Malam ini adalah malam Jum'at.
Langit menguapkan air. Menggumpal awan yang hitam. Dilihat dari cuacanya, hujan akan turun sangat lebat malam ini. Apalagi disambut angin kencang dan petir menggelegar. Rintikan air semakin lama semakin besar dan deras, menciptakan alunan nada perpaduan antara rintik hujan dan atap rumah. Saling berbenturan.
Kricik... Kricik...
Malam membawa kelam dalam ilusi. Membuat gulita semakin mencekam. Udara juga semakin dingin, menerobos dinding memasuki rumah.
Safira dilanda kebingungan. Pikirannya terbebani antara dua pilihan. Apakah dia harus pergi ke kamarnya, atau tidak. Kalau dia naik ke kamarnya, dia akan bersimpangan dengan kamar Karina, dan itu membuat bulu kuduknya merinding. Tapi dia juga tidak mungkin akan tidur di ruang bawah, apalagi dinginnya bak di kutub Utara.
Mau tidak mau, Safira harus naik ke atas walau melewati kamar Karina. Tak membuang waktu, ia segera mengerakkan kakinya, menyusuri setiap anak tangga dengan perlahan. Hujan juga tak terdengar dari dalam rumah, hanya suara petir yang melintas. Dalam telinga Safira hanya mendengar suara langkah kakinya sendiri dalam kesunyian.
Sreg ... Sreg ...
Safira sudah berada di ujung tangga. Tinggal 5 langkah lagi ia sampai tepat di kamar Karina, dan 3 langkah kemudian baru kamarnya. Jantung Safira sudah mulai terpompa hebat. Dalam pikirannya, ia harus lari. Jangan melewati kamarnya dengan menengok apapun. Tetap pada satu tujuan, yaitu kamarmu.
Safira segera lari, dan buru-buru masuk kamar lalu menguncinya rapat-rapat. Satu masalah selesai. Ia menghela napas kelegaan.
"Aku sudah aman. Aku sudah berhasil melewati kamar mayat hidup itu. Nihil jika mayat hidup itu bisa masuk ke kamarku, karena aku sudah mengunci semuanya."
Walau ia sudah berada di kamarnya, Safira tetap tak tenang. Getaran ketakutan dalam dirinya masih tak berhenti. Bulu kuduknya juga belum tidur, entah karena hawa dingin atau ketakutan. Tapi yang jelas ia merasakan keduanya.
"Bagaimana jika pocong kemarin menjenguk ke kamarku lagi? Aku tidak sudi tidur dengan pocong yang bermuka hancur dan berbau anyir seperti dia. Kalau pocong itu memiliki wajah tampan seperti Justin Bieber sih nggak masalah," gumam Safira.
Satu hal terbesit dalam benak Safira. Internet! Dia berpikir akan browsing tentang bagaimana agar hantu tidak tidur di kamarnya. Ia segera memainkan ponselnya dan membuka aplikasi Google. Banyak list cara agar tidurmu tidak terganggu oleh makhluk tak kasatmata.
1. Jangan menggunakan selimut putih, Anda kadang tidak menyadarinya apakah itu beneran selimut atau kain kafan.
2. Jangan ada guling di kasurmu, Anda tidak akan tahu kapan guling itu akan memiliki wajah menyeramkan, dan bisa saja berubah menjadi POCONG.
3. Jangan matikan lampu kamar, karena JIN, SETAN, HANTU, dan sebangsanya sangat menyukai tempat gelap. Anda tidak akan sadar, mereka biasa mengintaimu di setiap sudut, atau mungkin sekarang mereka ada di bawah longan mu.
4. Jangan berpikir dengan menutup dan mengunci pintu atau jendela akan membuat mereka kesusahan masuk, itu salah besar! Mereka makhluk dunia lain, bisa datang dan masuk kapan pun mereka mau.
5. Jika Anda mendengar suara ketukan pintu, langkah kaki, atau merangkak di langit-langit, jangan pernah melihatnya, itu adalah mereka yang sudah tak bernapas, tapi ingin berinteraksi denganmu.
6. Perhatikan dengan baik-baik sebelum Anda tidur, apakah Anda tidur sendiri atau ada tamu yang tak diundang? Mungkin mereka akan tidur di sampingmu dan memelukmu sepanjang malam dengan wajah menyeramkan.
7. PENTING! BACA DOA SEBELUM TIDUR!
Safira segera melakukan apa yang tertera dalam internet. Ia mengganti selimut dengan warna merah, membuang guling, dan membiarkan lampu kamar menyala. Lalu segera tidur dan membungkus tubuhnya dengan selimut. Tapi, ia lupa satu hal. Berdoa! Dia belum melakukan list yang terakhir, yaitu berdoa sebelum tidur.
Hembusan angin malam mengibas bebas. Sambaran petir mengiang di segala penjuru. Awan bara membawa kelam dalam ilusi. Hitam pekat menyelimuti. Gemuruh hujan terus bertabur seolah terjadi perang di luar sana.
Sssst..... Sssssttt....
Terdengar suara desisan nyaring dari kamar Safira, pelan namun merinding. Alunan angin mengalahkan ilusi samar. Membangunkan bulu roma yang kian bermimpi. Tegang laksana pedang, yang menghujat di kegelapan.
Kriekk ... Kretek ...
Decitan pintu jendela mengalun seperti ada yang membukanya. Bau anyir juga mulai membusuk dalam kamar. Semua hal itu telah menggangu tidur Safira. Yang hanya ada dipikirannya sekarang adalah, kapan pagi menyongsong? Atau setidaknya Azam cepat berpulang.
Safira membuka selimutnya. Ia bergumam, "Lampu masih menyala. Ini selimut, bukan kafan. Semua kamar tertutup rapat. Tidak ada apa pun di bawah longan! Dan aku tidur sendirian. Semua akan baik-baik saja!"
Ketika Safira hendak melanjutkan tidurnya, telinganya merangsang sesuatu. Ia mendengar suara langkah kaki yang menaiki tangga. Kemudian terdengar pula ketukan pintu kamar.
Tok ... tok ... tok ...
"Itu pasti Bang Azam," pikir Safira.
Kini wajahnya sudah mulai tenang sedikit. Ketika ia hendak turun dari ranjang, ponselnya berbunyi. Terdapat pesan dari Azam. Safira membukanya dan membacanya.
"Aku malam ini menginap di rumah Farhan. Hujan sangat deras, aku tak bisa pulang."
Seketika jantung Safira terhenti sejenak untuk berdetak. Sesuatu mengiang dalam telinganya. Adrenalinnya mendesir membangunkan bulu roma. Jika Azam masih di rumah Farhan, lalu siapa yang menaiki tangga dan mengetuk pintu kamar?
Safira menjadi gemetar. Tubuhnya merinding sempurna. Ketukan pintu semakin lama semakin kencang tiada jeda. Tiba-tiba lampu kamar padam. Safira menjerit, tapi ia menahannya. Ia tak mau orang di luar kamar itu mendengar jeritannya. Bagaimana jika dia seorang pembunuh berantai, atau mungkin itu hantu?
Kamar begitu gelap. Safira hanya terpaku di atas kasur dengan selimut yang membalut. "Tidak mungkin itu Karina, mayat hidup itu tidak bisa bangun dari ranjangnya. Tapi bagaimana jika setan telah merasukinya? Lagi pula kemarin aku sudah menguburnya, tapi buktinya dia bisa balik lagi," gumam Safira.
Safira ... Safira ... Bukalah pintunya ... Aku Karina, ingin tidur bersamamu ...
Jleg! Jantung Safira seperti ada yang menyendat memaksanya melompat. Ia menggelengkan kepalanya dengan menutup mulut. Tubuhnya gemetar. Ia melihat ponselnya, jam di layar ponselnya menunjuk pukul 02.00 dini hari.
Safira memandangi seisi kamarnya yang gelap. Tiba-tiba lampu menyala, kemudian mati lagi. Menyala lagi dan mati lagi, semua itu terjadi berulang-ulang bersamaan suara Karina yang terdengar dari luar kamar. Tidak hanya itu, ia bahkan tidak menyadari kapan selimut yang ia gunakan bersembunyi itu kini berubah menjadi kain kafan lengkap dengan bercak darah.
Safira melonjak. Ia membuka jendela kamarnya. Angin bersemu hujan mengibas masuk ke dalam. Dilihatnya seluruh kampung yang gelap gulita, tak ada lampu yang menerangi. Itu artinya lampunya padam secara pusat, bukan kerjaan makhluk halus.
Lalu, suara itu? Suara Karina yang terus memanggil namanya. Safira tidak ambil pusing, ia menganggap semua itu hanya halusinasinya. Ia mencoba berpikir positif. Keberanian Safira cukup pantas untuk dipuji.
Bisakah kalian membayangkan, seorang wanita tinggal di rumah besar sendirian, diluar hujan deras disertai petir, mati lampu, dan di dalam rumah ada mayat hidup. Cukup ngeri bukan?
To be continued...