani Andita nonton. Malam-malam begini nggak ada taksi di sekitar sini. Kalau ada apa-apa di jalan nanti aku nggak enak sama Ibu dan Bapaknya.” Pamit pria itu pada istrinya. Andini sudah mengenal Ayu dengan baik, gadis lugu dan polos itu sudah sering menginap di kediaman Anggara karena Ayu merupakan teman terdekat Andita. Ke mana-mana Andita juga selalu bersama Ayu Kinanti. Andini sudah menganggap Ayu Kinanti seperti adiknya sendiri sama seperti Andita. “Iya, Mas hati-hati di jalan. Jangan pulang malam-malam, besok Mas juga harus ke kampus ngajar.” Andini memberikan kecupan pada pipi Anggara. Anggara mengukir senyum kemudian keluar dari dalam kamar tersebut. Di beranda rumah, Ayu sudah duduk menunggu. Gadis itu melihat Anggara keluar dari dalam rumah lalu mengambil mobil dari dalam garasi. “Ayo naik!” Serunya seraya membunyikan klakson mobilnya. Ayu hendak naik di kursi belakang, tapi pintu belakang ternyata sengaja dikunci oleh Anggara dan Ayu tidak bisa membuka pintunya. “Mas Gara, pintunya?” Anggara langsung menegur, “Duduk di depan, aku bukan supirmu!” Ucapnya sambil membuka pintu sebelah kemudi. Ayu menelan ludahnya, nada tegas itu selalu saja membuat nyalinya menciut dalam sekejap. Dengan langkah pelan Ayu segera masuk ke dalam. Anggara sendiri yang memasangkan sabuk pengaman pada pinggang Ayu. Anggara mengurung Ayu menggunakan kedua lengannya. “Kenapa ekspresimu selalu seperti ini? Kamu takut sama aku?” tanyanya lirih sambil menoleh ke samping kiri dan kanan lantaran cemas kalau Andini mendadak keluar dari dalam rumah dan memergokinya. “Anu Mas, Ayu hanya takut salah saja.” “Nggak akan ada yang salah kalau kamu nurut sama aku, Yu.” Bisiknya seraya mendekatkan wajahnya lalu memagut bibir Ayu sejenak. Kali ini Ayu meremas pelan kedua sisi pinggang Anggara. Anggara mengukir senyum senang. “Kamu mau kan nurut sama semua yang aku katakan?” Bisik pria itu seraya mengusap sisi kanan pipi Ayu Kinanti. Ayu menatap kedua mata Anggara, dalam hati dia ingin sekali bilang tidak. Tapi karena takut Anggara marah dan memperlakukannya dengan kasar, dia pun akhirnya malah menganggukkan kepala! Mobil Anggara mulai melaju perlahan meninggalkan kediaman. Di dalam perjalanan Ayu sesekali menoleh menatap ke arah Anggara. Anggara juga sesekali menoleh ke arahnya. “Kamu tahu kenapa aku nggak balas surat cinta kamu waktu itu?” Anggara membuka percakapan antara mereka berdua. “Nggak tahu, Mas.” “Karena aku menunggu waktu yang tepat. Kamu sudah tahu posisiku bukan pria lajang, dan aku sudah pasti tidak bisa memprioritaskan dirimu di depan Andini.” Ayu ingin sekali mengetahui perasaan Anggara untuknya, jadi dia memberanikan diri untuk menanyakannya segera. “Mas Gara, sebenarnya suka nggak sama Ayu?” “Hahahaha, pertanyaanmu lucu Yu.” Anggara tertawa lepas sambil menggelengkan kepala. “Ayu hanya ingin tahu, Mas.” “Kita ini sudah sama dewasa Yu, apakah perasaan itu penting untuk diungkapkan? Sementara kita sudah melakukan hubungan intim, menurutmu apa aku akan mau menyentuh wanita lain tanpa perasaan sama sekali? Lagi pula aku itu sudah beristri. Kamu sudi ya aku layani.” Sahutnya enteng sekali. “Jadi intinya, Mas Gara nggak punya perasaan sama Ayu?” “Kalau punya, apa bisa merealisasikannya? Nggak bisa! Jadi untuk apa masih dibahas? Kamu nyatain cinta juga bukan sama perjaka. Jelas-jelas saat itu aku sudah menikah dan punya anak. Kita lalui saja hubungan ini sekarang.” Ayu tahu Anggara pria tampan dan memiliki banyak penggemar di kampus, tapi dia tidak tahu kalau Anggara juga meladeni gadis-gadis yang bersedia dengan suka rela menjadi penghangat di atas ranjangnya! Jika tidak, mana mungkin Andini sering mengamuk dan cemburu pada Anggara. Ayu selalu memandang Anggara sebagai pria baik-baik. Dan dia memilih menutup mata dengan sifat playboy yang sudah lama tertanam dan menjadi ciri khas sosok Anggara. Menjalin hubungan tanpa status! Ayu Kinanti bahkan tidak mengira kalau dia akan berjalan sampai sejauh ini. Anggara menunjukkan semua yang pernah Ayu utarakan ketika Ayu masih duduk di bangku kelas dua SMA. Anggara menagih janji yang tertulis di dalam surat cinta yang Ayu berikan pada dirinya dua tahun lalu!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD