Part 3

3512 Words
"Seburuk-buruknya Cowok, mereka pasti memilih Cewek baik-baik Buat jadi pasangan hidupnya."   ~ Sunarti ~   -------------------------------------------------------------------------------------------------------   ***   "Tar, Entar kerja kelompoknya di rumah gue aja yah? Soalnya mama lagi nggak ada di rumah dan Bagas juga nggak ngijinin gue kemana-mana selama mama pergi. jadi, gue harus langsung pulang." Kata Bella.   Mereka baru saja selesai belajar Matematika dan Pak Rudi, yang merupakan guru bidang studi mereka memberikan tugas kelompok untuk dikumpulkan besok dan kebetulan Starla dan Bella satu kelompok karena mereka duduk berdampingan.   Starla mengangguk pertanda bahwa ia tidak mempermasalahkan dimana mereka akan mengerjakan tugas matematikanya nanti.   "Oke. Yaudah kita ke kantin, Yuk?" Ajak Starla.   Mereka sudah tiba di kantin . Starla dan Bella memutuskan memilih meja yang berada di sudut kantin setidaknya hanya meja dibagian itulah yang kosong.   "kamu pesen apa?" Tanya Starla.   "Gue bakso sama es Teh."   Starla mengangguk, Ia lalu berjalan kearah sang pemilik kantin. Suasana di kantin memang selalu ramai di jam istirahat seperti ini, itu sebabnya banyak yang harus mengantri untuk mendapatkan pesanan mereka. Terlebih lagi, Bu Asih, sang pemilik kantin hanya dibantu oleh anaknya. Suaminya yang biasa ikut membantu hari ini tidak terlihat. Kata bu Asih, suaminya sedang sakit jadi harus beristirahat dulu.   "Eh jangan dorong-dorong dong." Kata Starla. Ia berbalik menatap Laki-laki yang berdiri dibelakangnya.   "Minggir Lo, ngalangin gue aja sih!"   "Nggak, kamu itu harus ngantri yang lain aja pada ngantri kok." kata Starla.   "Lo nggak tahu siapa gue?"   Starla menaikkan sebelah alisnya, untuk apa dia tahu siapa laki-laki yang ada dihadapannya ini?   "Aku nggak perlu tahu ya kamu siapa. Tapi yang pasti kita disini sama-sama bayar jadi jangan bersikap kalau kamu yang punya kantin ini." Oke mungkin Starla terlalu berani sekarng.   “Apa lo bilang?” Starla tersentak. Ia merasakan sakit dibagian pergelangan tangannya yang dicekal oleh laki-laki yang ada dihadapannya itu. Terlihat sekali laki-laki itu tidak suka mendengar perkataan Starla.   "Nggak ada satupun cewek di sekolah ini yang berani ngebantah gue."   Starla semakin meringis, ia meronta berusaha melepaskan cekalan tangan laki-laki itu. "Lepas."   "kalau gue nggak mau gimana?" Tantang laki-laki itu.   Starla menatap laki-laki yang ada dihadapannya, "kalau gitu Jangan salahin Aku." Kata Starla.   Laki-laki itu hanya terdiam menatap Starla yang memandangnya penuh peringatan hingga beberapa saat kemudian.   "Aww..." terdengar ringisan pelan dari bibir laki-laki itu.   Starla segera melepaskan cekalan tangannya sesaat setelah laki-laki itu meringis memegang tangannya yang digigit oleh Starla.   "Maaf, Tapi ini bukan sepenuhnya salah aku." kata Starla.   Biarpun dalam hal ini bukan Starla yang salah tapi, tetap saja Starla merasa tidak enak karena telah menggigit tangan laki-laki itu.   Starla berbalik, dengan berlari kecil ia menjauh dan menghampiri Bella yang juga menyaksikan pertengkaran kecil yang terjadi barusan. Bahkan bukan hanya Bella, seisi kantin mendapat tontonan gratis karena kelakuan Bar-Bar laki-laki itu.   "Ayo, Bel. kita ke kelas aja." Ajak Starla. Perutnya yang sejak tadi minta diisi seketika terasa penuh karena kejadian yang tidak diharapkannya itu.   "Astaga, Tar Lo tahu nggak sih siapa cowok yang berantem sama Lo tadi?" Kata Bella panik. Mereka sudah berada didalam kelas.   Starla membuang nafas berat, "Aku udah bilangkan kalau aku nggak perlu tahu dia siapa? Lagian, dia kok yang salah main dorong-dorong aja mana nggak mau ngantri lagi. Dia pikir, cuman dia apa yang laper yang lain juga pada laper kali tapi mereka masih bisa ngantri kok," Kesal Starla. Ia paling tidak suka dengan orang yang tidak sabaran seperti laki-laki yang ditemuinya di kantin itu.   "Iya, gue tahu. Tapi, Lo nggak usah gigit tangannya dia juga, Tar. kalau sampai dia dendam sama lo gimana?"   "Berarti dia banci beraninya cuman sama cewek."   "Huusstt.. hati-hati kalau ngomong, kalau ada yang denger gimana?"   Starla hanya menaikkan bahu, acuh. Dia tidak perduli, Mood-nya sudah benar-benar hancur sekarang.   ***   "Iya, Kak. Aku langsung ke rumah Bella aja soalnya ada tugas kelompok gitu dan harus dikumpulin besok. pokoknya kak Azka nggak perlu khawatir nanti kalau tugasnya udah selesai aku langsung kabarin kak Azka."   "..."   "Iya, Starla udah ngabarin Bunda, dan Bunda bilang kabarin kak Azka juga biar nggak usah jemput aku nanti dan kak Azka juga nggak khawatir."   "..."   "Iya nanti aku kirimin alamatnya."   "..."   "Waalaikumsalam."   Starla mematikan ponselnya. Ia menatap Bella yang berjalan menghampirinya setelah tadi ia meminta izin pada Starla untuk ke kamar kecil.   "Sorry yah lama," Kata Bella.   "Nggak apa-apa."   "Oh iya, gimana? Lo udah ngabarin kakak lo kan?"   "Hmm, tadi Aku udah nelfon kak Azka, dia bilang nanti dia jemput ke rumah kamu kalau udah pulang kerja."   "Oke deh. Yaudah, yuk kita pulang sekarang sopir gue juga udah dateng."   Starla mengangguk lalu menyusul langkah kaki Bella menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari mereka.   Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam lamanya kini, mereka berdua sudah tiba di rumah Bella. Rumah yang cukup besar dengan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Bahkan, jika dibandingkan dengan rumah Starla maka rumah Bella ini Dua kali lipat lebih besar dari Rumahnya.   "Lo, duduk aja dulu gue ke kamar bentar." Kata Bella.   Starla menatap kesekelilingnya. Ia memperhatikan dengan saksama setiap sudut demi sudut dari rumah Bella. Berkali-kali Starla menggumamkan sesuatu tiap kali pandangannya menangkap hal-hal yang membuatnya takjub. Ia tidak menyangka bahwa teman barunya itu adalah orang yang berasal dari keluarga berada, hal itu karena selama beberapa hari mengenal Bella, Starla cukup tahu bahwa teman barunya itu adalah perempuan yang cukup sederhana.   Sambil menunggu Bella kembali dari kamarnya, Starla memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar, melihat-lihat isi ruang tamu Bella yang bahkan lebih besar jika ruang tamu Starla disatukan dengan ruang dapurnya. Bisa dibayangkan bukan, betapa luas dan besarnya rumah Bella ini.   Kembali ke Ruang Tamu Bella.   Terlihat, beberapa bingkai Foto berjejer rapi di atas sebuah meja yang berada di sudut ruangan. Starla juga bisa melihat sebuah bingkai foto dengan ukuran yang sangat besar menempel di dinding ruang tamu. Disana, terdapat Foto Bella bersama dengan seorang laki-laki dan perempuan paruh baya yang sedang duduk disebuah Sofa dengan Bella berada ditengahnya, dan Starla yakin bahwa kedua orang itu adalah orang tua Bella. Di Foto itu juga terdapat seorang laki-laki yang berdiri di belakang sofa, tepat berada di belakang Bella.   Senyum yang merekah dibibir keempat manusia yang ada didalam bingkai Foto itu sedikit banyak membuktikan bahwa keluarga Bella adalah keluarga yang harmonis yang penuh dengan kasih sayang dan kebahagiaan. Sama seperti Starla yang bahagia memiliki bunda dan Azka dihidupnya meskipun kini sudah tidak ada lagi sosok ayah yang berada ditengah-tengah mereka.   "Itu foto keluarga gue," Starla menoleh dan menemukan Bella yang sudah berdiri di sampingnya.   Starla tersenyum tipis lalu kembali menatap bingkai foto itu "Kalian keluarga yang sempurna, Bel."   Bella tersenyum masam. "Kadang apa yang terlihat nggak seperti apa yang terjadi, Tar."   "Heh? Maksudnya?"   Bella menggeleng pelan, ia lalu menarik tangan Starla.   "Udah, nggak usah dipikirin kita langsung kerja tugasnya aja, Gue juga udah siapin buku-buku yang kita perluin."   Starla menurut ia mengikuti langkah kaki Bella lalu ikut duduk disebuah karpet yang berada ditengah-tengah Ruangan.   Entah hanya perasaan Starla saja atau memang benar adanya bahwa sejak pembicaraan mereka mengenai foto keluarga Bella, gadis itu hanya diam dan tidak bersemangat seperti biasanya.   Dengan memberanikan diri Starla menatap Bella yang sedang menulis rumus-rumus matematika di kertas Karton.   "Bel?" panggil Starla.   Bella mendongak, ia menghentikan sejenak aktifitasnya. "Kenapa? Lo butuh sesuatu?" Tanya Bella.   "Nggak, Aku cuman pengen nanya sesuatu sama kamu, Boleh?" Bella menaikkan sebelah alisnya.   "Ya, Boleh-lah. Emangnya, lo mau nanya apa sampai minta izin gitu sama gue?"   Starla menatap Bella sejenak, ia kembali memikirkan apa ia harus bertanya mengenai keluarga Bella atau tidak. karena sungguh, Starla benar-benar penasaran apa maksud dari pernyataan Bella tadi.   ‘Kadang apa yang terlihat nggak seperti apa yang terjadi.’   Apa maksud Bella dengan kalimatnya itu? Apa sesuatu terjadi dengan keluarganya? Atau ada hal lain yang terjadi, sehingga membuat wajah yang tadinya begitu bersemangat itu kini terlihat Lesu?.   Ingin rasanya Starla mengeluarkan semua pertanyaan yang berkecamuk dibenaknya. Tapi, jika ia bertanya pada Bella, apa Bella tidak akan tersinggung? dan merasa bahwa Starla terlalu ikut campur mengenai keluarganya padahal mereka baru berkenalan beberapa hari yang lalu.   "Tar, lo kenapa sih kok jadi bengong?"   Starla kembali menatap Bella. Ia lalu menggeleng pelan.   "Nggak apa-apa."   "Tadi lo mau nanya apa?" Tanya Bella.   Starla terdiam sesaat, memikirkan dengan baik apakah ia harus menyuarakan isi dalam kepalanya atau tidak. lalu kembali menatap Bella yang memandangnya dengan kening berkerut. "Sebenarnya Aku cuman mau nanya, toiletnya ada dimana yah, Bel? Aku udah kebelet banget ini." Akhirnya, Starla memilih untuk tidak bertanya mengenai keluarga Bella sampai teman barunya itu yang menceritakannya sendiri pada Starla.   "Astaga, cuman mau nanya toilet pake minta izin segala?!" seru bella tidak percaya.   "Jangan ngeledek deh, sekarang kamu bilang aja toiletnya di mana? Aku udah pengen pipis Bel," Mohon Starla. Gadis itu tidak berbohong ketika mengatakan bahwa ia sudah tidak tahan lagi untuk buang air kecil, karena sejak tadi, Starla memang menahan keinginannya untuk tidak meladeni panggilan alamnya itu. Meskipun hal itu tentu tidak baik bagi kesehatannya.   "Iya, iya. Noh, lo terus aja, abis itu lo belok kiri, Pintu pertama yang lo temuin itu toilet dan yang di sebelahnya itu gudang."   Starla mengangguk mengerti "Ya udah, aku ke toilet dulu."   "Iya, cepetan gih entar lo pipis disini lagi," Bella terkekeh, dan Starla masih bisa mendengar nada suara menggelikan temannya itu.   Bella menggeleng pelan, manatap punggung Starla yang mulai menghilang dari pandangannya. "Lo itu ada-ada aja sih, Tar."   ***   "Tar, makan dulu, yuk. Lo belum sempet makan siang kan tadi, di sekolah juga lo nggak makan."   "Nggak deh Bel, aku udah kebanyakan ngemil, perut aku juga udah penuh banget, terus kalau kamu ngajak aku makan lagi, makanan-nya mau ditaruh di mana?"   "Beneran, lo nggak mau makan dulu? Entar tugasnya dilanjut lagi, Tar."   "Nggak, Bel. makasih, tapi beneran deh aku nggak laper entar kalau aku laper aku pasti bilang sama kamu."   "Serius yah? kalau lo laper lo bilang aja, lagian bibi juga udah nyiapin makanan di meja makan."   "Iya, lebih baik kita selesaiin tugasnya dulu. Soalnya ini udah hampir gelap juga."   Bella mengangguk, mereka berdua kembali mengerjakan tugas kelompak Matematika yang diberikan Pak Rudi.   Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam saat Starla dan Bella baru saja selesai menyelesaikan tugasnya.   "Astaga, badan gue sakit semua Tar. Sumpah yah, pak Rudi itu ngasih tugas nggak ngira-ngira. Emang sih dia jarang ngasih tugas ke kita. tapi sekalinya dia ngasih tugas? langsung bejibun dia pikir kita robot apa?" Omel Bella.   "Udah, yang pentingkan udah selesai. Oh ya Bel, aku mau numpang shalat yah sebelum pulang?"   "Iya, lo ke kamar gue aja pakai mukenah yang lo pake tadi biar gue yang beresin ini."   "Oke. aku keatas yah?"   Bella mengangguk.   ***   "Bar, Ayo masuk," Kata Bagas.   "Nggak deh, gue diluar aja."   "Yaelah, apaan sih Lo Bar? kayak baru pertama kali aja ke rumah gue. Pokoknya lo harus masuk. lo tunggu di dalem." Bujuk Bagas lagi.   Barra, akhirnya menyerah. ia mengikuti saran Bagas untuk menunggu di dalam.   "Bel, tadi ada tamu yah?" Tanya Bagas saat ia sudah tiba diruang tamu dan menemukan Bella yang sedang membereskan beberapa sisa makanan dan juga minuman yang ada di karpet.   Bella melirik dua gelas jus yang beberapa waktu lalu dibuatnya untuk Starla dan juga untuk dirinya.   "Iya."   "Siapa?"   "Temen sekelas gue."   "Tumben banget lo ngajak temen lo kesini? Biasanya juga lo nongkrongnya di luar?"   "Ya iyalah gue ajak kesini. Kan, lo sendiri yang bilang kalau gue nggak boleh kelayapan kemana-mana selama mama belum kembali dari luar kota." Dengus Bella.   "Terus temen lo mana? udah pulang?"   "Belum, dia ada di kamar, lagi Shalat."   "Nah, yang kayak gitu baru bisa dibilang cewek idaman. Masih muda tapi masih inget sama penciptanya nggak kayak cewek-cewek kebanyakan yang terlalu asik sama kehidupan dunia sampai lupa sama kehidupan akhiratnya." Jelas Bagas.   Bella menaikkan sebelah alisnya. Entah setan apa yang merasuki kakaknya sampai berbicara seperti orang yang selalu berada dijalan yang lurus.   "Lo, sakit ya? Lo, ngomongnya sok bener banget Gas!!" Kata Bella seraya menempelkan punggung tangannya di dahi Bagas.   "Apaan sih Lo, nggak sopan banget sama kakak sendiri."   "Abisnya Lo ngomong kayak udah jadi orang yang paling bener aja. Sampai merinding gue, takutnya lo kesurupan." kekeh Bella.   "Lo itu jadi adek nggak ada sopan-sopannya yah, entar kualat baru tahu rasa. Udahlah lo bikinin Barra minum gih, Gue mau ganti baju dulu."   Bella menoleh menatap Barra yang berdiri tidak jauh dari mereka. Gadis itu bahkan tidak menyadari kedatangan Barra di rumahnya. "Eh ada kak Barra. Ya udah kak Barra duduk dulu, aku bikinin minum bentar."   "nggak Usah." kata Barra cepat. "Gue nggak haus kok, lain kali aja."   Bella mengangguk, lalu kembali membereskan semua buku-buku yang dipakainya tadi.   "Kalau gitu lo tunggu di kamar gue aja deh, daripada disini!" Seru Bagas.   Barra mengangguk, mereka berdua berjalan menuju kamar yang ada di lantai dua dengan Bagas yang berada jauh di depan Barra. tapi sebelum sampai di depan kamar Bagas. Barra menghentikan langkah kakinya. ia menatap seseorang yang berada di dalam kamar Bella.   Dari balik pintu kamar yang terbuka setengah itu, Barra bisa melihat gadis yang kemarin ditolongnya sedang memejamkan mata dengan tangan terangkat memanjatkan doa pada sang pencipta. Ia juga bisa melihat bagaimana wajah Starla yang terlihat bersinar dari pantulan cermin yang memperlihatkan dirinya yang sedang berdoa dengan begitu khusuknya.   Hati Barra tersentil, entah sudah berapa lama ia tidak bersujud di hadapan Tuhan. Bukan, bukan Barra tidak tahu tata cara shalat atau tidak pernah shalat, hanya saja ia mulai menjauh dari kewajibannya, kehidupan yang dialaminya membuatnya melupakan kewajibannya kepada sang maha pencipta. Dan Barra benar-benar lupa kapan tepatnya ia mulai berpaling dari Tuhan.   "Kak Barra kok disini?" Barra tersentak, ia menatap Starla yang terlihat bingung melihatnya.   "Kenapa emangnya kalau gue disini? Salah?"   Starla menaikkan sebelah alisnya, padahal bukan itu maksudnya.   "Nggak gitu kak. maksud aku, Kak Barra kok bisa ada dirumahnya Bella?"   "Kepo banget sih Lo." Kata Barra lalu berjalan kekamar Bagas   Starla menatap Barra yang sudah masuk ke kamar Bagas "Kayaknya, dia punya kepribadian ganda deh, kemarin baik Eh sekarang malah judes banget. Padahal kan aku cuman nanya."   Starla turun dari lantai dua lalu berjalan menghampiri Bella yang sudah duduk di ruang tamu.   "Udah shalat-nya?" Tanya Bella. Starla mengangguk.   "Oke deh, sekarang lo makan dulu ya, dari tadi kan Lo cuman ngemil doang."   "Makasih Bel, tapi aku belum laper. aku langsung pulang aja yah, ini juga udah malem. lagian aku juga udah ngabarin kak Azka dan dia bilang bentar lagi kerjaannya selesai,"   "Bentar lagi? berarti belum jalan kesini kan? Jadi, lo juga bisa makan dulu Tar. Gue nggak mau yah kalau sampai keluarga lo nggak ngijinin lagi lo dateng kesini karena lo kelaperan."   Starla terkekeh "Apaan sih Bel, nggak gitu juga kali."   "Yaudah, kalau gitu lo makan dulu sambil nungguin kakak lo kesini."   "Nggak Bel makasih, tapi beneran deh, aku belum laper."   "Tapikan lo belum pernah makan nasi tadi, cuman ngemil doang, masa nggak laper sih?"   "Ya emang nggak laper, Bel."   Bella memanyunkan bibirnya. Starla begitu sulit untuk dibujuk.   Keduanya kembali duduk di ruang tamu dengan Bella yang terus saja fokus menatap layar televisi sedangkan Starla Terlihat berkali-kali menatap ponselnya menunggu kabar dari Azka.   Beberapa detik kemudian ponsel Starla berbunyi menandakan ada pesan yang masuk.   Kak Azka : Dek, Maaf kakak belum bisa jemput sekarang. Tiba-tiba atasan kakak ngajak tim kakak buat meeting mendadak dan ini nggak bisa ditunda. Tapi nanti pas meetingnya sudah selesai kakak langsung jemput kamu, mudah-mudahan meetingnya nggak lama supaya kamu nggak nunggu lama juga.   Starla menghela nafas panjang setelah selesai membaca pesan singkat dari Azka. Ia mulai mengetik kata demi kata untuk dikirimkan ke Azka.   Starla Afriani : Iya, nggak apa-apa kok kak. Kakak fokus sama meeting kakak aja dulu, lagian ada Bella kok yang nemenin aku disini. Kakak nggak perlu khawatir. Kakak semangat yah.   Starla kembali menyimpan ponselnya diatas meja setelah tadi ia mengirimkan pesan pada Azka.   "Bel?"   "Hmm,, kenapa?"   "tadi kak Azka ngirim pesan kalau dia nggak bisa jemput sekarang soalnya ada meeting mendadak di kanornya dia."   "Yaudah nggak apa-apa. Tapi, kalau lo mau lo bisa nginap disini dulu Tar, daripada kakak lo kesinikan malem-malem, dia juga pasti capek abis pulang kerja. Terus besok pagi kalau sopir gue udah dateng lo bisa pulang dianterin sama sopir gue. Gimana?"   "Makasih Bel, tapi aku tungguin kak Azka aja, dia juga udah bilang kalau Meetingnya kayaknya nggak lama."   "Kayaknya? berarti belum pasti dong Starla sayang,"   Starla hanya mengangguk membenarkan ucapan Bella.   "Yaudah deh terserah lo aja Tar. Ohya Lo udah ngabarin nyokap lo nggak?"   "Astaga aku lupa. Ya Ampun pasti Bunda khawatir. Bentar yah, Bel aku telfon bunda dulu,"   Bella mengangguk sedangkan Starla mencoba menghubungi bundanya, Lisa.   "Assalamualaikum Bun."   "..."   "Iya, ini Starla masih dirumahnya Bella bun, Bunda nggak perlu khawatir tadi aku juga udah ngabarin kak Azka, dia bilang belum bisa jemput sekarang soalnya ada meeting mendadak di kantornya."   "..."   "Nggak usah Bun, Bunda istirahat aja, kan aku nanti pulangnya sama kak Azka,"   "..."   "Yaudah, Assalamualaikum Bun."   Starla kembali meletakkan ponselnya.   "Gimana?" Tanya Bella   "Bunda tadi khawatir banget, Bel."   "Lo, sih nggak ngabarin nyokap Lo."   "Iya, aku tahu. aku lupa tadi."   ***   Starla kembali melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 Malam tapi Azka belum juga mengabarinya.   "masih belum ada kabar dari kakak lo?" Tanya Bella. Entah sudah berapa kali Bella menguap karena mengantuk. Bella memang jarang sekali tidur diatas jam 10 Malam, selama ini ia tidak pernah sanggup untuk begadang.   "Belum," Kata Starla lalu kembali menatap Bella "Bel, kalau kamu ngantuk kamu tidur aja, biar aku yang nungguin kak Azka disini."Lanjutnya lagi. Jujur saja, Starla merasa bersalah dengan Bella. sebab, karena dirinyalah, waktu tidur Bella menjadi terganggu dan Starla merasa tidak enak akan hal itu   "Lo ngomong apa sih? Gue nggak ngantuk kok. Gue temenin lo disini aja."   "Maaf yah Bel."   "Apaan sih, Tar, belum lebaran kali." Bella kembali terkekeh sedangkan Starla hanya memeluk Bella yang begitu baik padanya.   "Makasih banget yah Bel, aku seneng banget bisa kenal sama kamu." Bella tersenyum, ia juga senang bisa mengenal Starla.   "Wiiihh... Ada yang lagi pelukan nih, gue boleh ikutan nggak?" kata Bagas yang baru saja masuk setelah tadi ia pergi lagi bersama Barra untuk bermain Futsal.   "Ishh apaan sih Lo, ganggu aja." Dengus Bella.   "Yaelah gitu amat sih lo sama kakak sendiri. Ohya ini temen lo yang tadi yah?"   "Iya, kenapa emangnya? Jangan naksir yah, dia ini cewek baik-baik."   "kenapa lo yang sewot sih. lagian yah Bel, lo harus tahu satu hal, seburuk-buruknya cowok itu, tetep aja kita-kita pasti bakal memilih cewek baik-baik buat jadi pendamping hidup kita. Ngapain juga milih cewek yang nggak baik buat jadi pendamping hidup?"   "Kayaknya lo beneran sakit deh, dari tadi lo ngomong kayak orang paling bener aja." Sindir Bella.   "Lah, gue kan emang orang bener, lo nya aja tuh yang nggak bener. Nggak pernah shalat juga, ikutin tuh temen lo, rajin shalat pasti banyak yang naksir deh."   "Ihhh Lo kok gitu banget sih sama adek sendiri. Ke kamar lo sana, jangan ngeganggu."   "Bentar kali gue kenalan dulu," Bagas berjalan menghampiri Starla, ia lalu mengulurkan tangannya didepan Starla.   "Hai, Gue Bagas. Lo?"   "Starla."   "Suara lo lembut banget. Adem dengernya."   Starla tersenyum "Makasih."   "Ihh jijik gue, udah-udah Tar, jangan nanggepin dia lagi, kalau lo masih nanggepin dia lo bisa gila. Dia itu agak-agak nggak waras."   Starla terkekeh, melihat Bella dan juga Bagas yang terus saja saling mengejek.   "sirik aja sih lo. jangan dengerin dia yah Starla, dia itu emang iri sama gue."   "Siapa yang iri? Udah ih, pergi sana." Bella mendorong pelan tubuh Bagas, agar pergi dari hadapannya.   "Iya, iya," Bagas kembali menatap Starla dengan pandangan menggelikan. "Ya udah kak Bagas kekamar dulu yah. Inget!!! jangan kangen yah adek Starla yang manis." kata Bagas seraya mengerlingkan sebelah matanya.   Bella hanya bergidik ngeri melihat kelakuan kakaknya yang menggelikan. Sedangkan Bagas sendiri sudah pergi ke kamarnya.   "kakak kamu lucu banget sih Bel," kekeh Starla.   "hahaha.. Yang penting Lo jangan ketularan kelakuan kakak Gue aja." Kata Bella lalu keduanya kembali tertawa.   Tawa mereka akhirnya terhenti saat tanpa sadar Bella menatap seseorang yang berada di ambang pintu.   "Loh, kak Barra sejak kapan disitu?" Tanya Bella. ia menoleh menatap Starla yang sepertinya juga tidak menyadari kedatangan Barra.   Barra berjalan masuk, menghampiri keduanya, "Baru aja, Gue cuman mau ngembaliin ponselnya Bagas aja, tadi dia nitip ditas gue. Nih, Lo bawain dulu."   "Oh yaudah, aku bawain ponselnya dulu. Kak Barra duduk aja."   Barra mengangguk kemudian duduk berhadapan dengan Starla.   Duduk berdua bersama dengan Barra dalam satu ruangan seperti ini, membuat Starla merasakan perasaan canggung yang luar biasa. Walaupun Barra sudah beberapa kali menolongnya, Tapi tetap saja Starla tidak bisa seakrab itu dengan Barra atau sekedar memulai pembicaraan dengan laki-laki itu. Starla juga tidak ingin jika Barra berpikir bahwa Starla bersikap sok kenal dengan Barra.   "Kenapa belum pulang?"   "Heh?" Starla terkejut, ia tersadar dari lamunannya.   "Lo, kenapa belum pulang?" Tanya Barra lagi.   "belum dijemput." Starla mengutuk dirinya yang terdengar begitu lesu ketika mengatakan kalimat itu.   "Oh."   Starla menaikkan sebelah alisnya. Starla pikir Barra akan menanyai berbagai macam hal, atau sekedar bertanya kenapa dia belum dijemput. Tapi ternyata tidak, Barra hanya menjawab dengan 'OH' Saja.   "Kak Barra, Kak Bagasnya masih mandi jadi dia nggak bisa nemuin kakak dulu,"   "Iya nggak apa-apa lagian gue cuman mau ngembaliin itu aja. Gue pulang dulu." Barra berdiri dari duduknya, ia memakai tas ransel yang dibawanya tadi. Sebelum melangkah keluar dari rumah Bella, Barra kembali berbalik, ia menatap Bella sejenak kemudian beralih menatap Starla yang juga menatapnya.   "Mau pulang bareng gue?"   TBC...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD