BAB 13 – Persiapan Pernikahan

1610 Words
POV Nisa Kumandang adzan sudah menggema di seluruh penjuru Negeri. Aku pun terjaga dengan kondisi tubuh sedikit lebih segar. Kuambil wudu kemudian aku bermunajat kepada Allah. Hanya Allah tempat terbaik untukku berkeluh kesah. Selepas melaksanakan salat subuh, aku pun merenung di atas sofa besar di kamar ini. Masih banyak pertanyaan dalam benakku yang belum mendapatkan jawaban. Khususnya tentang rencana pernikahan yang disampaikan teman-teman Rafa tadi malam. Namun sayang, alih-alih mendapat jawaban, aku malah kembali tertidur. Tok ... Tok ... Tok ... Aku mendengar seseorang mengetuk pintu kamar. Aku pun terjaga dan melihat jam diniding sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Astaga, aku tidur sangat nyenyak sehingga tidak menyadari jika ini sudah hampir siang. Dengan cepat kuraih kerudung yang berada di atas ranjang dan segera mengenakannya. “Hai kakak... Ya Ampun, kakak baru bangun jam segini?” Ternyata itu adalah Raisya, adiknya Rafa. “Hei, kapan Raisya ada di sini?” “Itu bukanlah masalah penting kakak, justru dirimulah yang paling penting. Masa pengantin wanita jam segini belum siap-siap juga.” Raisya membawaku masuk ke dalam kamar dan kembali menutup pintunya. “Apa maksudmu, Sya?” “Hari ini’kan kakak akan menikah lagi dengan bang Rafa. memang bang Rafa tidak mengatakan apa pun?” Aku menggeleng. “Ya sudahlah, sekarang kakak mandi. Sebentar lagi penata rias akan datang. Semua keluarga kita sudah ada di bawah. Termasuk keluarga kakak juga.” Aku langsung keluar kamar mendengar penjelasan Raisya. Aku lihat di lantai satu memang sudah ramai sekali. Banyak anak-anak yang tampak bahagia. Amanda dan sepupu-sepupunya berkumpul. Ada keluargaku juga di sana. “Kakak jangan banyak bengong ach, nanti siang kalian akan menikah dan sebentar lagi penata rias akan datang. Ayo segera mandi.” Raisya menarikku kembali ke dalam kamar. “Tapi kakak butuh penjelasan dulu dari Rafa.” “Penjelasannya nanti saja, yang jelas sekarang kakak mandi dulu. Nanti Rafa akan kesini.” Raisya mendorong tubuhku hingga masuk ke dalam kamar mandi. “Tidak Raisya, kakak mohon tolong panggilkan Rafa dulu ke sini. Kakak tidak ingin pernikahan terlarang ini terjadi.” Aku bersikeras ingin menemui Rafa terlebih dahulu, banyak hal yang harus dijelaskan Rafa padaku. Aku tidak mungkin menerima begitu saja pernikahan ini. Aku tidak ingin Rafa menghalalkan segala cara untuk dapat menikahiku kembali. Semuanya harus jelas. Aku bahkan tidak takut jika Rafa kembali marah, karena aku tidak ingin melakukan hubungan haram dengannya seumur hidupku. “Ya sudah, kakak tunggu di sini sebentar. Aku akan panggil bang Rafa agar datang ke sini.” Raisya pun berlalu. Aku masih duduk di sini, di sebuah sofa kecil yang menghadap hamparan sawah yang hijau. Aku membuka sedikit pintu balkon, sehingga semilir angin masuk ke ruangan ini. Tempat ini benar-benar sangat nyaman. Andai saja aku bisa menghabiskan waktuku disini, pasti akan sangat menyenangkan. Aku pun kembali bermimpi. Walau Rafa mengatakan semua ini akan menjadi milikku, tak semerta-merta membuatku melambung. Aku belum menjadi istrinya lagi. “Ada apa, Sayang.” Suara Rafa memecah lamunku. Aku menghadap ke belakang, memastikan jika tidak ada siapa pun lagi di dalam kamar ini. Aku ingin berbicara berdua saja dengan Rafa. aku ingin meluruskan semua yang terjadi. Semua pertanyaan yang aku lontarkan tadi malam belum mendapatkan jawaban. “Aku ingin bicara.” Kataku ketus. Bukannya menjawab, Rafa tiba-tiba malah merangkulku. Kedua tangannya mendekap erat pinggangku. Wajahnya begitu dekat, bahkan aku mendengar jelas deru napasnya. Sebelum bibirnya menyentuh bibirku, aku langsung memalingkan wajahku. “Rafa, please... Jangan dulu, di luar banyak orang. Apa yang mereka pikirkan jika melihat kita seperti ini.” “Aku sudah mengunci pintunya, tenang saja.” Rafa semakin mempererat pelukannya. Aku berusaha melepaskan diri, tidak ada perlawanan dari Rafa. Ia membiarkanku melepaskan pelukannya. “Baiklah, Sayang. apa ingin kamu bicarakan. Aku tidak ingin membuang waktu. Sebentar lagi penata rias akan datang, atau mungkin saja sudah datang.” Rafa duduk di tepi ranjang dengan santainya. “Rafa, kau tidak pernah mengatakan padaku tentang pernikahan ini. Bahkan kau tidak meminta persetujuanku. Kau tidak bertanya, apakah aku siap atau tidak.” Nada bicaraku sedikit tinggi. “Kau sudah tau bahwa aku tidak menerima penolakan. Lagi pula kau sudah menjanda bukan? Jadi Halal untukku menikahimu lagi, Sayang.” “Tidak Rafa, kau salah. Kau tidak boleh menghalalkan segala cara untuk bisa menikahiku lagi.” “Apa maksudmu, Sayang?” “Aku tahu, sekarang kau punya kuasa. Kau punya harta, apa pun bisa kau beli dengan uangmu. Tapi kau tidak bisa membeli harga diriku dengan Uang, Rafa Purnawan.” Aku tidak mengerti mengapa aku jadi sekeras ini sekarang. Aku seperti memiliki kekuatan untuk melawan Rafa. Atau mungkin karena di luar sedang banyak orang yang rata-rata adalah keluarga. Jadi aku bisa saja meminta pertolongan kepada mereka jika sewaktu-waktu Rafa kembali berbuat nekat. “Apa maksudmu, Nisa.” Kali ini Nada bicara Rafa agak keras walau aku tahu tidak berusaha tenang. “Rafa, apa pernikahanku dengan Rehan adalah rencanamu? Kau tau Rafa, pernikahan rekayasa itu tidak sah. Walaupun Rendi sudah menceraikanku, namun perceraian itu tidak sah jika ada kesepakatan diantara kalian sebelum aku menikah dengannya.” Walau aku tidak yakin kalau Rehan akan melakukan itu. Sebab yang ku tahu, pria itu sangat baik dan taat. Tapi bisa saja dia gelap mata karena uang Rafa. tidak ada yang tidak mungkin. “Rafa, aku hanya tidak ingin menjalani hubungan terlarang denganmu. Walau jauh di lubuk hatiku, aku tidak akan pernah mampu membencimu.” Aku mulai melunak dan duduk disebelah Rafa. air mataku pun keluar tak terkendali. Rafa menggenggam tanganku dengan sangat lembut, membelainya dan mencium punggung tangan ini. Aku tahu dia berusaha sekuat tenaga untuk bersikap tenang. Kata-kataku tadi pasti cukup mampu untuk membuat Rafa emosi, namun ia tampak menahan emosinya. “Nisa, maafkan aku. Aku memang begitu menginginkanmu lagi. Aku mencintaimu, tapi aku tidak akan senekat itu mempermainkan suatu pernikahan. Pernikahan itu sakral, hubungannya dengan keturunan. Walau kualitas agamaku kurang baik, tapi aku masih tahu resiko pernikahan seperti yang kau katakan tadi.” Rafa bangkit dari duduknya. Menyandarkan telapak tangannya di atas meja bundar dan menatap ke arah luar kamar. “Jika aku mau seperti itu, maka sudah lama akan aku lakukan, Annisa. Aku sudah menunggu selama satu tahun. Aku menunggu kamu menikah dengan pria lain secara alami, walau kamu tahu betapa sakitnya dadaku melihat semua itu. Bahkan aku tidak mampu mengendalikan emosiku membayangkan malam pertama kalian. Tapi semua memang harus berjalan secara alami, agar aku bisa memilikimu lagi dengan cara yang halal sesuai hukum dan agama.” “Tapi mengapa tiba-tiba Rehan menceraikanku? Padahal kami baru semalam menikah.” “Itu memang aku yang melakukan. Aku sengaja menculikmu dan menyekap Rehan secara bersamaan. Aku memaksanya menceraikanmu secara sadar. Walau aku harus sedikit menyakitinya.” “Kau jahat Rafa! Demi ambisimu kau mencelakai orang lain yang tidak bersalah. Kau yang sudah menghancurkan semuanya, semua impian kita. Mengapa harus orang lain yang jadi korban.” Aku memukul bahunya berkali-kali. Rafa menyambar pergelangan tanganku dan menggenggamnya. Genggaman yang begitu lembut.  “Maafkan aku, Sayang. Kamu tahu bagiamana aku ‘kan, Nisa? Aku bisa gelap mata jika melihatmu bersama pria lain. Lagi pula aku tidak sejahat yang kau pikirkan. Aku sudah memberi ganti rugi. Awalnya Rehan tidak mau menerima, tapi dengan sedikit memaksa, akhirnya dia menerima ganti rugi sebesar lima puluh juta. Kurasa cukup untuk biaya pengobatannya dan untuk beasiswa putrinya.” “Kau—” “Aku melakukan semua ini karena aku mencintaimu, Annisa. Aku ingin menebus semua kesalahanku. Aku berterima kasih kepada Rehan karena dia akhirnya aku bisa memilikimu lagi secara sah dan halal.” “Tapi aku—” Tok ... Tok ... Tok... Belum selesai aku bicara tiba-tiba ada seseorang mengetuk pintu kamar. Rafa segera membuka pintu dan tampak Raisya berada di luar sana. “Bang Rafa, kenapa lama sekali mengobrolnya. Apa yang kalian bicarakan sampai mengunci pintu segala. Ini sudah hampir siang, nanti acaranya bisa berantakan. Di luar banyak sekali orang dan kalian malah berdua-duaan di sini. Ayo cepat keluar, kak Nisa biar aku yang urus.” “Baiklah adik kecilku yang sekarang sudah punya anak kecil. Urus kakakmu itu dengan baik ya.” Rafa tampak mencubit lembut pipi adiknya itu. Selepas Rafa keluar, tampak beberapa orang wanita masuk ke dalam kamar membawa banyak sekali perlengkapan. “Aduh... Pengantin wanitanya malah bengong di sini. Ayolah segera mandi agar mereka bisa mengerjakan tugasnya mendandani kakak.” Aku segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Aku tidak punya pilihan lain selain mengikuti semua ini. Keluargaku semua sudah dibawah kendali Rafa. aku hanya berharap setelah ini dia benar-benar akan menepati janjinya, walau aku kurang yakin. Setelah membersihkan diri, aku pun keluar dari kamar mandi. Kulihat sebuah gaun pengantin yang sangat indah sudah terpasang pada sebuah manekin. Gaun berwarna putih itu benar-benar sangat indah. Aku sungguh merasa berada dalam dunia mimpi. Aku begitu tertegun dengan semua yang ada di kamar ini. “Udah, jangan kelamaan bengongnya kakaku sayang. Ayo kita mulai aja kak.” Raisya memberi isyarat kepada Seorang penata Rias. Ini adalah pernikahan keduaku dengan Rafa. setelah dulu kami memutuskan menikah muda, dengan segala kesederhaan. Sebuah pernikahan impian layaknya pernikahan teman-temanku hanyalah sebuah impian. Keterbatasan ekonomi hanya mampu menghalalkan kami secara hukum dan agama. Tanpa pesta dan tanpa adat apa pun. Tanpa pelaminan, tanpa dekorasi, tanpa fotografer dan tanpa kamar yang indah. Sungguh sebuah kesederhaan yang nyata. Hanya cinta, kasih sayang dan keyakinan yang membuatku berani mengambil keputusan itu bersama Rafa yang dulu. Aku percaya, seiring berjalannya waktu, kami akan mewujudkan mimpi itu secara bersama-sama. Namun semua kandas karena sebuah penghianatan. Terakhir dia meninggalkan aku dan Amanda tanpa sebab apa pun. Hanya sebuah surat pernyataan cerai yang dia layangkan kepadaku. Perceraian yang aku yakin pada waktu itu tidak akan bisa menyatukan kami lagi. === ===== Jari-jariku mulai kram, hahaha ... Semoga aku sanggup edit 22ribu kata lagi, semangat ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD