2. Bimbang

1011 Words
Esok hari pun tiba. Saat ini aku sudah berada di kampus. Aku sedang menyiapkan materi yang akan aku sampaikan nanti. karena aku memiliki jadwal mengajar nanti di jam kedua. Namun aku masih saja tak bisa fokus. Melamun dan termenung. Sampai akhirnya teman dosenku datang menghampiriku dan membuyarkanku dari lamunan. Ia bernama Gibran. Dia adalah teman dosen yang paling akrab denganku. Gibran adalah dosen psikologi, jadi setiap aku mempunyai masalah dan bercerita kepadanya, dia pasti akan memberikan solusi yang hampir selalu terpecahkan. “Eshan, kenapa kau melamun? Apa ada masalah?” tanya Gibran. “Ahh, aku tak papa.” “Yang benar? Jangan berbohong. Aku bisa melihatnya dari raut wajahmu. Jika ada masalah ceritalah padaku. Mungkin aku bisa membantu.” “Sebenarnya ada sedikit masalah yang mengganggu pikiranku akhir-akhir ini.” “Ada apa?” “Ibuku berencana untuk menjodohkanku.” “Lalu?” “Aku masih ragu untuk menerima perjodohan ini.” “Apa yang membuatmu ragu?” “Aku sama sekali tidak mengenal wanita itu karena aku belum pernah bertemu dengannya. Apalagi untuk jatuh cinta.” “Maka kau harus bertemu dengannya. Kau pernah dengar pepatah yang mengatakan tak kenal maka tak sayang.” “Sering sekali aku mendengar itu. Tapi apakah jika sudah saling mengenal akan benar-benar timbul rasa sayang?” “Kau harus mencobanya sendiri dan membuktikannya.” “Tapi aku takut.” “Apa yang kau takutkan?” “Aku takut jika wanita itu tidak sesuai kriteria wanita yang selama ini aku impikan.” “Kalau begitu kau tolak saja perjodohan itu.” “Maka aku akan sangat merasa bersalah dan berdosa kepada ibuku.” “Maka jalan satu-satunya adalah kau harus mengadu kepada Allah meminta petunjuk-Nya. Allah pasti akan memberikan yang terbaik untukmu.” “Terima kasih buat sarannya.” “Sama-sama. Tapi kau juga harus percaya, bahwa seorang ibu juga ingin yang terbaik untuk kebahagiaan anaknya.” “Iya. Thanks. Aku merasa sedikit lega sekarang. Kalau begitu aku mau ke kelas dulu. aku ada jadwal mengajar jam ini.” “Baiklah. Semangat.” ***** Malam hari pun tiba. Seperti biasa aku, ibu, dan juga adikku sedang menikmati makan malam bersama hari ini. Ibuku telah memasak makanan kesukaanku, yaitu ikan nila bumbu asam pedas, mendoan, tumis kangkung dan juga teh hangat. Menu sederhana, tapi aku sangat menyukainya, bahkan bisa menghabiskan nasi beberapa centong. “Mas, gimana?” Tanya adikku disela menikmati makanan yang ia santap. “Apanya?” “Tentang mbak Aqila. Apakah mas Eshan sudah menerimanya?” Uhuk… uhuk… Aku tersedak karena terkejut mendengar nama Aqila lagi. Karena hampir setiap hari, nama itu selalu terdengar di telingaku. Entah itu ibuku, atau pun adikku. Mereka selalu menanyakan atau membicarakan tentang kepribadian ataupun kehidupan Aqila. Aku menatap ke arah ibuku. Terlihat beliau juga sedang menatapku dan menanti jawaban yang keluar dari mulutku. “Kamu itu anak kecil mau tahu aja.” “Mas, jawab dong. Mas menerima mbak Aqila kan? Mbak Aqila akan menjadi kaka aku kan?” “Ssssttttt… diam. Kalau makan jangan bicara dulu. Nggak baik.” Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, karena aku tak mau membuat mereka kecewa dengan jawabanku yang akupun belum tahu pastinya. “Ahh, mas.” “Sssttttt… makanlah dulu.” Adikku terdiam dan melanjutkan makannya dengan wajah yang cemberut. Aku juga manatap wajah ibuku, terlihat kekecewaan karena tak mendapat jawaban dariku. Setelah selesai makan, aku ijin pergi duluan ke kamar dengan alasan menyiapkan materi mengajar untuk besok. Padahal aku hanya ingin menghindar dengan pertanyaan yang akan mereka tanyakan nanti. “Eshan.” Ibu memanggilku, aku pun menghentikan langkahku dan berbalik badan menghadap ibuku. “Iya bu?” “Apakah sangat sulit untuk membuat keputusan?” “Maafkan Eshan bu. Eshan masih memikirkannya. Eshan tak ingin memberikan jawaban yang mungkin akan salah nanti jika terburu-buru. Ijinkan Eshan memantapkan hati Eshan dulu bu.” “Ya Allah mas. Tinggal jawab iya saja apa susahnya sih. Mas bakal menyesal seumur hidup jika sampai menolak mbak Aqila.” “Diamlah, kamu masih kecil. Tidak tahu apa-apa.” “Sudah. Sudah. Kalian jangan bertengkar. Baiklah kalau memang begitu. Ibu akan menunggu jawabanmu. Tapi jika terlalu lama, mungkin nak Aqila akan dilamar oleh orang lain. Jika itu sampai terjadi, maka ibu aku akan sangat sedih.” “Bella pun juga akan sedih.” “Iya bu, Eshan usahakan akan memberi jawaban sesegera mungkin.” “Baiklah.” “Kalau begitu Eshan ke kamar dulu ya bu?” “Iya nak.” ***** Aku merasa kalau hari demi hari berlalu dengan begitu cepat. Dan sudah berhari-hari pula aku belum memberikan jawabanku kepada ibuku, karena aku belum mendapatkan jawaban yang bisa meyakinkan hatiku. Sedangkan ibuku hampir setiap hari menanyakan apakah aku telah membuat keputusan. Saat ini aku sedang makan siang bersama Gibran di sebuah warung makan. Entah kenapa nama Aqila tak pernah mau hilang dari pikiranku. Aku sering kali memperhatikan seorang wanita yang berlalu lalang di dekatku dan aku selalu memikirkan apakah Aqila seperti wanita ini, atau wanita ini, atau mungkin yang ini. Entahlah, ini benar-benar membuatku gila. “Ada apa? Ada masalah lagi?” Tanya Gibran saat melihat diriku seperti tak bersemangat. “Aku masih memikirkan tentang perjodohan itu.” “Jadi kau belum menentukan keputusanmu.” “Belum.” “Memang apa yang membuatmu tak kunjung memberi keputusan.” “Karena ini masalah hati dan masa depanku. Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidupku. Maka dari itu aku ragu dengan perjodohan ini. Aku takut wanita itu tak sesuai kriteriaku. Aku takut hubungan kami tak akan berjalan lama nantinya. Aku ingin menikah dengan pilihan hatiku sendiri. Sedangkan jika aku menolak aku takut akan menyakiti hati ibuku.” “Jangan pernah takut untuk memulai hal yang baik. Apalagi pernikahan adalah sebuah ibadah. Allah pasti akan menuntunmu ke jalan yang baik. Mantapkan hatimu. Niatkan semua karena Allah, bahagiakan ibumu. Maka semua akan berjalan seindah yang tak pernah kau duga.” “Jadi menurutmu aku harus menerima perjodohan ini?” “Itu cuman saranku sebagai sahabatmu. Tapi semua kembali kepadamu dan juga hatimu. Karena kau yang akan menjalaninya.” “Terima kasih buat saranmu. Aku akan memikirkannya lagi.” Bersambung ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD